Menteri Rini Tunjuk Direksi Bulog Jadi Bos Pertani

Pertani merupakan BUMN yang dibentuk pada 1959 sebagai pionir yang fokus pada sektor pertanian.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 10 Okt 2018, 17:04 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2018, 17:04 WIB
Menteri BUMN Rini Soemarno mengangkat Febriyanto sebagai Direktur Utama serta Lalan Sukmaya sebagai Direktur Operasional Pertani. (Dok Kementerian BUMN)
Menteri BUMN Rini Soemarno mengangkat Febriyanto sebagai Direktur Utama serta Lalan Sukmaya sebagai Direktur Operasional Pertani. (Dok Kementerian BUMN)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno selaku Rapat Umum Pemegang Saham PT Pertani (Persero) mengangkat Febriyanto sebagai Direktur Utama perseroan. Selain itu, Menteri Rini juga mengangkat Lalan Sukmaya sebagai Direktur Operasional Pertani.

Penyerahan Salinan Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-269/MBU/10/2018 ini dilakukan oleh Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta pada Rabu (10/10/2018).

Posisi Febriyanto ini menggantikan Wahyu yang diberhentikan dengan hormat. Sebagai informasi, Febriyanto sebelumnya menjabat sebagai Direktur SDM dan Umum Perum Bulog.

Untuk diketahui, Pertani merupakan BUMN yang dibentuk pada 1959 sebagai pionir yang fokus pada sektor pertanian. Dari waktu ke waktu, perseroan telah menjadi pelaku utama nasional di bidang agribisnis yang memproduksi, mengadakan serta memasarkan sarana produksi dan komoditi pertanian.

Sesuai strategis direction pemegang saham, Pertani diposisikan sebagai BUMN yang fokus pada usaha pergabahan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

Fokus usaha ini telah mendorong perseroan mereposisi diri untuk memperkuat kinerja dengan membangun kompetensi bisnis inti sebagai perusahaan agribisnis nasional.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

Kementerian Pertanian Dorong BUMN Bermitra dengan Peternak

Polemik Impor Beras Masih Menunggu Data Produksi Beras dari BPS
BPS tengah menyiapkan metode penelitian yang baru, terkait data pangan BPS yang selama ini dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Produksi susu dalam negeri saat ini masih jauh dari mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan nasional, sehingga perlu untuk terus dikembangkan. Peningkatan skala usaha kepemilikan ternak bagi peternak merupakan salah satu solusi untuk mendongkrak peningkatan populasi sapi di dalam negeri.

Karena itu, kemitraan antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta dengan peternak melalui program Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) diharapkan menjadi solusi.

"Untuk meningkatkan skala usaha peternak sapi perah, Kementerian Pertanian melalui Ditjen PKH terus mendorong semua pihak, baik swasta maupun BUMN bermitra dengan peternak," ujar Fini Murfiani, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, saat menghadiri penandatanganan nota kesepahaman antara PT. Jasindo selaku BUMN dengan Koperasi Agro Niaga (KAN) Jabung, pada Sabtu (22/9/2018).

Ia menyebutkan, produksi susu segar nasional 2017 masih rendah, yaitu 922,9 ribu ton dan sampai saat ini 79,2 persen kebutuhan susu masih diimpor dari luar negeri. Menurut Fini, hal ini disebabkan perkembangan populasi dan produktivitas sapi perah masih belum sesuai harapan.

Berdasarkan data BPS 2017, rumah tangga peternakan sapi perah nasional saat ini sebanyak 142 ribu, yang sebagian besar merupakan peternak kecil dengan kepemilikan sapi perah dibawah empat ekor. Selama ini, pengembangan sapi perah dengan berbagai upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah, diantaranya bantuan ternak, program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab), subsidi bunga kredit usaha pembibitan sapi (KUPS) dan kridit usaha rakyat (KUR), bantuan premi asuransi, serta fasilitas pengembangan investasi dan kemitraan.

Namun, dengan keterbatasan APBN, penambahan sapi belum bisa sepenuhnya difasilitasi oleh pemerintah. Untuk itu, diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang murah melalui non APBN.

Fini pun mengapresiasi langkah PT Jasindo dimana selain menjadi offtaker dan avalis, juga melakukan pendampingan dan pemberdayaan. Menurutnya, program kemitraan dari BUMN ini merupakan salah satu sumber pembiayaan yang murah dengan bunga tiga persen dan lama pengembalian tiga tahun. Skema dengan bunga yang sama telah lama diusulkan oleh Ditjen PKH, tetapi baru disetujui KUR dengan bunga tujuh persen.

"Pemerintah memberikan apresiasi kepada PT. Jasindo yang telah percaya kepada usaha peternakan dan meluncurkan Program Kemitraan BUMN kepada 50 orang peternak anggota KAN Jabung dengan total pembiayaan Rp. 1 Miliar. Pembiayaan ini akan digunakan untuk pembelian 50 ekor sapi perah oleh KAN Jabung," ucap Fini.

Dirinya pun berharap ini merupakan langkah awal dan mamacu lebih banyak BUMN maupun swasta untuk mau bermitra dengan peternak kecil, sehingga percepatan peningkatan produksi susu sapi di dalam negeri lebih cepat terealisasikan.

"Mari BUMN-BUMN yang ikut bersama-sama bersinergi membangun usaha peternakan lewat PKBL. Begitu juga swasta dengan memanfaatkan program Corporate Social Responsibility(CSR). Kami berharap, lebih banyak lagi koperasi-koperasi bahkan swasta baik IPS maupun Farm ikut berperan sebagai pendamping. Avalis dan off taker bagi peternak kecil, sehingga kita bersama-sama berkembang dan mewujudkan percepatan peningkatan produksi susu nasional," kata Fini. 

Selain PT. Jasindo di Jawa Timur, program kemitraan dengan peternak sapi perah juga sudah dilaksanakan oleh Sucofindo dan PT. Pelindo III dengan Koperasi Setia Kawan di Kabupaten Pasuruan sebesar Rp 15,2 milyar. Bantuan ini diberikan untuk 24 kelompok yang beranggotakan 554 orang dengan jumlah sapi yang dimiliki sebanyak 1.080 ekor.

Sucofindo juga telah memfasilitasi program Bina Lingkungan dengan mendukung pengembangan kampung susu sebagai agrowisata dan edukasi di Koperasi Setia Kawan Pasuruan. Fini mengatakan, apabila PKBL ini dimanfaatkan dengan baik, maka akan lebih banyak lagi PKBL bagi peternak.

Bina Lingkungan untuk sapi perah dapat berupa sarana pengolahan biogas, pupuk, alat angkut susu berpendingin, dan alat pengolahan pakan. Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain, pemberdayaan dan pengembangan kemitraan usaha yang mewujudkan percepatan peningkatan produksi dan produktifitas, serta menyejahterakan. Lalu, peningkatan kepercayaan pada kemampu-labaan sektor usaha peternakan, optimalisasi asuransi ternak sapi khususnya untuk sapi perah dan peningkatan pemanfaatan asuransi ternak mandiri, dan terakhir replikasi pola kemitraan dengan memanfaatkan PKBL kepada pelaku usaha peternakan lain.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya