Pengamat: Freeport Angkuh

Freeport Indonesia menolak untuk mengubah perjanjian dari KK menjadi IUPK.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 21 Feb 2017, 17:39 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2017, 17:39 WIB

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia dinilai terlalu angkuh karena tidak mau menerima kemudahan yang telah diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah telah memberikan izin ekspor konsentrat kepada Freeport Indonesia tetapi Freeport tidak mau syarat yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pengamat Sumber Daya Alam Ahmad Redi mengatakan, ‎jika Freeport mengikuti kebijakan pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, dengan mengubah status dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), maka Freeport bisa mengekspor ekspor konsentrat.

"Tinggal dengan mengubah status menjadi IUPK Freeport bisa mendapat dua manfaat. Manfaat pertama dia bisa langsung ekspor dan manfaat kedua dia mendapat kepastian perpanjangan," kata Ahmad, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Kamis (21/2/2017).

Ahmad melanjutkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tersebut, pemerintah mempercepat pengajuan perpanjangan operasi dari minimal sebelum dua tahun sebelum habis kontrak, menjadi lima tahun.

Menurut Redi, sebenarnya Pemerintah Indonesia telah memberikan kemudahan untuk Freeport, tetapi perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut angkuh dan tidak mau menerimanya. "Sebenarnya sudah asyik Freeport Indonesia, tapi dengan segala kemewahan mereka tidak mau," tutup Ahmad.

Sebelumnya pada 18 Februari 2017, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan bahwa pemegang Kontrak Karya dapat melanjutkan usahanya seperti sedia kala dan tidak wajib mengubah perjanjian menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sepanjang pemegang Kontrak Karya tersebut melakukan pengolahan dan pemurnian (hilirisasi) dalam jangka waktu 5 tahun sejak UU Minerba 4/2009 diundangkan (pasal 169 dan pasal 170).

Namun, bila pemegang Kontrak Karya (KK) belum melakukan hilirisasi sebagaimana dimaksud dalam UU Minerba tersebut, maka Pemerintah menawarkan kepada semua pemegang Kontrak Karya yang belum melakukan hilirisasi (membangun smelter) untuk mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK. Dengan demikian sesuai Pasal 102-103 UU No 4/2009, mereka akan tetap mendapat izin melakukan ekspor konsentrat dalam jangka waktu 5 tahun sejak PP No 1/2017 diterbitkan. Namun mereka tetap diwajibkan membangun smelter dalam jangka waltu 5 tahun.

Namun Freeport Indonesia menolak untuk mengubah perjanjian dari KK menjadi IUPK. Pemerintah memberikan hak yang sama di dalam IUPK dengan yang tercantum di dalam KK, selama masa transisi perundingan stabilitas investasi dan perpajakan dalam 6 bulan sejak IUPK diterbitkan. "Namun PTFI menyatakan tetap menolak IUPK dan menuntut KK tetap berlaku," tuturnya.

Dikatakan Jonan, PTFI telah mengajukan rekomendasi ekspor melalui surat No 571/OPD/II/3017 tanggal 16 Februari 2017 dengan menyertakan pernyataan komitmen membangun smelter. Sesuai IUPK yang telah diterbitkan, Dirjen Minerba menerbitkan rekomendasi ekspor pada 17 Februari 2017. "Menurut informasi yang beredar PTFI juga menolak rekomendasi ekspor tersebut," tuturnya.

"Saya berharap kabar tersebut tidak benar karena Pemerintah mendorong PTFI agar tetap melanjutkan usahanya dengan baik, sambil merundingkan persyaratan-persyaratan stabilisasi investasi," katanya. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya