Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Produsen Listrik Indonesia (APLSI) mengklaim bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) telah menggunakan teknologi canggih yang rendah polusi serta yang dapat menangkat karbon hasil pembakaran. Dengan teknologi tersebut maka bisa APLSI menolak tudingan bahwa PLTU tidak ramah lingkungan.
Ketua Harian APLSI Arthur Simatupang mengatakan, masyarakat dan pemerintah tidak perlu khawatir dengan polusi yang ditimbulkan dari PLTU. Sebab PLTU saat ini menggunakan teknologi yang sangat ramah lingkungan.
“Tak perlu khawatir dengan pembangunan PLTU. Saat ini PLTU sudah menggunakan ultra super critical yang lebih ramah lingkungan,” kata Arthur, di Jakarta, Jumat (27/4/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dengan inovasi dan perkembangan teknologi, pembangkit listrik mengalami perubahan drastis dalam 10 tahun terakhir.
Teknologi lama subcritical mulai ditinggalkan dan beralih ke teknologi yang modern yaitu teknologi ultra super critical (USC). Teknologi tersebut memiliki tekanan dan temperatur uap lebih besar 26 Mpa dan 700 Celcius, sehingga lebih efisien 50 persen.
Di Pulau Jawa, ada beberapa PLTU yang memerlukan USC seperti PLTU Jawa 7, PLTU Jawa 9, PLTTU Jawa 10, PLTU Cirebon 2 dan PLTU Cilacap.
Sayangnya, meskipun telah menggunakan teknologi ramah lingkungan, beberapa pembangkit berbahan bakar batu bara yang telah menerapkan HELE (High Efficiency Low Emission) mengalami kendala, seperti tahap perizinan lahan, perizinan lingkungan dan pembebasan lahan.
Dia pun menginginkan pemerintah peduli terhadap hal ini. PLTU yang ramah lingkungan perlu dukungan, seperti kepastian hukum dan kepastian investasi secara jangka panjang.
“Pemerintah seakan lepas tangan. Harusnya, pembangunan PLTU itu didukung dengan berbagai upaya agar mendapatkan kepastian hukum dan kepastian investasi. Mungkin bisa disosialisasikan bahwa PLTU itu sekarang sudah ramah lingkungan,” tandasnya.
Tulang Punggung
Sebelumnya, PT PLN (Persero) masih membutuhkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Alasannya, PLTU bisa menghasilkan listrik dengan harga yang murah sehingga perusahaan bisa efisien.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PLN Amir Rosidin mengatakan, harga listrik dari PLTU merupakan yang paling murah di antara pembangkit jenis lain. Saat ini, harga listrik dari PLTU di angka USD 4 sen sampai USD 5 sen per kilowatt hour (kWh).
Dengan dasar tersebut, PLN terus mengutamakan pembangunan PLTU. "PLTU memang sekarang jadi pilihan utama, itu yang paling murah," jelas Amir pada 25 April 2018.
Harga listrik yang murah akan menghasilkan beban tarif listrik yang rendah. Dampaknya, masyarakat bisa menjangkaunya dan industri mampu lebih bersaing dengan negara lain.
"Karena lebih murah, kami bangun PLTU terus. Kami bisa jual listrik murah ke industri, tarif bisa turun sehingga industri berkembang," ujarnya.
Selain itu, PLTU juga digunakan sebagai andalan pasokan listrik untuk memenuhi daerah yang masih mengalami defisit listrik. Dalam program kerja PLN pun PLTU masih menjadi andalan.
"Kami harus menutupi pemandaman yang lama dengan membangun pembangkit. Masih dibutuhkan sesuai dengan program kita," tuturnya.
Advertisement