Kenaikan Harga Beras Dongkrak Angka Kemiskinan

Harga beras maupun bahan pangan lain yang bergejolak akan mempengaruhi tingkat kemiskinan penduduk Indonesia secara signifikan.

oleh Merdeka.com diperbarui 30 Jul 2018, 18:45 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2018, 18:45 WIB
20170105-Kemiskinan-AY1
Warga melintas di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (5/1). Namun, keberhasilan pemerintah menekan angka kemiskinan saat ini dibayang-bayangi oleh tingginya kesenjangan antar penduduk di kawasan perkotaan dengan di pedesaan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat kemiskinan penduduk Indonesia per Maret 2018 sebesar 9,82 persen atau mencapai 25,95 juta orang. Angka kemiskinan ini merupakan yang terendah sejak tahun 1998.

Kepala BPS Suhariyanto meminta Pemerintah untuk menjaga stabilitas harga pangan. Menurut dia, komponen bahan pangan merupakan faktor dominan penyebab kemiskinan.

Berdasarkan data BPS, sekitar 73,48 persen garis kemiskinan ditentukan oleh pergerakan harga bahan pangan. Sementara sisanya atau sekitar 17 persen, ditentukan oleh non makanan.

"Komoditas yang besar pengaruhnya beras di posisi pertama. Ini selalu terjadi dari waktu ke waktu," ungkapnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat, Jakarta, Senin (30/7).

Karena itu, dia menegaskan stabilitas harga dan pasokan beras harus betul dijaga. Harga beras maupun bahan pangan lain yang bergejolak akan mempengaruhi tingkat kemiskinan penduduk Indonesia secara signifikan.

"Ini perlu menjadi catatan karena fluktuasi harga beras akan berpengaruh besar kepada kemiskinan karena persentase pengaruh beras daripada kemiskinan itu cukup besar. Kita lihat komposisi garis kemiskinannya," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

RI Harus Bebas Krisis

20160608-Wajah Kepadatan Penduduk Ibu Kota yang Carut Marut-Jakarta
Kepadatan gedung bertingkat dan pemukiman penduduk dilihat dari kawasan Jembatan Besi, Jakarta, 5 Juni 2016. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memicu berbagai permasalahan, dari tata ruang, kemiskinan hingga kriminalitas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan, untuk menjaga angka kemiskinan tetap rendah, maka Indonesia harus bebas dari krisis ekonomi. Menurut dia, Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi pada 1998 dan menyebabkan angka kemiskinan anjlok.

Setelah 20 tahun reformasi 1998, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga mencapat satu digit, tepat di angka 9,85 persen. 

"Ekonomi kita harus bebas dari krisis, jangan sampai kena krisis seperti 1988. Saat 1988, angka kemiskinan kita mendekati saat 1970-an. Kita masih ada yang rentan miskin dan ini gampang kembali miskin kalau ada krisis," ujar dia di Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (30/7/2018).‎

Bambang menjelaskan faktor-faktor pendorong penurunan tingkat kemiskinan, penurunan ketimpangan yang ditandai dengan Gini Rasio yang membaik, serta strategi khusus dalam penganggulangan kemiskinan untuk 2018.

Jika dilihat dari dinamika tingkat kemiskinan pada periode 2009-2017, lanjut dia, kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dari di perkotaan. Pada September 2017, kemiskinan di perdesaan sebesar 13,47 persen atau 16,31 juta jiwa. Sedangkan di perkotaan 7,26 persen atau 10,27 juta jiwa.

"Pada periode 2010-2014, tingkat penurunan kemiskinan di perdesaan lebih cepat dari di perkotaan. Namun pada tahun 2014-2016, penurunan kemiskinan di perdesaan mengalami perlambatan, bahkan terjadi peningkatan angka kemiskinan pada periode 2014-2015. Kembali mengulang tren pada periode 2010-2014, pada periode 2016-2017 terjadi penurunan kemiskinan di perdesaan lebih cepat dari perkotaan," jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya