Liputan6.com, Jakarta - Indonesia di bawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo berhasil mendapatkan 51 persen saham dari PT Freeport Indonesia.
Tentunya, langkah ini memiliki sejarah dan negosiasi yang amat panjang. Tarik ulur sempat terjadi dalam proses divestasi Freeport selama 26 tahun.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Kementerian BUMN, lewat akun Instagramnya pada Jumat (13/7/2018), membagikan sebuah infografis menarik mengenai peran-peran presiden Indonesia dalam usaha mengambil alih tambang besar emas di Papua dari dominasi asing.
Berikut penjabarannya mengenai divestasi Freeport dari Orde Lama sampai era Jokowi:
1. Orde Lama
Bung Karno memulai kontrak Freeport dengan East Borneo Company. Setelahnya, ada revisi kontrak hasil tambang sebesar 60 persen untuk pemerintah.
Freeport pun menjadi kesulitan untuk beroperasi di Papua karena kewajiban sebesar 60 persen itu. Ditambah lagi, Presiden John F. Kennedy cenderung mendukung Presiden Sukarno.
Sayangnya, Presiden Kennedy tewas dibunuh pada November 1963. Beberapa tahun kemudian Presiden Sukarno dilengserkan dari jabatannya dan digantikan Soeharto.
Advertisement
2. Orde Baru
Di zaman Orde Baru (Orba), terciptalah Kontrak Karya I yang santer disebut sebagai karpet merah bagi Freeport untuk mengeruk tambang emas di Papua.
Barulah pada 1991, dikeluarkanlah Kontrak Karya II yang mewajibkan Freeport untuk divestasi 51 persen saham, dan membuka kesempatan bagi perusahaan itu untuk terus memperpanjang kontrak sampai 2021.
Hal itu diteruskan dengan PP 20/1994 yang wajibkan PMA (Pemilik Modal Asing) untuk divestasi sebesar lima persen. Mereka juga diizinkan beroperasi dalam jangka 30 tahun.
Sayangnya, saat itu pemerintan hanya mewajibkan setoran lima persen saja. Sementara, setahun kemudian, perusahaan tambang Rio Tinto dari Australia mengantongi saham partisipasi sebanyak 40 persen.
3. Era Reformasi: Megawati
Memasuki era reformasi, pemerintah mengeluarkan PP 45/2003 terkait perincian royalti tambang. Pada PP tersebut, jasa teknologi atau konsultasi eksplorasi mineral termasuk dalam sumber penerimaan negara bukan pajak.
Sebelumnya, sempat diberitakan bahwa Megawati menyayangkan lamanya proses tarik-ulur divestasi di Freeport.Â
Advertisement
4. Era SBY
Presiden SBY berkuasa selama 10 tahun dan menghasilkan sejumlah PP terkait Freeport. Pertama, PP 23/2010 mengentai PMA divestasi saham sebanyak 20 persen. Kemudian angka itu naik pada PP 24/2012, di mana disebutkan divestasi wajib dilakukan bertahap sampai 51 persen dimiliki Indonesia.
Akan tetapi, lewat PP 77/2014, kewajiban divestasi PMA yang melakukan kegiatan penambangan dengan metode penambangan bawah tanah (seperti Freeport) dan penambangan terbuka hanya menjadi sebesar 30 persen saham.
5. Era Jokowi
Akhirnya, divestasi 51 persen berhasil diwujudkan di era Presiden Joko Widodo. Dijelaskan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau dikenal dengan Inalum, holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang, telah mencapai kesepakatan dengan Freeport McMoran soal akuisisi saham 51 persen saham Freeport Indonesia.
Sebelumnya, Indonesia hanya memiliki 9,36 persen saham perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
"Saya telah mendapatkan laporan bahwa holding pertambangan kita, Inalum, telah capai kesepakatan awal dengan Freeport pengolahan untuk meningkatkan kepemilikan kita menjadi 51 persen dari yang sebelumnya 9,36 persen. Alhamdulillah," ujar Presiden.
Advertisement
Inalum Resmi Caplok 51 Persen Saham Freeport
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyaksikan penandatanganan pokok-pokok kesepakatan divestasi saham PT Freeport Indonesia antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dan Freeport McMoran Inc. Inalum diwakili oleh Direktur Utama Budi Gunadi sementara Freeport diwakili oleh Presiden Direktur McMoran Richard Adkerson.
"Pada hari ini tanggal 12 Juli 2018, hari Kamis baru saja dilakukan Head of Agreement (HoA) antara Inalum dengan Freeport McMoran (FCX) dan Freeport Indonesia, Rio Tinto," ujar Menkeu Sri di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 12 Juli 2018.
Menkeu Sri mengatakan, Head of Agreement (HoA) ini merupakan suatu langkah maju dan strategis untuk mewujudkan kesepakatan Republik Indonesia dan PT Freeport Indonesia dan Freeport McMoran pada 27 Agustus 2017 lalu.
"Dengan ditandatanganinya Head of Agreement, maka telah dicapai proses divestasi sebagaimana telah dilakukan penandatangan oleh Inalum dan Freeport McMoran," jelas Sri Mulyani.
Penandatanganan ini juga dihadiri oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Sementara Freeport dihadiri juga oleh Executive Director Freeport Indonesia Tony Wenas.