3 Risiko Investasi yang Paling Ditakuti, Apa Saja?

Risiko yang paling ditakuti orang ketika berinvestasi umumnya adalah "Apakah uang saya akan hilang?"

oleh Safir Senduk diperbarui 18 Agu 2017, 18:00 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2017, 18:00 WIB
Safir Senduk, Risiko dalam investasi (Abdillah)
Safir Senduk, Risiko dalam investasi (Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Beranda media sosial saya penuh dengan unggahan teman-teman soal peringatan Hari Kemerdekaan RI.

Ada yang ikut upacara, ada yang ikut perayaan di kantor, ada juga yang ikut lomba yang dilakukan dalam kompleks-kompleks perumahan. Tidak hanya itu, banyak juga yang sekedar memotret acara 17-an di tivi, dan mengunggahnya di media sosial, disertai kata-kata status berupa doa agar negeri ini panjang umur.

Luar biasa semangatnya.

Memang, Indonesia sekarang beda dengan Indonesia di 1945-1949. Waktu Indonesia memerdekakan diri pada 1945, Belanda yang masih menganggap Indonesia adalah bagian dari koloni, merasa tidak terima dan akhirnya mengirim tentara untuk membatalkan kemerdekaan tersebut. Ini disebut Perang Kemerdekaan.

Jadi, dengan proklamasi kemerdekaan yang dianggap sepihak oleh Belanda, Indonesia sebenarnya berada dalam risiko. Risiko apa? Risiko bahwa Belanda akan mengambil kembali kemerdekaan itu. Ini bisa dipahami mengingat proklamasi kemerdekaan pada 1945 dianggap dilakukan tanpa persetujuan Belanda.

Solusinya? Ya Indonesia harus melobi negara-negara lain untuk mendesak Belanda agar mau menyetujui kemerdekaan yang dilakukan itu. Akhirnya Belanda mengambil jalan tengah, yaitu mengakui kedaulatan Indonesia di Konferensi Meja Bundar tahun 1949, dan selama puluhan tahun tidak mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945, sebelum akhirnya mengakuinya pada beberapa tahun lalu.

Itu Indonesia, yang pada 1945-1949 mengalami masa yang penuh risiko dan gejolak.

Dalam dunia keuangan, investasi yang kita lakukan seringkali juga penuh dengan risiko. Kalau Anda berinvestasi, maka pertanyaan yang paling sering muncul adalah: Beranikah saya mengambil risiko?

Oke, katakan Anda punya Rp 50 juta, dan Anda bingung apakah akan menaruhnya di bank atau di tempat lain. Kalau ditaruh di bank, Anda mungkin merasa aman, tapi hasilnya kecil. Sebaliknya, kadang banyak muncul tawaran investasi di tempat lain dengan hasil lebih besar, tapi risikonya mungkin juga besar.

Nah, dari pengalaman saya selama ini, biasanya hanya ada 3 risiko yang paling ditakuti orang ketika mereka berinvestasi:

1. Saldo hilang atau berkurang

Risiko yang paling ditakuti orang ketika berinvestasi umumnya adalah: "Apakah uang saya akan hilang?" Kebanyakan orang mungkin menjawab tidak kalau ditanya seperti itu.

Iyalah, mana ada, sih orang yang mau kehilangan uang? Tapi masalahnya, yang namanya risiko pasti ada dalam setiap investasi. Hanya bedanya adalah di ukurannya.

Ada produk investasi yang risikonya cukup besar, ada yang sedang, ada yang kecil. Yang jelas, satu hal yang paling ditakuti orang, sekali lagi adalah: "Apakah uang saya akan hilang?"

Nah, kalau Anda yakin bahwa uang Anda nggak mungkin hilang, bagus. Tapi, mungkin ada risiko lain. Hilang sih enggak, tapi kalau rugi bisa saja saldo turun.

Jadi sekarang kalau Anda investasi, seberapa besar penurunan saldo yang bersedia Anda tanggung kalau Anda rugi? 10 persen? 30 persen? 50 persen? Atau 100 persen?

Berapapun besar kerugian yang bersedia Anda tanggung, ingatlah, itu adalah bagian dari berinvestasi. Jangan pernah mengharapkan Anda akan terus-menerus untung.

Namanya kerugian, sesekali memang harus dialami. Kalau tidak mengalami sendiri, ya tidak belajar, kan? Lalu apa solusinya? Ketahuilah bahwa hanya ada dua macam investasi, yaitu:

a. Investasi pendapatan tetap

Yaitu investasi yang saldo nominal yang Anda tanam tidak akan berkurang dan hasil yang Anda dapatkan adalah berupa pendapatan tetap seperti bunga deposito atau sewa properti.

b. Investasi pertumbuhan

Yaitu investasi yang hasilnya bukan berupa pendapatan tetap tapi berupa kenaikan harga, emas misalnya. Investasi kedua ini yang bisa memberikan risiko uang hilang atau berkurang saldo, tapi, kalau potensi untung alias hasilnya bisa lebih - bahkan jauh lebih - besar dibanding jenis investasi yang pertama.

Nah, kalau Anda tidak ingin mengalami risiko uang hilang atau saldo berkurang, Anda bisa saja tidak memilih jenis investasi yang kedua, tapi jenis investasi yang pertama, yaitu investasi pendapatan tetap.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Hasil

2. Hasil Kecil

Risiko kedua yang juga ditakuti orang adalah bahwa hasil investasi yang didapat akan kecil. Sebenarnya hasil besar atau kecil itu relatif ya. Tapi bolehlah kita kasih ukuran bahwa sebaiknya sih hasil investasi baru dianggap kecil kalau persentase hasilnya lebih kecil daripada persentase inflasi.

Sekarang bayangkan bagaimana rasanya kalau Anda taruh uang di deposito yang memberikan bunga 6 persen setahun, sedangkan dalam setahun harga barang dan jasa malah naik 10 persen.

Ini sering terjadi seringkali bukan karena inflasi yang tinggi, tetapi karena produk investasi yang Anda pilih itu tidak pas. Oke, mungkin bisa saja beberapa dari Anda memilih produk investasi yang konservatif seperti produk investasi pendapatan tetap macam deposito.

Tapi risikonya, seringkali produk seperti ini jasil investasinya kecil, tidak bisa menyamai kenaikan harga barang dan jasa pada tahun terakhir.

Nah, kalau itu terus Anda alami tiap tahun, ini berarti daya beli Anda menyusut.

Apa yang harus Anda lakukan dalam menghadapi risiko ini? Jangan menutup diri terhadap informasi. Pelajari produk-produk investasi lain yang mungkin Anda belum tahu, - utamanya produk-produk investasi pertumbuhan - dan coba belajar investasi ke situ. Ini karena produk-produk investasi pertumbuhan kebanyakan bisa memberikan hasil yang cukup baik, mengalahkan inflasi.

Likuid

3. Sulit dijual

Risiko terakhir yang paling ditakuti orang ketika berinvestasi - terutama kalau investasi itu ke jenis investasi pertumbuhan - adalah apakah produk investasi yang dibelinya itu mudah untuk dijual kembali.

Beberapa orang mungkin senang investasi emas karena emas dianggap mudah dijual kembali. Akan tetapi, ada juga orang yang investasi ke dolar AS, dan dolar AS tersebut cepat-cepat dimasukkannya ke bank. Ini karena kalau dolar AS itu disimpan di lemari, maka kondisi fisik dari kertas uang mungkin akan menurun, dan itu kadang-kadang akan menyulitkan kalau suatu hari nanti dolar AS itu mau dijual lagi.

Maklum, beberapa bank seringkali tidak mau membeli mata uang asing Anda bila kondisi uang kertasnya robek, rusak atau kumal.

Contoh lain dari produk investasi yang tidak selalu mudah untuk dijual kembali adalah barang-barang Koleksi. Barang-barang koleksi umumnya tidak selalu mudah dijual kembali karena pasar pembeli barang-barang ini sangat spesifik.

Lukisan misalnya, karena pasar yang spesifik, tidak selalu mudah menjual lukisan, apalagi ke orang yang awam. Tapi, kalau sudah ketemu orang yang ngerti, maka sekali terjual bisa saja harganya sangat tinggi dan memberikan untung yang lumayan buat orang yang menjualnya.

Rumah juga begitu. Misalnya Anda investasi dengan cara beli rumah di daerah pinggir kota. Apakah tiap tahun nilainya naik? Naik sih. Tapi pas Anda mau jual lagi, sulitnya setengah mati.

Jadi, sebelum Anda memutuskan untuk berinvestasi, ketahui lebih dulu seberapa mudahnya produk investasi Anda bisa dijual kembali. Jangan sampai Anda invest tapi kelak sulit atau tidak bisa dijual lagi.

Itu saja. Semoga di hari kemerdekaan ini, Anda juga merdeka dari 3 risiko investasi yang paling ditakuti.

Safir Senduk & Rekan

Telepon: (021) 2783-0610
HP: 0818-770-500 (Dala Rizfie-Manajer)
Twitter/Instagram: @SafirSenduk

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya