BPK Laporkan Program Asuransi PNS, TNI dan Polri Tidak Efektif

Pemeriksaan dilakukan pada Kementerian Keuangan, Kementerian PAN-RB, BKN, PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero).

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Mei 2020, 21:03 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2020, 20:51 WIB
THR PNS
Ilustrasi THR PNS (Grafis: Abdillah/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa kinerja efektivitas program pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI dan Polri. Hasilnya, pemeriksaan menunjukkan jika program tersebut tidak efektif.

"Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan program pensiun untuk menjamin hari tua ini tidak efektif," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 pada Rapat Paripurna DPR Ke-14 di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (5/5/2020).

Pemeriksaan dilakukan pada Kementerian Keuangan, Kementerian PAN-RB, BKN, PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero).

BPK menjelaskan ketidakefektifan ini karena tata kelola penyelenggaraan jaminan pensiun PNS, TNI dan Polri belum diatur secara lengkap dan jelas. Serta belum disesuaikan dengan aturan peraturan perundangan yang berlaku.

Selain itu, BPK juga melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas pengelolaan utang pemerintah untuk menjamin biasa minimal. Termasuk resiko terkendali dan kesinambungan fiskal tahun 2018 dan 2019 sampai triwulan-III.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Belum didukung aturan

DPR Gelar Rapat Paripurna Bahas Laporan BPK RI
Suasana Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan III 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/5/2019). Rapat paripurna beragendakan laporan BPK RI mengenai penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selain dengan Kementerian Keuangan, BPK dalam hal ini melakukan pemeriksaan dengan Bappenas dan instalasi terkait lainnya.

Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan pengelolaan dana pusat kurang efektif untuk biaya minimal dan risiko terkendali serta kesinambungan fiskal.

Alasannya karena pengelolaan utang pemerintah pusat belum didukung peraturan terkait dengan manajemen resiko keuangan negara.

Serta penerapan fiskal suistainable analisit dan debt suistainable analisis secara komprehensif. Sehingga berpotensi menimbulkan gangguan atas keberlangsungan atau kesinambungan fiskal di masa yang akan datang.

Reporter: Anisyah Alfaqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya