Turki Butuh Bantuan IMF Usai Kepercayaan Investor Tergerus

Turki menghadapi mata uang lira tertekan dan suku bunga tinggi sehingga menjadi masalah bagi ekonomi negara tersebut.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Jun 2018, 09:36 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2018, 09:36 WIB
Keakraban Erdogan, Putin, Rouhani Saat Bahas Perdamaian Suriah
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara dalam menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Hassan Rouhani terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Liputan6.com, Jakarta - Turki dinilai harus mengikuti Argentina untuk berdikusi dengan the International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional untuk menyepakati pinjaman baru. Hal itu mengingat investor tidak lagi memiliki keyakinan terhadap kebijakan ekonomi negara tersebut.

IMF yang terakhir menalangi Turki pada satu dekade lalu tampaknya juga bersiap memberikan bantuan usai lira merosot ke level terendah terhadap dolar Amerika Serikat pada Mei. Aksi jual terbaru didorong komentar Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang membuat investor khawatir. Ia menyatakan akan mengambil lebih banyak kendali kebijakan moneter dan memangkas suku bunga setelah pemilihan pada 24 Juni.

"IMF adalah jangkar dan negara membutuhkan dorongan kepercayaan. Dia (Erdogan) merusak kepercayaan diri begitu buruk di London,” ujar Tim Ash, Senior Emerging Markets Strategist Blue Bay Asset Management, seperti dikutip dari laman ahvalnews6.com, Minggu (17/6/2018).

Sejak Erdogan memberikan pernyataan pada 14 Mei, Bank Sentral Turki telah menaikkan suku bunga acuan dengan total 425 basis poin menjadi 17,75 persen. Suku bunga tersebut tertinggi di negara berkembang di luar Argentina. Sebelumnya Argentina setuju kesepakatan dana siaga USD 50 miliar dengan IMF pada 7 Juni.

Namun, tindakan suku bunga meski disambut oleh pasar telah gagal untuk menghentikan keburukan di pasar keuangan Turki karena para investor cemas atas apa yang mungkin dilakukan untuk kebijakan ekonomi setelah pemilihan presiden dan parlemen pekan depan.

Lira berada di posisi 4,73 per dolar Amerika Serikat pada pekan lalu. Pergerakan lira mendekati level terendah 4,92 pada 23 Mei saat para pejabat bank sentral bertemu untuk melakukan rapat darurat menaikkan suku bunga 300 basis poin untuk membendung krisis mata uang.

Keprihatinan investor terhadap Turki tumbuh setelah Erdogan mengancam sanksi terhadap lembaga pemeringkat Moody’s pada pekan ini. Ekonom senior  Cemil Ertem menyebutkan suku bunga tinggi didorong stimulus pemerintah belum kendalikan inflasi menjadi 12,2 persen pada Mei.

Pada Maret, Moody’s telah memangkas peringkat utang Turki menjadi "junk" atau tak layak investasi. Selain itu juga memperingatkan kalau rencana Erdogan memperkenalkan sistem presidensial penuh usai pemilu akan mengikis kepercayaan dan keseimbangan serta kebijakan ekonomi lebih sulit diprediksi.

Pergerakan mata uang juga menunjukkan barometer kepercayaan terhadap sebuah negara. Demikian saat lira tergelincir terhadap dolar AS. Lira melemah juga mengungkapkan utang luar negeri jangka pendek yang dimiliki perusahaan Turki mencapai USD 226,8 miliar. Apalagi perseroan tidak lakukan hedging atau lindung nilai utang tersebut. Ketika lira melemah, begitu pula kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar kembali pinjaman.

Beberapa perusahaan besar termasuk Yildiz Holding, pembuat cokelat Godiva telah mengajukan permohonan kepada bank lokal untuk kembali negosiasikan persyaratan pinjaman miliaran dolar AS.

 

Selanjutnya

Logo IMF
(Foto: aim.org)

Utang bermasalah di perusahaan besar mungkin hanya puncak gunung es karena bisnis lebih kecil tidak melaporkan rencana tersebut. Kinerja keuangan bank-bank di Turki pada kuartal I yang dirilis pada April dan Mei menunjukkan lonjakan risiko pinjaman. Pinjaman yang direstrukturisasi di Akbank, salah satu bank terbesar di negara itu hampir tiga kali lipat menjadi 22,3 miliar lira atau USD 4,7 miliar.

"Kuncinya adalah utang jangka pendek. Jika ada sesuatu yang membahayakan di sana, maka mereka harus pergi ke IMF," ujar Ash.

Cadangan mata uang asing bank sentral pun semakin menipis. Pengurangan investasi asing dan portofolio aliran dana telah memaksa bank membelanjakan uang tunai untuk mendanai defisit transaksi berjalan yang mencapai 6,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada April 2018. Cadangan devisa Turki hanya USD 26 miliar. Hal itu membuat Turki terbatas untuk menyalurkan uang tunai kepada bank jika terjadi tekanan yang ekstrem. Dengan dana IMF akan bantu perkuat bank sentral.

Ekonom Nomura, Inan Demir menilai, program IMF tidak penting bagi Turki saat ini. Namun kesepakatan dapat digunakan untuk meningkatkan cadangan devisa bank sentral, mempercepat reformasi struktural dan menempatkan para ahli dari luar di lembaga ekonomi Turki.

"Yang lebih penting adalah keyakinan kebijakan yang didukung IMF akan dikuatkan. Kemenangan oposisi dalam pemilihan presiden dan parlemen pekan depan mungkin membuat kurang kesepakatan. Oleh karena itu akan berikan dorongan untuk sentimen investor,” ujar dia.

Jajak pendapat mengatakan partai yang didirikan Erdogan yaotu Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dapat kehilangan suara mayoritas di legislatif dari partai oposisi utama di Turki yaitu Partai Rakyat Republikan (CHP). Penantang Erdogan yaitu anggota parlemen Turki Muharrem Ince. Ia duduk sebagai anggota parlemen sejak 2002. Ia dikenal sebagai salah satu pengkritik keras Erdogan.

Tingkat bunga lebih tinggi di Turki juga memperparah masalah bagi ekonomi secara keseluruhan. Ekonomi Turki tumbuh 7,4 persen pada kuartal I 2018. Kenaikan suku bunga Turki termasuk tercepat dari 34 anggota kelompok negara industri atau OECD.

Kenaikan suku bunga diperkirakan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dapat menyebabkan kontraksi pada kuartal III 2018 lantaran bank akan memberikan biaya pinjaman lebih tinggi kepada nasabah. Salah satu bank pemberi pinjaman terbesar Garanti Bank menetapkan biaya 1,73 persen per bulan. Dalam laporan tahun pada akhir April, IMF memperingatkan stimulus pemerintah membuat ekonomi Turki berisiko. Ertem juga peringatkan mengenai utang perusahaan Turki yang membengkak. Utang tersebut mencapai 30 persen dari produk domestik bruto (PDB).

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya