Ini yang Bikin Ekonomi Indonesia Lebih Baik dari Negara Lain

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2015 mencapai 5 persen.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 16 Feb 2016, 10:45 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2016, 10:45 WIB
20151020-Ekonomi-Nasional-Kuartal-III-2015-Jakarta
Siluet tiang konstruksi pembangunan gedung bertingkat terlihat di Jakarta Pusat, Senin (19/10/2015). Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2015 sebesar 4,85 persen. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Aliran dana asing terus masuk ke Indonesia di awal tahun ini. Tak heran, jika hal tersebut berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono ‎ ‎mengatakan, masuknya aliran dana asing ke Indonesia tersebut terdorong oleh faktor dari internal dan eksternal. Dari internal, dipengaruhi rilis data-data ekonomi yang cenderung positif.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2015 mencapai 5 persen. Angka tersebut di atas level psikologis di mana pa‎da kuartal sebelumnya hanya berkisar 4,7 persen. "Menurut saya 5 persen itu angka psikologis karena memberikan harapan ke pasar," kata dia di Jakarta, Senin malam (15/2/2016).

Dari eksternal, ujar Tony, karena kurang menariknya investasi di negara berkembang selain Indonesia. Sebut saja China yang sekarang kurang kompetitif akibat upah buruh yang terus naik.

Dia juga mengatakan, pembangunan ekonomi di China telah melewati titik jenuhnya. Sejak dipimpin Deng Xioping, negara tirai bambu tersebut telah memberi alokasi yang besar pada pembangunan infrastruktur.

"Persoalannya spending-nya berkurang, dulu zamannya Deng Xiaoping yang membangun China 1979 belanja infrastruktur besar, rasio GDP 10 persen untuk infrastruktur hasilnya dahsyat," katanya.

Negara berkembang lain juga mengalami masalah. Tony menerangkan, Brasil memiliki corak ekonomi seperti Indonesia karena mengandalkan komoditas. Namun negara itu terbelit tuduhan manipulasi defisit APBN sebesar 10 persen. Indonesia sendiri defisit anggaran sekitar 2,5 persen.

"Rumus defisit APBN emerging market maksimum 3 persen. Lebih dari itu trouble," katanya.

Sementara Venezuela, Tony menuturkan, anggaran negara tersebut kini jebol karena jatuhnya harga minyak. Dalam APBN Venezuela, harga minyak dipatok US$ 100 per barel. "Harga minyak US$ 33 per barel, APBN jebol, mereka cetak duit akibatnya inflasi 240 persen," katanya.

Pembanding lain, Malaysia kini juga tengah mendapat masalah. Jatuhnya harga minyak juga berdampak pada keuangan negara tersebut. Petronas kini mengalami masalah keuangan yang berimbas pada berkurangnya penerimaan negara.

Cadangan devisa Malaysia, kata Tony hanya sekitar US‎$ 92 miliar, masih lebih tinggi Indonesia di kisaran US$ 102 miliar.

"Mereka terkena hit minyak Petronas colapse, revenue pemerintah berkurang, kemudian terkena korupsi.‎ Sebanyak 10 triliun kalau dirupiahkan," tukas dia. (Amd/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya