Hindari IKM Terjerumus Fintech Ilegal, Kemenperin Gandeng OJK

Dengan adanya informasi terkait fintech dari OJK, diharapkan pelaku IKM tidak mengakses pinjaman dari fintech ilegal.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Jun 2019, 14:15 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2019, 14:15 WIB
Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mendorong pelaku industri kecil dan menengah (IKM) untuk memanfaatkan platform digital dalam berusaha. Tidak saja untuk memasarkan produk melainkan juga untuk mengakses pinjaman buat modal usaha dari platform fintech.

Dirjen Industri Kecil Menengah dan Aneka Kemenperin Gati Wibawaningsih mengatakan, pihaknya bakal menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tujuannya agar pelaku dapat mengetahui platform-platform fintech yang legal.

"Ke depan kami akan gandeng OJK untuk bagaimana kami memperkenalkan fintech," kata Gati, saat ditemui, di JCC, Jakarta, Jumat (21/6/2019).

Dengan adanya informasi terkait fintech dari OJK, lanjut Gati, diharapkan pelaku IKM tidak mengakses pinjaman dari fintech ilegal. Dengan demikian tidak menjadi korban.

"Jangan sampai nanti terperangkap pada fintech yang ilegal," tegasnya.

Sejauh ini, tegas Gati, Kemenperin sudah memberikan sejumlah pelatihan maupun fasilitasi bagi IKM. Pelatihan dan fasilitasi yang diberikan, sebut dia, seperti pelatihan di sisi proses produksi dan desain kemasan.

"Kita memberikan terus pembinaan bagaimana mereka memproduksi barang dengan bagus karena kalau pemasaran secara online yang dilihat mata, kemasan harus bagus agar laku," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Jangan Mudah Tergiur Iming-Iming Fintech Ilegal

Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Sebelumnya, aduan dari korban aplikasi pinjaman online atau fintech kian marak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan menggunakan produk atau jasa keuangan.

Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito menyebutkan masyarakat agar tidak tersesat oleh iklan dan harus lebih detil memperhatikan penawaran yang diberikan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) agar tidak merasa dirugikan di kemudian hari.

Dia mengungkapkan, aduan terbanyak adalah peminjam atau nasabah fintech peer to peer (P2P) lending ilegal, di mana banyak masyarakat yang akhirnya terjerat utang beserta bunganya yang tinggi.

"Misalnya fintech yang korban-korban itu pengaduannya masuk ke tempat saya itu rupanya ada fintech ilegal. Meski sudah ditutup hari ini, besok ada lagi, namanya dunia maya," kata dia di kantornya, pada Selasa 16 April 2019. 

Proteksi diri sendiri adalah salah satu cara terbaik mecegah dari jerat utang tersebut. Sebab penutupan terhadap fintech ilegal dinilai tidak terlalu ampuh sebab mereka masih bisa membuka aplikasi baru dengan nama berbeda.

Dia mengungkapkan, pernah mendapat aduan kasus sepasang suami istri yang melakukan pinjaman masing-masing di 10 fintech P2P lending yang berbeda. Sang suami meminjam di 10 aplikasi, dan sang istri pun melakukan hal serupa sehingga menyebabkan keluarga tersebut terlilit utang Rp 20 juta dari 20 fintech P2P lending beserta bunganya.

"Mereka masing-masing pinjam di 10 fintech, padahal akhirnya ngadu ke OJK dan LBH bisanya bayar 1 fintech saja," ujarnya.

Dia menyarankan, nasabah sebelum melakukan atau mengajukan pinjaman online harus mengukur kemampuan diri sendiri untuk melunasi utang tersebut ke depannya. Sebab jika melakukan peminjaman di luar kemampuan melunasi maka dapat menyebabkan kondisi terlilit utang dan dikejar debt collector atau penagih utang.

"Harusnya kita juga sebagai konsumen baiknya rumongso (merasa tahu diri), kalau enggak punya duit ya sudah (jangan pinjam banyak-banyak). Kalau bisa hanya bayar Rp 1 juta, kenapa pinjam Rp 20 juta. Jadi dari sisi konsumen harus waspada juga," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya