Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China sulit untuk dihindari. Bahkan upaya Indonesia untuk menjembatani permasalahan ini dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC gagal membuahkan hasil.
"10 hari yang lalu, saya hadir di KTT APEC. Di Port Foressby Papua Nugini. Kami menyaksikan pimpinan negara dari dua ekonomi nomor satu dan dua di dunia bersitegang dan sulit, saya lihat sulit dipersatukan," ujar dia di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Akibat perselisihan kedua negara ini, lanjut Jokowi, untuk pertama kalinya sejak 29 tahun lalu KTT APEC gagal membuahkan kesepakatan.
"Indonesia saat itu mencoba dari pagi sampai siang menjembatani. Sana sini ngelompok, tapi sampai pukul 14.30 gagal. Mungkin sudah baca beritanya, pertama kali dalam 29 tahun APEC gagal menghasilkan communication. Tapi itu faktanya," lanjut dia.
Berkaca dari hal ini, lanjut presiden, terlihat jika kondisi ekonomi dunia saat ini tengah mengalami ketidakpastian. Hal ini yang perlu diantisipasi oleh pelaku usaha di dalam negeri.
"Apa artinya? Kondisi ekonomi dunia saat ini masih berpotensi dilanda ketidakpastian. APEC kemarin tunjukkan perang dagang AS-China. Perdagangan negara nomor satu-dua dunia keliatannya masih berlaju. Semoga ada keajaiban di G20, bisa nyambung. Tapi feeling saya kok tidak. Feeling. Perasaan saya mengatakan seperti itu. Dan ini terjadi di bank sentral menaikkan suku bunga dolar," tandas Jokowi.
Ajang G20 Jadi Tegang Akibat Perang Dagang
Ajang G20 tahun ini akan diadakan pada 30 November-1 Desember mendatang di Buenos Aires, Argentina. Perang Dagang pun diramalkan akan menjadi tajuk panas di meja pertemuan.
Serupa dengan ajang Pertemuan IMF-World Bank di Bali lalu, upaya meredakan ketegangan perang dagang akan dilakukan. Kali ini upaya de-eskalasi dilakukan Uni Eropa (UE).
"Kesuksesan pertemuan G20 tahun ini akan diukur oleh kapasitasnya untuk meredakan ketegangan dagang saat ini," ucap seorang pejabat UE yang terlibat dalam persiapan acara ini sebagaimana dikutip Reuters.
Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok bermula dari Presiden Donald Trump yang mengecam praktik dagang Negeri Tirai Bambu yang dinilai tidak adil serta merugikan kekayaan intelektual AS. Kedua negara pun memberi tarif pada produk impor satu sama lain.
Uni Eropa juga menyadari kekhawatiran AS terhadap praktik dagang Tiongkok, tetapi mereka lebih suka memakai pendekatan lain. Salah satunya adalah memperbaiki peraturan di WTO.
"Tujuan UE adalah mendorong reformasi di WTO, untuk menyediakan rangsangan politik lewat G20 untuk reformasi dan mendapat update pada progres di pertemuan G20 tahun depan di bawah kepemimpinan Jepang," lanjut pejabat UE tersebut.
Sentimen untuk memperbaiki aturan WTO juga sempat disampaikan oleh Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde di Bali. Ia menyampaikan agar tidak mencederai sistem yang ada karena bisa merugikan berbagai pihak, dan memperbaiki apa yang masih kurang adalah solusi yang lebih baik.
Presiden Donald Trump, Presiden Xi Jinping, Kanselir Angela Merkel, Perdana Menteri Shinzo Abe, Presiden Vladimir Putin, Presiden Moon Jae In, Perdana Menteri Theresa May, dan tentunya Presiden Joko Widodo, adalah sebagian nama yang menjadi partisipan. Raja Salman dan Pangeran Mohammed bin Salman pun juga diperkirakan hadir ke pertemuan G20 ini.
Advertisement