Solusi Pemerintah Hindari PHK Karyawan Freeport

Kementerian ESDM telah memberikan rekomendasi izin ekspor konsentrat ke Freeport, tetapi perusahaan tersebut tidak mau memanfaatkannya.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Mar 2017, 17:15 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2017, 17:15 WIB
Terkait Izin Kontrak, Karyawan Freeport Gelar Unjuk Rasa
Ekspresi demonstran saat menggelar unjuk rasa di depan Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (7/3). Mereka meminta pemerintah agar tidak memaksakan perubahan Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Khusus Pertambangan (IUPK). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian ‎Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berusaha memberikan jalan keluar agar PT Freeport Indonesia bisa tetap beroperasi. Solusi tersebut diusahakan tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku. Langkah tersebut untuk menghindari adanya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Staf Khusus Menteri ESDM, Hadi M Djuraid, mengatakan, ‎pemerintah terus berunding dan telah memberikan solusi agar Freeport tetap beroperasi normal.

"Dalam perundingan ini, kami pilah antara solusi jangka pendek dan penyelesaian jangka panjang," kata Hadi, saat melakukan audiensi dengan Bupati Mimika, ‎di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Dalam jangka pendek, pemerintah telah mengubah status Freeport Indonesia dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Untuk diketahui, perubahan status KK mejadi IUPK merupakan salah satu syarat agar bisa mengekspor konsentrat.

Jika Freeport mau menerima pemberian perubahan status tersebut, ekspor konsentrat bisa dilakukan, sehingga kegiatan operasi bisa berjalan normal. Sambil melakukan pengkajian status IUPK, dan Freeport Indonesia bisa kembali mengubah status menjadi KK setelah menjalani status IUPK selama enam bulan.

"Dalam IUPK ada waktu enam bulan buat Freeport untuk mengkaji untung rugi. Kalau tidak nyaman dengan IUPK silakan berubah KK lagi," tutur Hadi.

Kementerian ESDM juga telah memberikan rekomendasi izin ekspor konsentrat ke Freeport. Namun, perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut tidak mau memanfaatkan fasilitas tersebut.

Menurut Hadi, ‎dua jalan keluar tersebut merupakan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas operasi Freeport, sehingga PHK karyawan bisa dihindari.

"Kita sudah memberikan jalan keluar seperti itu, tapi Freeport Indonesia berkeras tidak menggunakan rekomendasi itu," ‎tutup Hadi.

Untuk diketahui, ratusan karyawan PT Freeport ‎Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) mendatangi Kementerian ESDM di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta. Mereka meminta pemerintah segera menyelesaikan konflik yang terjadi dengan perusahaannya.

‎Juru Bicara GSPF Virgo Solossa mengatakan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 beserta turunannya membuat Freeport tidak bisa mengekspor mineral olahan (konsentrat).

Sebab, aturan tersebut menetapkan beberapa syarat untuk mendapatkan izin ekspor. Syarat itu antara lain Freeport yang harus mengubah status Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus.‎ Hal ini menjadi salah satu poin yang sedang dinegosiasikan Pemerintah Indonesia dan Freeport.

"Aturan tersebut mengakibatkan Freeport Indonesia terpaksa menghentikan ekspor konsentratnya sejak 19 Januari 2017," kata Virgo, Selasa (7/3/2017).

Virgo mengatakan, karyawan Freeport berharap polemik antara kedua belah pihak tersebut segera terselesaikan. Nasib karyawan saat ini sedang di ujung tanduk karena terancam terkena PHK.

PHK dilakukan karena akibat tidak bisa mengekspor konsentrat, perusahaan terpaksa melakukan penyesuaian dengan mengurangi kegiatan operasi. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya