Menko Darmin Minta Jangan Terlalu Membesar-besarkan Soal Utang

Penarikan utang dari luar negeri dilakukan untuk membiayai sejumlah program infrastruktur yang pada masa lalu banyak terabaikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jul 2018, 21:18 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2018, 21:18 WIB
20150910-Menko Perekonomian Darmian Nasution.
Menko Perekonomian Darmian Nasution. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga semester I-2018 mencapai Rp 4.227,78 triliun. Angka ini tumbuh sebanyak 14,06 persen dibandingkan dengan periode yang sama di 2017. Realisasi tersebut sekitar 29,79 persen jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB).

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan adanya utang luar negeri. Sebab pemerintah terus memastikan utang berada dalam batas aman dan digunakan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur.

"Persoalan ini yang penting ada treshold (batas) yang tidak kita lewati. Makanya disepakati bikin utang APBN berapa defisitnya. Jadi kalau utang tiap tahun ya sebesar itu. Tahun lalu defisitnya 2,7 persen dari GDP sekarang 2,4 persen. Tahun depan 1,9 persen jadi rasionya turun sehingga tidak usah wah dengan utang," ujar Menko Darmin di Gedung Pusdiklat, Jakarta, Selasa (24/7).

Menko Darmin mengatakan, penarikan utang dari luar negeri dilakukan untuk membiayai sejumlah program infrastruktur yang pada masa lalu banyak terabaikan. Pembangunan infrastruktur juga diperlukan untuk menghubungkan wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau.

"Sebetulnya pemerintahan Jokowi bisa enggak nambah utang, tapi jangan bangun infrastruktur banyak-banyak. Itu enggak akan naik lagi. Jadi sebetulnya ini diperhitungan dengan sadar kita sejak krisis 1998 enggak pernah bangun infrastruktur. Paling betul betulin apa menambal," jelasnya.

Menko Darmin menambahkan, rasio utang Indonesia juga tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan Jepang yang memiliki rasio utang 100 persen terhadap PDB nya. "Dibanding negara-negara sekitar kita itu adalah rasio yang rendah apalagi dibandingkan dengan AS dan Jepang. Berapa rasio kita dengan Jepang bisa hampir 100 persen," jelasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Meningkat dalam 3 Tahun, Sri Mulyani Pastikan Hati-Hati Kelola Utang

Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah tetap akan terus berhati-hati dalam mengendalikan dan mengelola utang. Dia juga meyakini jika kondisi utang saat ini masih dalam kontrol pemerintah.

Sri Mulyani mengungkapkan, rasio utang terhadap PDB Indonesia memang cenderung naik dalam tiga tahun terakhir, sejalan dengan pilihan kebijakan belanja yang ekspansif.

Akan tetapi, lanjut dia, pemerintah akan tetap mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang bijaksana (prudent) dan terkendali (manageable) serta terus diupayakan menurun secara bertahap dalam jangka menengah.

"Rasio utang dalam jangka menengah diharapkan menjadi 27,87 persen-26,25 persen terhadap PDB pada 2022," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/7/2018).

Dia mengungkapkan, rasio utang terhadap PDB Indonesia pada Mei 2018 sebesar 29,6 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan negara lain yang setara seperti Thailand yang sebesar 42 persen dan India 69 persen. 

Sri Mulyani memastikan, pengelolaan utang, baik dri sisi waktu penarikan utang, komposisi mata uang, jatuh tempo, jenis instrumen maupun pengendalian kas pemerintah akan terus dijaga untuk memastikan keberlanjutan pembangunan.

"Pemerintah juga terus menjaga level defisit dan level utang tetap terarah dan terukur. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah telah mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik, yang dapat dipertandingkan secara global," ujar dia.

Sebelumnya, Fraksi Partai Golkar menyatakan, jika tren peningkatan rasio utang terhadap PDB yang terjadi dalam 3 tahun terakhir menggambarkan kurang maksimalnya kemampuan belanja APBN dalam mengakselerasi pertumbuhan PDB dan meminta pemerintah untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya