Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal/Ditjen Pajak Kementerian Keuangan ternyata memiliki data lebih lengkap dan akurat dibanding Panama Papers.
Data tersebut mencakup orang-orang Indonesia yang selama ini memiliki aset maupun harta kekayaan di luar negeri, terutama di negara-negara surga pajak (tax havens country).
Baca Juga
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan ada 18 negara suaka pajak yang menjadi surga bagi masyarakat Indonesia untuk mendirikan perusahaan dengan tujuan tertentu (Special Purpose Vehicle/SPV).
Advertisement
Sebanyak 18 negara surga pajak itu, diantaranya British Virgin Island, Panama, Cook Island, Singapura, Amerika Serikat (AS), Caymand Island, dan negara lainnya.
Baca Juga
"Saya sudah punya data resmi sejak Agustus tahun lalu dari otoritas pajak di negara-negara G20. Ada 18 negara tax havens dan SPV sebanyak 2.251 perusahaan. Kita punya nama banknya, nomor rekening, alamat di Indonesia, nomor paspor, dokumentasi e-mail dan jumlah uang atau simpanannya," ucap Ken saat Forum Dialog HIPMI, Jakarta, Rabu (13/4/2016). Â
Sementara dokumen Panama Papers, ia menjelaskan, hanya menguak sekitar 800 nama. Dokumen itu terdiri atas nama pebisnis dan politik Indonesia tanpa nama SPV, banknya tidak ada, jumlahnya, dan nomor rekening sampai jumlah aset atau harta kekayaan yang terparkir di negara Panama.
"Karena nomor rekening dan jumlahnya berapa tidak ada, ya susah mau mengenakan pajaknya. Tapi data Panama Papers hanya untuk mengkonfirmasi atau mencocokkan apakah Ditjen Pajak tidak punya," ucap Ken.
Ken menuturkan orang Indonesia yang masuk dalam daftar Panama Papers ada sekitar 800 orang, lalu tambahan dari data ICID sekitar 1.700, sehingga total data Warga Negara Indonesia (WNI) 2.580 orang. Sementara data Ditjen Pajak mencapai 6.510.
"Dari data saya, jumlah yang sama 2.040, jadi hampir 80 persen sama (data Panama Papers dan Ditjen Pajak). Itu ada alamat, nomor paspor, tapi yang penting nomor rekening dan nilai uang," ujar dia.
Ia mengaku bank-bank badan usaha milik negara (BUMN) mempunyai SPV di negara surga pajak. Yang celaka, kata Ken, Indonesia tidak mempunyai tax threaty dengan negara-negara surga pajak.
"Jadi di sinilah pentingnya pengampunan pajak (tax amnesty). Bukan semata-mata untuk penerimaan pajak saja, tapi yang penting uangnya bisa ditarik masuk ke Indonesia untuk pembangunan infrastruktur," ujar Ken. (Fik/Ahm)