Berdampak ke Jakarta, Kebakaran Hutan Perlu Cepat Ditangani

Kebakaran hutan diduga membawa dampak meningkatnya polusi udara di Jakarta

oleh Septian Deny diperbarui 19 Agu 2019, 15:50 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2019, 15:50 WIB
Kabut Asap di Kalimantan Barat Mulai Ganggu Aktivitas Warga
Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat. (Liputan6.com/Raden AMP)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dinilai terlambat dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Kebakaran ini bahkan diduga membawa dampak meningkatnya polusi udara di Ibu Kota Negara.

Berdasarkan data dari AirVisual, Air Quality Index (AQI) Jakarta berada di 246 alias kategori sangat tidak sehat. Mestinya, pemerintah melakukan langkah antisipasi dengan Smooth potential indicators, Air quality indicators dan humidity detector.

"Kerugian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sangat besar, baik dari ekonomi, pariwisata, kesehatan, hingga pendidikan. Dampaknya juga dirasakan warga DKI Jakarta karena polusi di Ibu Kota diduga berasal dari karhutla, terutama di Sumatera dan Kalimantan," kata Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono di Jakarta, Senin (19/8/2019).

Dia menjelaskan, kasus polusi udara di Jakarta perlu penanganan khusus dan cepat. Jakarta sendiri, kata Bambang, punya peranan penting terhadap perekenomian nasional, ini karena 60 persen ekonomi Indonesia ada di Jakarta.

Bambang juga mengkritik kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang membatasi usia kendaraan akan berdampak fatal baik pada lingkungan, kemacetabln bahkan pada ekonomi nasional kita.

"Pembatasan umur kendaraan itu, maka, akan terjadi pembelian mobil baru dan akan ada import besar-besaran. Neraca perdagangan menjadi negatif, padahal yang diinginkan Pemerintah Neraca perdagangan kita positif, seharusnya Menteri Koordinator bidang Ekonomi harus mencegah hal ini"Tutur Bambang.

Dia mengingatkan agar pemerintah pusat dan DKI lebih cermat membuat kebijakan dalam merespons polusi udara di Ibu Kota.

"Jangan tergesa-gesa membuat kebijakan. Tolong dianalisis dulu, sebab musim hujan nanti karhutla akan padam sendiri dan polusi asap di DKI otomatis berkurang," kata Bambang Haryo.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Konsistensi Pemerintah Kurangi Polusi Udara

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau (Liputan6.com/M Syukur)

Kendati begitu, Bambang, mengapresiasi Pemprov DKI yang semakin terbuka dan cepat menyajikan data polusi udara, sehingga masyarakat memperoleh informasi secara transparan.

Selain akibat karhutla, Bambang Haryo juga menyoroti polusi akibat kembali masifnya penggunaan batu bara untuk pembangkit tenaga listrik dalam proyek listrik 35.000 Megawatt.

Kebijakan pemerintah ini dinilai tidak konsisten dengan upaya mengurangi polusi, termasuk rencana pengembangan mobil listrik.

"Percuma kembangkan mobil listrik, tetapi polusi dari pembangkit batu bara justru makin besar," ujarnya.

Dia mendorong masyarakat melakukan class action terhadap pemerintah karena dianggap tidak mampu menjaga lingkungan hidup sehingga merugikan masyarakat.

Desa Bebas Api, Efektifkah Bangun Kesadaran Masyarakat agar Tak Bakar Hutan?

Kebakaran Hutan
Pada 10 Agustus 2019, sekitar pukul 15.00 WIB sempat terlihat asap akibat kebakaran hutan dan lahan terdeteksi di Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur. (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Salah satu upaya membangun kesadaran masyarakat terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan adanya program Desa Bebas Api. Program ini digagas oleh sektor swasta dan NGO yang membentuk Aliansi Bebas Api.

Kegiatan Desa Bebas Api diantaranya pemberian penghargaan (reward) bagi desa yang tidak terjadi kebakaran hutan, kampanye komunikasi penyadaran masyarakat soal bahaya asap, pembentukan tim patroli, dan pemantauan kualitas udara.

"Sampai sekarang program itu masih berjalan. Paling banyak diterapkan di lima kabupaten di Riau (Bengkalis, Pelalawan, Indragiri, Hilir, Meranti, dan Siak)," kata Advisor Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Program Kebakaran Hutan dan Lahan Dedi Hariri saat diwawancarai Health Liputan6.com ditemui di Jakarta, ditulis Rabu (14/8/2019).

Melalui Desa Bebas Api, upaya pencegahan menyasar masyarakat yang berada di sekitar kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan. Ada pemberian insentif untuk desa binaan bebas api.

Reward tersebut diperoleh bila dalam satu tahun tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan di sekitar wilayah mereka. Desa akan mendapatkan reward sebesar Rp100 juta.

"Kalau terjadi kebakaran hutan kurang dari 2 hektar, dikasih reward Rp5 juta. Maksimal tiga tahun pembinaan desa ini," tambah Dedi. 

Program Desa Bebas Api baru berjalan sejak 2015. Dedi menilai, upaya Desa Bebas Api untuk menyadarkan masyarakat soal kebakaran hutan memang ampuh dalam jangka pendek, bukan jangka panjang.

"Untuk jangka pendek berhasil. Makanya, reward paling banyak selama tiga tahun (tiga kali untuk satu desa binaan). Biasanya mereka punya desa binaan, ada 10 sampai 20 desa," komentarnya.

Setelah pemberian reward habis, upaya penyadaran asap kebakaran hutan melalui kegiatan lain yang bersifat mendidik. Misal, upaya penyadaran asap dengan sosialisasi ke sekolah-sekolah. Ini supaya anak punya pengetahuan, bagaimana menghadapi asap kebakaran.

"Upaya jangka panjang lain diimbangi dengan memberikan bantuan pertanian dan sosialisasi supaya masyarakat tidak membuka lahan dengan cara membakar. Bantuan bibit pertanian juga dilakukan," Dedi menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya