Neraca Dagang Masih Defisit, Jonan Ingin RI Sontek Jepang dan Singapura

Ekspor sektor non migas Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara tetangga.

oleh Bawono Yadika diperbarui 15 Nov 2018, 16:57 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2018, 16:57 WIB
Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Ignasius Jonan. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia defisit sebesar USD 1,82 miliar pada Oktober 2018. Dengan nilai impor dari sektor migas mencapai USD 2,91 miliar pada Oktober, sedangkan impor non migas sebesar USD 14,71 miliar.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, defisit terjadi karena ekspor industri non migas Indonesia yang masih terbilang kecil. Indonesia dinilai perlu meningkat ekspor pada industri non migas ini.

"Jepang itu punya gas nggak? Punya minyak nggak? Enggak punya. Dia impor minyak dan gasnya jauh lebih besar dari Indonesia, tapi ekspor produk lainnya juga besar. Nah, kita mestinya begitu," ujar dia di Jakarta Pusat, Kamis (15/11/2018).

Menteri Jonan menjelaskan, ekspor pada sektor non migas perlu ditingkatkan dalam upaya meningkatkan produk-produk lain yang dapat diproduksi. Kata dia, hal ini berguna untuk menghasilkan nilai di industri ekspor non migas.

"Kan impor minyak ini nggak untuk diminum kan, ini kan sebagai alat produksi, walaupun digunakan oleh konsumen itu tapi kan digunakan untuk berkegiatan. Nah, berkegiatan ini yang harus menghasilkan nilai ekspor yang lain. Jadi bukan dipisah-pisah begitu penilaiannya," tegas dia.

Dia pun memaparkan, ekspor di sektor non migas Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara tetangga.

"Ya menurut saya ekspornya kurang, non migasnya. Singapura punya minyak nggak? Itu impor semua kan. Kenapa mata uangnya masih kuat? Itu sebab ekspornya tinggi," dia menambahkan.

"China coba cek impor minyaknya berapa sehari, mungkin 3 juta barel, tapi ekspornya produk lainnya besar. Kan minyak nggak cuma dikonsumsi, salah satu bahan untuk produksi juga, dalam perspektif luas ya," tambah dia.

Sektor Migas Bakal Terus Picu Defisit Neraca Perdagangan

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sektor minyak dan gas bumi (migas) terus menjadi menyumbang defisit neraca perdagangan Indonesia. Alasannya, impor minyak akan terus meningkat mengkuti pertumbuhan konsumsi.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan, saat ini defisit neraca perdagangan dipicu oleh sektor migas. Kondisi tersebut akan terus terjadi, bahkan angkanya akan terus bertambah.

"Defisit nerca perdagangan paling besar dari migas terjadi, saat ini saya yakin bukan saat ini tahun depan-tahun depan lagi defisit bertambah terus," kata Amien, dalam Seminar Berburu Lapangan Migas Baru di Indonesia, di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Menurut Amien, ‎sektor migas terus menjadi penyumbang defisit neraca perdagangan karena produksi minyak dalam negeri terus menurun sedangkan konsumsi BBM akan terus naik untuk memenuhi kebutuhan impor minyak terus dilakukan.

"Bisa enggak mengurangi konsumsi BBM? tidak bisa, tahun depan akan naik, produksi turun," tuturnya.

Saat ini kondisi produksi minyak tidak ada tanda-tanda kenaikan produksi, bahkan akan terus turun pada level 500 ribu barel per hari. Selain itu, produksi gas dari dalam negeri juga bernasib serupa.

"Produksi menurun terus dan tidak ada tanda-tanda meningkat, ini prediksi saaat ini. Jadi prediksi produksi minyak akan turun terus diperkirakan 500 ribu barel, gas akan turun terus pada 2038," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya