Ingin Tunjangan Kinerja PNS Naik? Ini Persyaratannya

Besaran Tukin di Kementerian keuangan menjadi patokan bagi K/L lain.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 22 Jul 2017, 11:00 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2017, 11:00 WIB
Ilustrasi PNS Naik Gaji
Ilustrasi PNS Naik Gaji

Liputan6.com, Jakarta Hasil evaluasi reformasi birokrasi yang dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) sejak tahun 2014 merupakan salah satu parameter dalam pemberian tunjangan kinerja (Tukin) bagi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian/Lembaga.

Namun hal itu tidak diperuntukkan bagi tiga K/L yang menjadi pilot project reformasi birokrasi pada 2008. Ketiga K/L dimaksud adalah Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung (MA), yang sudah mendapatkan Tukin 100 persen.

“Selain tiga instansi tersebut, saat ini belum ada kementerian/lembaga yang memperoleh Tukin 100 persen,” ujar Sekretaris Kedeputian Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan (RB Kunwas) Didit Noordiatmoko di Jakarta, Sabtu (22/7/2017).

Dia menjelaskan, besaran Tukin di Kementerian keuangan menjadi patokan bagi K/L lain. Ada yang baru menerima 47 persen, 60 persen, 70 persen dan 80 persen.

Kalau ada K/L yang indeks reformasi birokrasinya mengalami peningkatan, bisa saja mengajukan usulan kenaikan Tukin ke Kementerian PANRB. Meskipun demikian, keputusan naik-tidaknya Tukin suatu instansi pemerintah sangat tergantung kemampuan keuangan negara.

Didit menambahkan, hingga saat ini Kementerian PANRB masih fokus pada reformasi birokrasi K/L, meskipun evaluasi juga dilakukan terhadap 34 provinsi dan 59 kabupaten/kota.

Untuk pemda, pengaturan mengenai tunjangan kinerja tergantung kemampuan masing-masing daerah, tidak semata-mata berdasarkan indeks reformasi birokrasi.

“Kalau memang anggarannya mencukupi, bisa saja mereka memberikan atau menaikkan Tukin,” imbuhnya seraya menambahkan agar pemda mempertimbangkan hasil evaluasi.

Ada dua aspek yang menjadi parameter dalam evaluasi reformasi birokrasi, yakni delapan area perubahan reformasi birokrasi, yakni Mental Aparatur, Pengawasan, Akuntabilitas, Kelembagaan, Tatalaksana, SDM Aparatur, Peraturan Perundang-Undangan, dan Pelayanan Publik. Pada kelompok ini, diberikan bobot penilaian sebesar 60 persen.

Komponen penilaian kedua adalah dari survei yang dilakukan Badan Pusat Statistisk (BPS) yang bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu, ada survei indeks reformasi birokrasi yang dilakukan pihak ketiga yang bersifat independen. Survei ini untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap reformasi birokrasi di suatu instansi pemerintah. Bobot penilaian untuk komponen kedua ini sebesar 40 persen.

Didit mengaku pihaknya kini tengah menyusun perubahan Peraturan menteri PANRB No. 14/2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. Perubahan itu lebih diarahkan untuk meningkatkan kualitas reformasi birokrasi.

“Kalau selama ini baru sebatas melaksanakan e-formasi, ke depan e-formasinya harus sudah benar,” ujar Didit memberikan contoh.

Lebih lanjut dia mengatakan, ke depan penilaian akan dilakukan berdasarkan Indeks Kinerja Utama (IKU). Baik IKU organisasi, IKU unit kerja hingga IKU individu. Dengan demikian PNS yang  kinerjanya rendah maka tunjangannya juga rendah.

Tonton video menarik berikut ini:

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya