MUI: Hati-Hati Pakai Dana Haji untuk Investasi

Dana tersebut dinilai murni uang umat yang tidak boleh dipindahkan tangankan atau dimanfaatkan untuk kepentingan lain tanpa persetujuan.

oleh Nurmayanti diperbarui 28 Jul 2017, 13:23 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2017, 13:23 WIB
Jemaah haji Indonesia
Jemaah haji Indonesia. (Liputan6.com/Anri Syaiful)

Liputan6.com, Jakarta Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) berhati-hati menggunakan dana atau uang jemaah haji untuk berinvestasi di bidang infrastruktur.

Dana tersebut dinilai murni uang umat yang tidak boleh dipindahkantangankan atau dimanfaatkan untuk kepentingan lain tanpa persetujuan pemiliknya.

"Sebelum hal tersebut dilakukan, hendaknya BPKH melakukan konsultasi dengan berbagai pihak, baik dengan ormas Islam, khususnya dengan MUI, tokoh-tokoh ulama maupun dengan para ahli finansial," ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/7/2017).

Menurut dia, harus ada kajian secara mendalam, baik dari aspek finansial maupun aspek syariah. Apalagi ini menyangkut uang umat yang jumlahnya tidak sedikit. "Jadi prinsip kehati-hatian harus benar-benar dijaga," dia menambahkan.

Dana haji](3037747 "") yang dimaksud adalah biaya pendaftaran calon jemaah haji agar mendapat porsi keberangkatan. Dana ini biasa disebut dana awal Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH). Jumlah uang setoran awal jemaah haji sampai dengan tahun 2016 sudah mencapai Rp 95,2 triliun.

Dia mengatakan, dana setoran awal haji selama ini hanya dimanfaatkan untuk mensubsidi biaya pelaksanaan ibadah haji. Itu pun hanya diambil dari nilai manfaat dari hasil investasi di SUKUK atau Surat Berharga Negara Syariah, sehingga meringankan biaya calon jemaah haji pada musim haji tahun berjalan.

Dia mengakui, akumulasi dana haji setiap tahun semakin besar seiring meningkatnya animo masyarakat. Ini ditambah dengan masuknya dana dari hasil efisiensi penyelenggaraan haji tahun sebelumnya dan tambahan dana dari manfaat bagi hasil penempatan BPIH di bank atau pun SUKUK/SBN Syariah di berbagai investasi yang dianggap aman.

"Dalam kaidah fiqih disebutkan, prinsip mencegah kerusakan itu harus didahulukan daripada membangun kemaslahatan," dia menandaskan.

Presiden Joko Widodo sebelumnya menilai dana haji umat yang mencapai Rp 90 triliun sebaiknya diinvestasikan di tempat aman, sehingga menguntungkan, seperti pembangunan infrastruktur. Dengan demikian, hasil investasi yang aman dapat mensubsidi biaya haji yang diharapkan menekan ongkos.

"Kedua, dari sisi pengelolaan keuangannya. Paling penting di sini, bagaimana uang yang ada, dana yang ada bisa dikelola diinvestasikan ke tempat yang memberikan keuntungan yang baik. Sehingga dari keuntungan itu bisa dipakai untuk mensubsidi biaya, sehingga nanti bisa lebih turun terus," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Negara, Rabu, 26 Juli 2017.

Lebih lanjut ia menuturkan, skema pengelolaan haji seperti ini juga dilakukan oleh negara-negara lain seperti Malaysia.

"Ini yang kita lihat di negara-negara lain. Misalnya untuk haji Malaysia caranya memang seperti ini. Saya kira nanti badan ini bisa melihat-lah, bagaimana negara-negara lain, karena kita ini paling gede, hajinya paling banyak. Kalau pengelolaan dilakukan dengan baik, saya kira ini akan memberikan keuntungan yang baik kepada siapa pun, terutama masyarakat yang mau pergi haji," ujar dia.

Tonton video menarik berikut ini:

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya