Defisit Neraca Dagang USD 1,8 Miliar, IHSG Mampu Naik 48,48 Poin

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bertahan di zona hijau pada sesi pertama perdagangan saham Kamis pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 15 Nov 2018, 12:26 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2018, 12:26 WIB
Terjebak di Zona Merah, IHSG Ditutup Naik 3,34 Poin
Pekerja bercengkerama di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). IHSG ditutup naik 3,34 poin atau 0,05 persen ke 5.841,46. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bertahan di zona hijau pada sesi pertama perdagangan saham Kamis pekan ini.

Penguatan IHSG ini terjadi di tengah rilis data ekonomi neraca perdagangan defisit USD 1,82 miliar pada Oktober 2018. Pada penutupan sesi pertama perdagangan saham Kamis (15/11/2018), IHSG melonjak 48,48 poin atau 0,83 persen ke posisi 5.906,77. Indeks saham LQ45 mendaki 1,08 persen ke posisi 935,74. Seluruh indeks saham acuan kompak menguat.

Sebanyak 180 saham menguat sehingga mengangkat IHSG ke zona hijau. 157 saham melemah dan 154 saham diam di tempat. Pada sesi pertama, IHSG sempat berada di level tertinggi 5.928,15 dan terendah 5.880,21.

Total frekuensi perdagangan saham sekitar 242.780 kali dengan volume perdagangan 5,8 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 4,2 triliun. Investor asing beli saham Rp 322,26 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.786.

Sebagian besar sektor saham kompak menguat kecuali sektor tambang melemah 0,81 persen. Sektor saham infrastruktur mendaki 2,41 persen, dan bukukan penguatan terbesar. Disusul sektor saham aneka industri mendaki 1,37 persen dan sektor saham barang konsumsi menanjak 1,09 persen.

Saham-saham yang menguat antara lain saham SURE mendaki 24,67 persen ke posisi Rp 2.350 per saham, saham KPAS menguat 24,47 persen ke posisi Rp 585 per saham, dan saham RUIS menanjak 21,37 persen ke posisi Rp 284 per saham.

Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham APEX merosot 16,18 persen ke posisi Rp 1.450 per saham, saham DUCK turun 4,45 persen ke posisi Rp 1.610 per saham, dan saham AKPI merosot 22,22 persen ke posisi Rp 700 per saham.

Bursa saham Asia sebagian bervariasi. Indeks saham Jepang Nikkei susut 0,38 persen dan indeks saham Thailand tergelincir 0,23 persen.

Selain itu, indeks saham Hong Kong Hang Seng menguat 0,52 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi mendaki 0,07 persen, indeks saham Shanghai menanjak 0,80 persen, indeks saham Singapura naik 0,06 persen dan indeks saham Taiwan menguat 0,16 persen.

"Sementara ini pengaruh (neraca dagang-red) masih relatif terbatas. Rupiah agak melemah tapi belum signifikan dari 14.750 ke 14.780. IHSG masih survive di zona positif meski pun berkurang. Investor asing sampai sekarang masih net buy lebih dari Rp 800 miliar," ujar Steven Satya Yudha, Head of Sales and Distribution PT Ashmore Assets Management Indonesia.

Lebih lanjut ia menuturkan, dampak neraca dagang akan terasa pada sesi kedua. Namun, kalau aksi beli investor asing yang kuat mungkin rilis neraca perdagangan tidak terlalu signifikan untuk IHSG.

Neraca Dagang RI Defisit USD 1,82 Miliar pada Oktober 2018

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto mencatat neraca perdagangan Indonesia defisit sebesar USD 1,82 miliar pada Oktober 2018. Defisit ini berasal dari impor sebesar USD 17,62 miliar dan ekspor sebesar USD 15,80 miliar.

"Dengan menggabungkan impor dan ekspor maka neraca perdagangan Indonesia defisit sebesar USD 1,82 miliar pada Oktober 2018," ujarnya di Gedung BPS, Jakarta, Kamis 15 November 2018.

Impor Indonesia pada Oktober meningkat tajam sebesar 20,60 persen jika dibandingkan pada September 2018. Sementara jika dibandingkan dengan Oktober 2017, impor naik 23,66 persen.

"Ini karena impor migas naik sebesar 26,97 persen dan non migas naik 19,42 persen jika dibandingkan dengan September 2018," jelas dia.

Sektor migas mencatatkan impor sebesar USD 2,91 miliar pada Oktober. Sementara pada sektor non migas sebesar 14,71 miliar. "Impor ini tetap menjadi perhatian pemerintah, supaya bisa dikendalikan," jelasnya.

BPS juga mencatat nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2018 sebesar USD 15,80 miliar. Angka tersebut naik 3,59 persen dibanding Oktober 2017 dan naik 5,87 persen dibanding September 2018.

Sektor migas menyumbang ekspor USD 1,48 miliar. Sementara non migas menyumbang USD 14,32 miliar.

"Ada kenaikan pada ekspor migas yaitu pada nilai gas. Sementara pafa nilai hasil minyak dan minyak mentah turun," tutur dia.

Secara per sektor dibanding bulan sebelumnya, ekspor Indonesia dari sektor pertanian menurun sebesar 0,92 persen dan mencatat nilai ekspor sebesar USD 0,3 miliar. Kemudian, industri pengolahan naik 6,40 persen mencatat nilai USD 11,59 miliar.

"Pertambangan turun 0,58 persen secara month to month (MTM). Sehingga, ekspor non migas menyumbang 90,62 persen dari total ekspor Oktober 2018," ujar dia.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya