Jual Solar Non-Subsidi Tanpa Campuran Sawit Bakal Kena Sanksi

Untuk menegaskan sanksi ke badan usaha yang tidak mencampur biodiesel pada Solar non-subsidi, pemerintah akan mengubah aturan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 23 Sep 2016, 14:32 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2016, 14:32 WIB
20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menarik denda kepada badan usaha penjual Solar non-subsidi yang tidak mencampur dengan minyak sawit (biodiesel). Pemerintah mewajibkan kepada badan usaha penjual Solar untuk mencampurkan dengan biodiesel 20 persen guna mendorong program penyerapan biodiesel.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, pemerintah telah menetapkan sanksi bagi badan usaha penjual solar yang tidak mencampurnya dengan biodiesel sebesar Rp 6.000 untuk setiap liter.

"Untuk besaran sanksi sudah disepakati sebenarnya. Nanti untuk penerapan dari sanksi tersebut akan kami pertegas," kata Rida, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (23/9/2016).

Menurut Rida, untuk menegaskan sanksi ke badan usaha yang tidak mencampur biodiesel pada Solar non-subsidi, pemerintah akan mengubah Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 yang sebelumnya mengatur pencampuran 20 persen biodiesel pada Solar subsidi saja.

"Perpres nanti tidak hanya subisidi saja. Kalau kemarin yang sanksi Rp 6.000 hanya yang Solar subsidi. Sekarang Perpres akan diusulkan yang non-subsidi juga kena sanksi," tutur Rida.

Pencampuran biodiesel pada solar non-subsidi bertujuan untuk meningkatkan penyerapan biodiesel yang ditargetkan 5,5 juta kiloliter (KL).

Kementerian ESDM sedang mencari parameter untuk pencampuran biodiesel dengan Solar non-subsidi sebanyak 20 persen. Itu dilakukan agar saat penggunaan biodiesel naik karena adanya campuran ke solar non-subsidi, sementara pungutan ke pengusaha sawit yang mengekspor komoditas tetap dan cukup untuk menutupi subsidi biodiesel.

Rida mengungkapkan, salah satu peluang agar pungutan biodiesel tetap, tetapi cukup untuk menutupi subsidi meski volumenya bertambah adalah‎ dengan meningkatkan ekspor kelapa sawit dan turunannya.

‎Seperti diketahui, pungutan CPO jauh lebih tinggi ketimbang pungutan produk hilirisasi. Tarif pungutan sebesar US$ 10 per ton hingga US$ 50 per ton atas ekspor 24 jenis produk seperti tandan buah segar hingga biodiesel dari minyak sawit dengan kandungan metil ester lebih dari 96,5 persen. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya