Aturan Holding Migas Bakal Rilis Sebelum April 2018

Aturan pembentukan holding migas tinggal menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

oleh Septian Deny diperbarui 28 Feb 2018, 17:09 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2018, 17:09 WIB
BI Resmi Luncurkan Gerbang Pembayaran Nasional
Menteri BUMN Rini Soemarno memberi sambutan dalam launching Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) di Gedung BI, Jakarta, Senin (4/12). GPN bisa menekan biaya investasi dan infrastruktur bagi perbankan karena dapat dipakai bersama. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyatakan aturan terkait pembentukan holding BUMN di sektor minyak dan gas (migas) atau holding migas antara PT Pertamina dan PT PGN diterbitkan paling lambat April 2018. Aturan tersebut nantinya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).

Rini mengungkapkan, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PGN beberapa waktu lalu, para pemegang saham telah setuju soal pembentukan holding migas. Dengan demikian tinggal menunggu PP pembentukan holding ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"RUPS-nya memang kalau RUPS PGN sudah, kami sudah mendapatkan approval dari pemegang saham minoritas dengan jangka waktu dua bulan," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/2/2018).

Dengan ada persetujuan dari para pemegang saham, lanjut dia, maka proses pembentukan holding ini tinggal menunggu payung hukumnya ditandatangani oleh Presiden Jokowi.

"Jadi ya bulan akhir Maret ini atau permulaan April. Setelah Perpres ditandatangani Bapak Presiden. (Sebelum April?‎) Iya lah," kata dia.

Selain itu, Rini mengatakan, yang terpenting dari pembentukan holding migas yaitu bagaimana meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu yang ingin dicapai yaitu masyarakat dan industri bisa mendapatkan harga gas yang murah.‎‎‎

"Yang utamanya betul yang Ibu Menteri Keuangan katakan, bahwa pelayanan kita kepada masyarkat akan mejadi lebih baik. Karena juga dengan investasi yang efisien kita bisa menjangkau lebih banyak pelanggan, sehingga banyak pelanggan-pelanggan bisa menikmati harga gas yang murah. itu harapan kita," ujar dia.

‎‎

‎Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Tunggu Diteken Presiden Jokowi

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Sebelumnya, aspek legalitas induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas (migas) tidak lama lagi akan terpenuhi. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) holding migas sejauh ini sudah ditandatangani oleh para menteri terkait dan hanya tinggal menunggu Presiden Joko Widodo membubuhkan persetujuan.

"(RPP) Sudah dapat paraf semua menteri terkait dan diajukan ke Presiden lewat Setneg (sekretariat Negara). Setelah ditandatangani Presiden, jadi PP," kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Harry Fajar Sampurno kepada wartawan di Jakarta, Jumat 2 Februari 2018.

Nantinya, setelah PP terbit, maka aspek legal pembentukan holding hanya tinggal dilanjutkan dengan penandatanganan akta inbreng saham.

"Tapi dari aspek korporasi setelah PP nanti harus dibuat Keputusan Menkeu mengenai nilai pengalihan," sambung Harry.

Sebelumnya, Lembaga riset Wood Mackenzie menyebutkan, ada sejumlah keuntungan yang akan didapat oleh Pertamina bila proses pembentukan holding BUMN migas terealisasi.

Di antaranya, Pertamina bisa memanfaatkan basis pelanggan PGN untuk memperluas jangkauan pemasaran perusahaan. Sekaligus diharapkan bisa menghindarkan Pertamina dari risiko kelebihan kontrak gas alam cair atau Liquid Nature Gas (LNG).

Pertamina sejak 2014 lalu telah menandatangani kontrak impor gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) sebesar 1,5 juta ton per tahun dari Cheniere Corpus Christi, perusahaan asal Amerika Serikat.

Kontrak pembelian LNG ini dibuat karena diperkirakan Indonesia butuh gas impor mulai 2019. Dalam neraca gas bumi yang disusun Kementerian ESDM disebutkan, Indonesia butuh impor gas sebanyak 1.777 bbtud pada 2019, 2.263 bbtud pada 2020, 2.226 bbtud di 2021, 1.902 bbtud tahun 2022, 1.920 bbtud di 2023, 2.374 bbtud pada tahun 2024, dan 2.304 bbtud di 2025.

Sayangnya, infrastruktur penerima gas yang dimiliki Pertamina saat ini masih belum cukup untuk menampung dan mendistribusikan gas tersebut.‎‎

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya