Liputan6.com, New York - Harga minyak Amerika Serikat (AS) naik moderat usai beberapa hari tertekan. Hal itu didorong penarikan jauh lebih besar dari perkiraan persediaan bensin dan solar AS.
Namun, pelaku pasar khwatir tentang permintaan dunia dan bursa saham global yang tertekan akan kurangi pembelian aset seperti minyak oleh manajer investasi. Pada perdagangan Selasa waktu setempat, harga minyak merosot lima persen karena kekhawatiran tentang prospek ekonomi yang lemah. Sanksi AS terhadap eksportir minyak Iran pun mendukung harga.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 39 sen atau 0,6 persen ke posisi USD 66,82 per barel. Harga minyak Brent melemah 27 sen atau 0,4 persen ke posisi USD 76,17 per barel.
Advertisement
Baca Juga
Harga minyak acuan ini dipengaruhi prospek pasokan dunia dan Arab Saudi menyatakan akan meningkatkan produksi dapat kurangi minat beli terhadap Brent.
Departemen Energi AS juga menyatakan, stok bensin turun 4,8 juta barel menjadi 229,3 juta barel pada pekan lalu, level ini terendah sejak Desember 2017. Distilasi yang termasuk diesel turun 2,3 juta barel. Data EIA menunjukkan persediaan minyak mentah naik 6,3 juta barel jauh lebih tinggi dari kenaikan 3,7 juta barel. Harga bensin berjangka AS naik 0,9 persen menjadi USD 1,835 per gallon.
"Isu utamanya harga minyak seiring penurunan pasokan bensin. Pasar bertahan di sana cukup bagus," ujar Analis Price Futures Group, Phil Flynn, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (25/10/2018).
Â
Selanjutnya
Flynn menuturkan, pemanfaatan pemurnian naik moderat jadi sinyal musim pemeliharaan kilang akan segera berakhir. Penyuling akan mulai proses lebih banyak minyak diesel dan pemanas saat musim dingin mendekat.
Sementara itu, Analis Hedgete, Joe McMonigle menuturkan, terlepas dari aksi jual di saham dalam beberapa hari ini, pihaknya harus melihat bukti sebelum melihat ada perlambatan permintaan.
Berdasarkan sumber, dengan ada sanksi AS terhadap ekspor Iran yang berlaku pada 4 November membuat dua perusahaan penyulingan China tidak berencana memuat minyak Iran pada November.
Sejumlah analis menilai, harga minyak dapat berbalik arah sebelum akhir tahun. "Kami merasa bahwa kejutan ke depan hingga batas waktu 4 November lebih cenderung menjadi bullish ketimbang bearish meski Arab Saudi menjadi produksi lebih kuat," ujar Presiden Direktur Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement