Pengusaha: Indonesia Kini Kurang Menarik bagi Investor Migas

Kegiatan pencarian cadangan minyak dan gas (eksplorasi) di Indonesia kini sangat rendah.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 16 Mei 2016, 09:35 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2016, 09:35 WIB
20160308-Ilustrasi-Tambang-iStockphoto
Ilustrasi Tambang (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesian Petroleum Association (IPA) menyatakan, kegiatan pencarian cadangan minyak dan gas (eksplorasi) di Indonesia kini sangat rendah.  Jumlah sumur yang dibor beberapa tahun terakhir sangat sedikit dan tanpa temuan yang signifikan.  

Situasi ini diperparah dengan turunnya harga minyak pada 2014 hingga 2016 ini. Industri migas Indonesia berada pada tahap kritis karena produksi yang terus menurun dan permintaan yang terus meningkat, dalam beberapa dasawarsa terakhir.

Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengatakan,‎ penyebab dari penurunan kinerja eksplorasi di Indonesia beberapa dasawarsa terakhir disebabkan beberapa faktor.  Faktor tersebut di antaranya kondisi geologis yang kompleks, keterbatasan data, regulasi dan kebijakan fiskal yang kurang menarik.  


Peluang eksplorasi di Indonesia sebagian besar berada di lokasi yang terpencil, seperti Indonesia bagian timur, yang hanya terdapat sedikit infrastruktur dan jasa pendukung.

"Faktor ini berakibat pada mahal dan lamanya kegiatan eksplorasi dan produksi,"‎ kata Wajong, di Jakarta, seperti yang dikutip Senin (16/5/2016).

Menurut Wajong, saat ini industri hulu migas Indonesia kurang diminati investor, karena masih minimnya insetif dan ‎hambatan eksplorasi.

Sedangkan pada kondisi pasar seperti ini, Indonesia bersaing dengan negara lain untuk mendapatkan investasi yang semakin sulit didapatkan. Pasahal, kebijakan fiskal yang ditawarkan menjadi sangat penting ketika investor membandingkannya dengan peluang proyek di negara lain, terutama untuk proyek-proyek berisiko tinggi.

 “Kini, Indonesia menjadi negara yang kurang menarik bagi investor migas,” tegas Wajong.

‎Wajong mengungkapkan, Guna memberikan kepastian akan bagaimana bagi hasil Kontrak Kerjasama (KKS) antara pemerintah dan kontraktor KKS, hendaknya KKS disetujui menurut post-tax basis, bagi hasil untuk pemerintah didapatkan dari bagian pemerintah terhadap ekuitas migas tersebut ditambah pajak terhadap perusahaan induk dan anak perusahaan di Indonesia.

Untuk menjaga kesepakatan penting ini, pihak pemerintah menanggung dan membebaskan (assumed-and-discharged) pajak lainnya.  IPA menghendaki prinsip ini dapat diterapkan untuk tahap eksplorasi dan produksi.

Kepastian pajak akan didapatkan jika pemerintah menerapkan peraturan khusus (lex-specialis) pada rezim pajak untuk industri hulu migas. 

Insentif pajak seperti ini tentu akan membantu mempromosikan eksplorasi dan produksi migas di Indonesia. Insentif tersebut menunjukkan efek yang baik bagi investor yang dapat memberikan nilai tambah dan tingkat pengembalian investasi yang layak—oleh sebab itu, akan mendorong para investor melakukan kegiatan eksplorasi dan pengembangan di Indonesia.

 “IPA mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera memulai insentif eksplorasi dan menghapuskan hambatan-hambatan investasi untuk KKS baru dan KKS yang sedang berjalan,” ungkap Wajong. (Pew/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya