OJK Cabut Izin Usaha BPR Fajar Artha Makmur di Depok

BPR Fajar Artha Makmur telah ditetapkan menjadi status BPR Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) sejak 6 Mei 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Nov 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2019, 15:00 WIB
Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti
Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Fajar Artha Makmur, yang berlokasi di Ruko Graha Depok Mas Blok A Nomor 21, Jalan Arief Rahman Hakim Nomor 3 Kota Depok, Jawa Barat.

Pencabutan izin usaha ditetapkan melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner (KADK) Nomor KEP-207/D.03/2019 tanggal 11 November 2019 tentang Pencabutan Izin Usaha PT BPR Fajar Artha Makmur.

PT BPR Fajar Artha Makmur telah ditetapkan menjadi status BPR Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) sejak 6 Mei 2019, karena rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang kurang dari 0 persen. Penetapan status tersebut disebabkan kelemahan pengelolaan oleh manajemen BPR.

Sementara status ditetapkan dengan tujuan Pemegang Saham melakukan upaya penyehatan. Namun, sampai batas waktu yang ditentukan, upaya penyehatan dapat beroperasi secara normal dengan rasio KPMM paling kurang sebesar 8 persen tidak terealisasi.

Dengan mempertimbangkan kondisi keuangan BPR yang semakin memburuk dan adanya masalah lain, maka OJK mencabut izin usaha BPR trsebut setelah memperoleh pemberitahuan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Dengan pencabutan izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Fajar Artha Makmur, selanjutnya LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi," jelas Triana Gunawan, Kepala OJK Regional 2, Jawa Barat, seperti mengutip dari keterangan tertulis, Senin (11/11/2019).

OJK mengimbau nasabah PT Bank Perkreditan Rakyat Fajar Artha Makmur agar tetap tenang.

Reporter: Chrismonica

Saksikan video di bawah ini:

OJK Telusuri Melambatnya Kucuran Kredit Perbankan di Tahun Ini

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menelusuri penyebab melambatnya kucuran kredit pada tahun ini dibandingkan tahun lalu. Tahun lalu pertumbuhan kredit mencapai 12 persen. Kondisi perekonomian global hingga dalam negeri diprediksi memberi pengaruh terhadap pertumbuhan kredit nasional.

"Memang pertumbuhan kredit agak sedikit melambat tidak seperti tahun lalu yang bisa 12 persen. Nanti kita lihat di akhir tahun seperti apa," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan yang juga Anggota Komisioner OJK Heru Kristiyana dalam FGD bersama media di Semarang, pekan ini. 

Dia mengatakan jika sebenarnya secara garis besar, kondisi industri perbankan nasional masih baik. Seperti terlihat dari CAR perbankan sebesar 23,38 persen sampai September.

Data OJK melaporkan jika, risiko kredit dan pembiayaan terjaga dengan NPL gross 2,66 persen dan NPL nett 1,15 persen. NPF gross 2,66 persen dan NPF nett 0,55 persen.

Sementara Dana Pihak Ketiga perbankan mencapai Rp 5.891,92 triliun atau tumbuh 7,4 persen (yoy). 

Hal yang melambat hanya pada kondisi pertumbuhan kredit. Penyaluran kredit perbankan tumbuh pada kisaran 7,89 persen secara year on year (yoy). 

Dia memastikan OJK terus menelusuri penyebab dari pelambatan kredit tersebut. Meski dikatakan saat ini, dia lebih mementingkan kestabilan.

"Tapi tetap kami mendorong tumbuh (kredit) tapi pilih bank mana yang didorong, kemudian sektor mana yang tidak terdampak perang dagang dan lainnya," lanjut dia.

OJK juga akan terus memantau kondisi yang ada demi menciptakan kestabilan kondisi perbankan Tanah Air.

"OJK menaikkan stability sambil wait and see supaya tak ganggu keuangan," dia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya