Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi investasi di sektor energi dan pertambangan mineral batubara (minerba) mencapai USD 15,2 miliar hingga kuartal ketiga 2018.
Menteri ESDM Ignasius Jonan merinci capaian tersebut, terdiri dari USD 8 miliar di sektor minyak dan gas bumi, USD 4,8 miliar di sektor ketenagalistrikan. Kemudian USD 1,6 miliar di sektor mineral dan batubara, dan USD 0,8 miliar di sektor energi baru, terbarukan, dan konservasi energi (EBTKE).
Untuk investasi pada sektor hulu migas, dipengaruhi harga minyak mentah dunia. "Refleksinya di tahun 2014-2015, begitu harga minyak turun di tahun 2016, dan 2017 naik lagi, kebutuhan investasinya mulai bangkit lagi, nantinya refleksinya di tahun 2019 atau 2020," kata Jonan di Jakarta, Kamis (25/10/2018).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Jonan, investasi besar pada kegiatan pencarian migas (eksplorasi) bisa dilihat dari siklusnya. Bila dilakukan pada periode setelah harga minyak naik maka kegiatan tersebut mengalami kenaikan.
"Jadi ini tidak bisa, ini sering terlambat. Kalau lihat siklusnya itu semua investasi besar, eksplorasi terutama, itu dilakukan di periode di mana setelah harga minyak tinggi. Jadi karena tidak ada yang bisa memprediksi harga minyak berapa, ya kira-kira saja," papar Jonan.
Dia mengungkapkan, pemerintah telah mendapat komitmen untuk eksplorasi migas hingga USD 2 miliar. "Komitmen untuk eksplorasi sekarang sudah besar. Pemerintah mendapatkan komitmen eksplorasi dengan perpanjangan blok migas termasuk Blok Rokan dan blok lain kira-kira USD 2 miliar, ini seharusnya bisa digunakan untuk memicu eksplorasi," ujar Jonan.
Adapun angka investasi di sektor ketenagalistrikan menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan penggunaan listrik. Saat ini investasi sektor kelistrikan‎ turun seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Sebab itu, pembangunan pembangkit listrik yang termasuk dalam program 35 ribu MW akan diteruskan hingga tahun 2024-2025.
"Penggunaan listrik rata-rata setiap daerah sekitar 1,5 kali pertumbuhan ekonomi. Kalau misalnya pertumbuhan ekonomi 7 persen ya penggunaan listrik 10,5 persen, kalau (pertumbuhan ekonomi) 8 persen ya (penggunaan listrik) 12 persen, tetapi kalau pertumbuhan ekonomi 5 persen maksimum penggunaan listrik 7,5 persen. Kalau dibandingkan beda 3 persen, itu besar sekali. Kalau kapasitas terpasang 60 gigawatt, 3 persen itu 1.800 MW, besar sekali. Jadi ini kita geser sampai 2024 2025, jadi makanya setelah ini akan flat," dia menandaskan.
Pertamina Ambil Alih Blok East Kalimantan dan Attaka dari Chevron
PT Pertamina (Persero) resmi mengambil alih kelola Wilayah Kerja (WK) atau Blok East Kalimantan-Attaka dari Chevron Indonesia Company (CICo).
Sebelumnya, Pertamina mengambil alih Blok Rokan dari Chevron Pacific Indonesia, setelah kontrak habis pada 2021. Kepala Satuan Kerja Khusus Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi, mengharapkan tercipta sinergi untuk mendukung efisiensi yang lebih maksimal bagi operasi hulu migas di Kalimantan Timur.
Ini setelah ditandatanganinya Kontrak Kerjasama  WK East Kalimantan dan Attaka antara SKK Migas dan PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT), bersama  dengan Pertamina Hulu Mahakam, Pertamina Hulu Sanga-sanga dan Pertamina Hulu Indonesia.
Baca Juga
Amien menambahkan, dengan seluruh persiapan alih kelola yang sudah disiapkan dalam dua tahun terakhir, produksi migas di WK East Kalimantan dan Attaka harus dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan.
"SKK Migas siap menjadi mitra utama Pertamina Hulu Kalimantan Timur untuk mewujudkan komitmen ini. SKK Migas juga berharap dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, khususnya pemerintah daerah dan masyarakat," kata Amien, di Jakarta, Kamis (25/10/2018).
PHKT merupakan anak usaha dari Pertamina Hulu Indonesia anak usaha dari PT Pertamina (Persero), ditunjuk sebagai pengelola sekaligus operator di WK East Kalimantan-Attaka untuk periode kontrak 25 Oktober 2018 sampai 24 Oktober 2038.
Â
Advertisement