Liputan6.com, Jakarta - Penjualan Starbucks yang melambat mulai memberikan efek ke para pegawai di Eropa. Perusahaan sedang melakukan restruktrurisasi dengan mengalihkan lisensinya dan menutup kantornya di Benua Biru.
Kabar kesulitan Starbucks untuk menjual di Eropa bukanlah hal baru. Bloomberg menyebut minat dengan Starbucks menurun dan pembeli beralih ke kopi yang lebih premium. Senada, Fortune menyebut masih sulit bagi Starbucks menembus pasar Eropa, salah satunya seperti menjual kopi mereka di lokasi seperti Italia.
Menurut Yahoo, Starbucks menjual 83 tokonya di Prancis, Belanda, Belgia, dan Luksemburg kepada mitranya, yaitu Alsea. Dengan ini, Alsea memiliki lisensi untuk mengoperasikan Starbucks di negara-negara tersebut.
Advertisement
Baca Juga
"Dengan menyatukan (pengoperasian) di Prancis, Belanda, Belgia, dan Luksemburg di bawah Alsea, kami akan membuka potensial yang belum tersentuh untuk pertumbuhan yang memastikan kesuksesan jangka panjang di wilayah ini," ucap juru bicara Starbucks Haley Drag, seperti dikutip Bloomberg.
Langkah Starbucks ini adalah langkah restrukturisasi yang sudah diumumkan pada September lalu. Restrukturisasi ini memberi dampak pada pegawai seperti pemberhentian kerja dan pengalihan pegawai antar departemen.
Starbuck juga berencana menutup kantor-kantornya di Amsterdam dan mengkonsolidasikan markas Eropanya di London.
Sebanyak 186 pegawai yang kena dampak penutupan ini sudah didorong untuk melamar pada pekerjaan yang dibuka di London. Namun, pabrik roasting Starbucks di Belanda akan tetap dipertahankan. Pabrik tersebut mempekerjakan 80 orang.
Apa yang terjadi pada Starbucks kali ini mengulang kembali saat Starbucks menjual toko-tokonya di Jerman pada 2016 lalu. Pada tahun itu, AmRest memperoleh pengoperasian Starbucks di Jerman.
Mulai 2020, Starbucks Setop Pakai Sedotan Plastik
Demi ikut serta dalam menjaga lingkungan, Starbucks mengumumkan rencana mereka untuk menghentikan pemakaian sedotan plastik di gerai mereka.
Hal ini diungkapkan pihak Starbucks di situs resmi mereka. Menyetop pemakaian sedotan disebut sebagai respons atas permintaan dari mitra dan konsumen mereka.
"Langkah ini adalah jawaban dari mitra kami terkait apa yang bisa kami lakukan untuk mengurangi pemakaian sedotan. Tidak memakai sedotan adalah hal terbaik yang bisa kami lakukan demi lingkungan " ucap Colleen Chapman, wakil presiden Starbucks padadampak sosial global.
Starbucks juga sedang gencar mengajak pelanggan untuk ikut gerakan BYOT (Bring Your Own Tumbler, Bawa Sendiri Tumblermu) dengan tujuan mengurangi pembuangan. Pihak perusahaan pun mulai menjual gelas yang bisa digunakan kembali (reusable). Sayangnya, sejauh ini produk itu belum dijual di seluruh dunia.
Sisa-sisa pembuangan materi berbahan plastik, seperti sedotan, ternyata cukup menyakiti lingkungan, terutama lautan. Berdasarkan data dari Get Green Now, sedotan plastik ada di urutan 11 dalam daftar sampah plastik yand ditemukan di laut.
Hasilnya, 1 juta burung laut dan 100 ribu hewan laut mati karena memakan plastik. Ditambah lagi, butuh 200 tahun sampai plastik bisa tercerai berai.
Selain Starbucks, perusahaan-perusahaan besar lain juga telah bertindak untuk mengurangi pemakaian sedotan plastik, di antaranya adalah McDonald's dan hotel Marriot International.
Â
Advertisement