Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's Global Ratings sepakat memberikan rating BB+ dan B untuk peringkat utang Indonesia. S&P melihat, kerangka fiskal Indonesia telah meningkat.
Pada 1 Juni 2016 ini, S&P mengukuhkan peringkat BB+ untuk jangka panjang dan B untuk jangka pendek terkait peringkat sovereign credit (utang) Indonesia. Lembaga pemeringkat ini juga menegaskan axBBB+/axA-2 untuk peringkat Indonesia di ASEAN. Prospek untuk peringkat jangka panjang Indonesia dinilai positif.
S&P menyebut, setelah pemilihan umum pada Juli 2014 lalu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang memenangkan pemilu berhasil meningkatkan ruang fiskal dengan mengurangi subsidi energi (khususnya untuk bensin, diesel dan listrik), juga dengan memperketat administrasi pendapatan.
Advertisement
Baca Juga
Pemerintah kemudian mengalihkan penghematan ini untuk sektor energi dan infrastruktur transportasi juga program sosial yang ditargetkan. Pemerintah juga telah mengambil langkah untuk meningkatkan iklim berbisnis di Indonesia. Caranya dengan memangkas perizinan dan regulasi dalam berbisnis. Kemudian juga dengan mengubah insentif pajak untuk orang asing, meningkatkan infrastruktur, dan lainnya.
"Kita percaya perubahan ini bisa mempromosikan fleksibilitas kebijakan yang lebih baik," kata S&PGR, Rabu (1/6/2016).
Lebih jauh, ukuran ini bisa meningkatkan penghematan sektor publik, yang mana juga bisa membantu menahan current account deficit. Jadi, S&P memperkirakan tidak akan ada perlambatan seperti yang terlihat tahun lalu pada eksekusi program infrastruktur.
"Dengan kata lain, kita mengharapkan pemerintah tidak ragu untuk mengizinkan harga BBM ikut harga internasional," tambahnya.
S&P juga mengharapkan pemerintah Indonesia konsisten untuk meningkatkan infrastruktur, memangkas ketidakpastian kebijakan, dan juga menghapus rintangan birokrasi, demi mengkatrol potensi pertumbuhan Indonesia.
"Sehingga, kita bisa menjaga outlook positif untuk peringkat Indonesia," tulis S&P.
S&P menyebut, Indonesia adalah eksportir besar komoditas gas alam, batu bara, minyak sawit dan petroleum. Pertumbuhannya melambat ke angka sekitar 4,8 persen pada 2015, dari 5 persen pada 2014. Itu disebabkan oleh harga ekspor yang rendah, permintaan yang rendah dari China dan pelarangan ekspor mineral mentah.
"Kita memperkirakan GDP Indonesia akan naik 5 persen di 2016. Didukung oleh investasi sektor publik, yang kita perkirakan akan naik 6 persen. Proyeksi kita untuk pertumbuhan GDP tahunan Indonesia ke rata-rata 5,5 persen 2016-2019," tutupnya.
Penilaian S&P didasari ekspektasi tentang kinerja anggaran Indonesia pada target pemerintah untuk menjaga defisit fiskal di bawah 3 persen dari GDP dan utang di bawah 60 persen dari GDP. Jika reformasi subsidi berlanjut, itu bisa membentuk ruang tambahan bagi pemerintah untuk meningkatkan belanja modal.
"Kita mengestimasi defisit fiskal berada di level 2,7 persen dari GDP di 2016. Dibandingkan dengan 2,5 persen di 2015," sebutnya.
S&P Global Ratings juga memperkirakan defisit fiskal akan menghasilkan utang pemerintah berada di level 25 persen dari GDP di 2016, dan naik 27 persen pada 2019. (Zul/Ahm)