Industri Sawit Merasa Terpojok dengan Adanya Bencana Kebakaran

Perusahaan sawit yang memiliki izin pengelolaan lahan sudah lama menerapkan standar zero burning sesuai amanat Undang-Undang.

oleh Arthur Gideon diperbarui 21 Sep 2015, 12:55 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2015, 12:55 WIB
20150918-Bom Air Basarnas di Kebakaran Riau
Seorang awak helikopter Kamov yang dioperasikan Basarnas mengamati lahan yang terbakar di Pelalawan, Riau, Kamis (17/9/2015). Asap dari kebakaran hutan ini mengakibatkan aktivitas warga Riau dan sekitarnya terganggu (AFP Photo/Adek Berry)

Liputan6.com, Jakarta - Bencana kebakaran yang melanda sebagian lahan perkebunan sawit dianggap sangat merugikan para pelaku bisnis yang bergerak di sektor tersebut. Selama ini perusahaan sawit dianggap sebagai pemicu kebakaran tersebut.

Ketua umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono menjelaskan, bencana kebakaran yang ada sekarang merugikan semua pelaku usaha di sektor sawit baik langsung ataupun tidak langsung.

"Kerugian paling besar yang diderita pelaku usaha adalah intangible loss dimana muncul tuduhan kepada perusahaan sawit sebagai penyebab utama kebakaran," jelasnya di Jakarta, Senin (21/9/2015).

Joko melanjutkan, sebenarnya perusahaan sawit yang mengelola lahan perkebunan itu sudah memenuhi standar operasi untuk mencegah dan memadamkan kebakaran. Investasi juga cukup besar dikeluarkan untuk memenuhi SOP penanganan dan peralatan kebakaran.

Perusahaan yang memiliki izin pengelolaan lahan sudah lama menerapkan standar zero burning sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dan UU Nomor 39 Tahun 2013 tentang perkebunan.

"Tuntutan zero burning makin menguat sejalan dengan tuntutan pasar, terutama dari buyer internasional. Selama ini perusahaan yang terkena dampak kebakaran harus berusaha memadamkan. Seharusnya aksi perusahaan-perusahaan ini diapresiasi, bukan malah dihukum," tegasnya.

Diharapkannya, dalam melihat pembakaran pemerintah juga mengedukasi masyarakat, karena di lapangan masih terjadi pembakaran oleh petani yang ingin membuka ladang pertanian.

"Ini praktik ratusan tahun dan turun-temurun. Oleh karena itu melalui UU 32 Nomor 2009, pembukaan lahan dengan membakar oleh petani dianggap sebagai kearifan lokal dan dibolehkan hingga luas 2 hektare. PP 4/2001 juga menegaskan kalau petani membakar untuk buka ladang tidak boleh dipadamkan kecuali sudah ke luar ladangnya," tambahnya. (Gdn/Ahm).

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya