Tak Hanya Kejar Untung, Ini yang Harus Dilakukan BUMN

Selain mengejar keuntungan, BUMN dinilai harus mengutamakan sosial culture.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 03 Okt 2019, 18:28 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2019, 18:28 WIB
20160725-Gedung Kementrian BUMN-AY
Gedung Kementrian BUMN. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai perlu memperkuat budaya ramah (Hospitable culture) dalam menjalankan roda bisnisnya, terlebih bagi BUMN yang bergerak di sektor pelayanan publik.

Hospitable culture yang dimaksud yakni kemampuan memberikan pelayanan dan ikatan yang optimal kepada setiap pemangku kepentingan sebagai orientasi hospitaliti yang strategis.

Staf Khusus II Menteri BUMN Bambang Eka Cahyana menjelaskan disamping mengejar keuntungan, penting bagi BUMN untuk bisa menetapkan tujuan lain yang mencakup kepentingan aspek ekonomi, sosial, politik negara dan lingkungan, yang melibatkan juga partisipatif masyarakat sebagai wujud pelayanan maksimal perusahaan kepada masyarakat.

"Hospitable culture penting bagi BUMN karena ini merupakan suatu kapabilitas yang harus dimiliki BUMN di tengah perubahan landscape bisnis yang terjadi. Tanpa hospitable culture, BUMN akan mengalami kesulitan jangka panjang dalam menjalankan bisnis dan sulit dalam mempertahankan reputasi korporasi," kata Bambang Eka dalam keterangannya, Kamis (3/10/2019).

Ia pun mengungkapkan bahwa saat ini banyak BUMN yang hospitalitinya masih bisa lebih ditingkatkan. Merujuk pada sampel disertasinya pada BUMN bidang kepelabuhan, Bambang Eka menyatakan bahwa diperlukannya transformasi organisasi bagi sebuah perusahaan untuk mencapai hospitable culture yang optimal. Dimana dalam transformasi terdapat dua faktor penting bagi BUMN .

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menyeimbangkan Orientasi

20160725-Gedung Kementrian BUMN-AY
Gedung Kementrian BUMN. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Yaitu pertama pada aspek kepemimpinan strategik yang harus mengadopsi prinsip ambidextrous leadership yang mampu menyeimbangkan orientasi jangka pendek dengan orientasi jangka panjang.

Yang kedua yaitu tata kelola organisasi yang membuka ruang bagi partisipasi publik dalam penetapan kebijakan strategis.

"BUMN juga harus mampu benar-benar menunjukkan bahwa perannya sudah mencerminkan prinsip transparansi dan akuntabel. Serta membuka partisipasi publik dalam tata kelola perusahaan, harus di buka ruang kepada publik. Sehingga dapat dengan cepat mendorong transformasi organisasi di aspek kepemimpinan stratejik, tata kelola korporasi, perbaikan budaya korporasi, infrastuktur bisnis dan keselarasan korporasi," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya