Liputan6.com, Jakarta - Aturan pemerintah mengenai kepemilikan properti bagi Warga Negara Asing (WNA) kini tengah direvisi. Peraturan yang dimuat dalam Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) tersebut dinilai menghambat arus investasi asing ke Indonesia.
Namun, tidak ada artinya jika regulasi yang dimatangkan itu tidak disosialisasikan kepada target pasar.
Setidaknya, seperti itulah keluhan para pengembang hunian Indonesia yang menawarkan produk mereka ke WNA, salah satunya Ciputra Group. Budiarsa Sastrawinata, Managing Director Ciputra Group menyatakan peraturan yang baik adalah peraturan yang disosialisasikan.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau kita sebagai pengembang sudah menyediakan penawaran tapi pasar tidak ada karena aturan belum jelas, percuma. Kalau pelaksanaan tidak jelas karena adanya kerancuan UU lama dan baru, percuma. Jadi memang harus dijelaskan dengan baik ke target pasar, karena kita kan mengikuti pasar," ungkap Budiarsa di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Ketidakpastian aturan itu seperti definisi WNA yang rancu, definisi izin tinggal, hak milik, dan lainnya.
Banyak WNA yang disinyalir tidak tahu bahwa mereka bisa mengajukan kepemilikan properti tanpa KITAS, cukup dengan visa turis saja. Hal yang dianggap kecil seperti ini, menurut Budiarsa, tentu berdampak besar bagi investasi properti di Indonesia.
Saat ini, RUU masih dibahas di DPR dan belum dapat dipastikan kapan akan rampung.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Godok Regulasi Baru Kepemilikan Properti bagi WNA
Sebelumnya, Indonesia mengijinkan warga negara asing (WNA) memiliki properti untuk kebutuhan mereka. Peraturan pemerintah bagi WNA untuk memiliki properti di Indonesia sebenarnya sudah dibentuk sejak lama.
Namun, regulasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) tersebut dinilai masih terlalu rumit. UUPA juga tidak ramah investasi.
Oleh karenanya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) mengambil langkah untuk menyempurnakan UUPA agar dapat menggairahkan sektor properti Indonesia.
BACA JUGA
Kepala Bagian Biro Hukum dan Humas Kementerian ATR/BPN Yagus Suyadi menyatakan revisi UUPA sedang diproses di DPR.
"Sekarang sedang disempurnakan di DPR, kami harapkan bisa rampung segera. Ada beberapa poin yang mendapat kelonggaran supaya WNA dapat dengan mudah memiliki properti," ungkap Yagus di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Sebelumnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2015, WNA sebenarnya sudah mendapat kelonggaran kepemilikan properti. WNA tidak wajib memiliki KITAS, cukup dengan memegang visa kunjungan saja. Waktu sewanya bisa mencapai 80 tahun dengan skema 30+20+30.
Poin yang ingin diubah utamanya adalah waktu sewa. Skema waktu sewa saat ini dinilai bisa menurunkan minat WNA dalam memiliki properti, karena mereka harus melakukan perpanjangan sewa tiap skema tiap 30, 20 dan 30 tahun ke depan. Mereka akan dihadapi dengan ketidakpastian diterima atau tidaknya permohonan perpanjangan sewa, biaya dan lainnya.
Nantinya, setelah RUU selesai, WNA diharapkan bisa langsung mendapat 50 tahun di kali pertama mereka menyewa properti, tentu dengan beragam syarat yang harus dipenuhi para pengembang. RUU ini diharapkan selesai dengan sempurna agar tidak menimbulkan kerancuan lagi.
Advertisement