Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan perang adalah jalan terakhir dari diplomasi. Hal ini disampaikan terkait klaim perairan Natuna yang dilakukan China sebagai batas wilayahnya.
Lalu disusul dengan beberapa kapal penangkap ikan berbendera negeri tirai bambu yang memasuki zona eksklusif ekonomi (ZEE). Luhut menilai gesekan antar negara tak mesti dilanjutkan dengan perang.
Baca Juga
"Perang itu ujung dari diplomasi," kata Luhut di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Advertisement
"Masa baru ribut udah perang, itu pemikiran maaf kalau saya pakai istilah bodoh," sambung Luhut.
Pilihan tidak melakukan perang bukan berarti akan menyerahkan wilayah perbatasan. Dia menegaskan tidak akan pernah melepaskan wilayah Indonesia.
"Kami tidak akan pernah melepaskan wilayah Indonesia, itu tidak akan pernah terjadi," ungkapnya.
Saat ini, pemerintah tengah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan kawasan Natuna. Termasuk memaksimalkan potensi yang ada bagian Kepulauan Riau tersebut.
Tim survei dari berbagai kementerian sudah dikirim. Mereka sudah kembali dan sedang melakukan pengkajian. Luhut mengklaim timnya sudah berupaya maksimal menyerap aspirasi dari berbagai sudut pandang. Sehingga keputusan yang nanti diambil tidak atas keinginan pihak tertentu.
"Kita kan enggak mau juga yang kaya gitu," kata Luhut mengakhiri.
Reporter:Â Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Pemerintah Kaji Bangun Pangkalan Nelayan di Sebelah Utara Natuna
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah tengah berbenah di perbatasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di Kabupaten Natuna, Riau. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah melakukan kajian untuk membangun pangkalan nelayan di sebelah utara pulau terluar Indonesia.
"Jadi jangan bersebelahan dengan pangkalan militernya," kata Luhut di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Hanya saja dalam prosesnya diperlukan kajian ilmiah untuk menentukan langkah selanjutnya dalam memaksimalkan kawasan ZEE. "Sekarang dibuat studinya itu mereka 3 hari atau 4 hari, nanti setelah itu datang, mereka akan buat laporannya," ujar Luhut.
Setelah itu, laporan akan dikombinasikan dengan sejumlah pihak seperti TNI Angkatan Laut, Bakamla dan nelayan. Sementara itu terkait larangan kapal 150 gross ton (GT) di laut lepas tengah Natuna dalam proses evaluasi.
Sebab, kapal dengan kapasitas 30 GT di laut lepas kawasan ZEE tidak akan berfungsi. Saat ini tengah berlangsung forum grup discussion (FGD) oleh KKP.
"Menurut saya memang menghambat tapi biar studi dilakukan, berangkat dari studi ini nanti kita lihat," tutup Luhut.
Advertisement