Sangat Berisiko jika Pemerintah Jual BUMN

BUMN memiliki kewajiban untuk menjaga stabilitas harga beras, garam, penyerapan gabah dan garam dari pertanian rakyat.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 29 Sep 2017, 16:44 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2017, 16:44 WIB
Kementerian BUMN.
Kementerian BUMN.

Liputan6.com, Jakarta - Isu menjual Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mencuat. Hal ini diawali dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan bahwa jumlah BUMN terlalu banyak dan cenderung menguasai ekonomi negara yang mengakibatkan persaingan bisnis tidak fair.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus mengatakan, apa yang disampaikan Menko Luhut tersebut sangat berisiko bagi negara. Risiko ini dikarenakan BUMN selama ini memegang peran penting dalam penggerak ekonomi dasar.

Sebagai peranjangan tangan dari pemerintah, selama ini BUMN memiliki kewajiban dalam penyediaan listrik untuk kepentingan umum dan memiliki kewajiban untuk menjaga kebutuhan BBM nasional (termasuk BBM satu harga).

BUMN juga memiliki kewajiban untuk menjaga stabilitas harga beras, garam, penyerapan gabah dan garam dari pertanian rakyat, memiiki kewajiban untuk menjamin akses air bersih kepada masyarakat, dan lain sebagainya.

"Oleh karenanya, semua hal tersebut harus diselenggarakan BUMN agar kedaulatan atas kekayaan alam, kedaulatan ekonomi dan pelayanan kebutuhan dasar publik tetap berada di tangan negara dan negara bisa mengendalikan secara langsung. Tidak bisa kita bayangkan jika kebutuhan dasar itu diselenggarakan oleh swasta melalui pendekatan korporasi, sehingga negara tidak dapat mengendalikan (kapitalis)," kata Yunus dalam keterangan tertulis, Jumat (29/9/2017).

Dijelaskannya, BUMN didirikan sebagai amanah Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan ikrar konstitusi ekonomi bangsa Indonesia, yaitu sebagai bentuk penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Atas kebutuhan dari 2 unsur tersebut BUMN ada, yaitu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.

Terkait dengan dominasi BUMN dalam perekonomian nasional, menurut Yunus, hal ini perlu diluruskan. Selama ini, dominasi BUMN hanya pada industri yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak seperti yang disebutkan sebelumnya.

Baginya, peran swasta saat ini cukup besar dalam perekonomian nasional seperti di sektor Perbankan, agrobisnis –holtikultura, konstruksi, properti, transportasi dan masih banyak lagi dan BUMN tidak leading di sektor-sektor itu, sejauh ini sudah cukup partisipatif dan memberikan ruang yang luas bagi swasta. Malah sebaliknya ada industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak masih belum dikuasai oleh BUMN.

"Tidak bisa menjadikan Singapura, China sebagai tolak ukur sistem ekonomi dan tingkat partisipasi swasta untuk industri di Indonesia, karena negara-negara tersebut memiliki perbedaan mendasar yaitu ideologi yang menjadi prinsip dan identitas sebuah negara, termasuk kritik dari Bank Dunia, karena Bank Dunia lahir dari pengaruh kapitalisme global yang tentu sangat bertentangan dengan Pancasila," tutup dia. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya