Apex Jadi Andalan Perkuat BPR Saat Pandemi Corona

Saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat pondasi BPR.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jun 2020, 14:29 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2020, 14:29 WIB
BPR
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT BPR Mustika Utama Kolaka

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 membuat industri perbankan goyah. Terutama bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menghadapi kredit macet nasabah terdampak wabah.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan, saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat pondasi BPR.

"OJK terus memperkuat pondasi BPR dengan membuat Apex," kata Halim dalam Webinar bertajuk 'New Normal dan Mitigasi Bisnis Perbankan Saat Wabah Covid-19' di akun YouTube LPS_IDIC Official, Jakarta, (10/6).

Secara teknis, Apex akan membantu bank yang lemah (goyah). Caranya dengan memberikan bantuan dana menjadi cooling five.

Anggota BPR bisa memberikan Apex dengan kontribusi dan iuran. Hal ini kata Halim sudah berlaku di beberapa bank. Misalnya BJB yang memiliki banyak BPR di dalamnya.

Begitu juga dengan bank swasta. Beberapa bank swasta memiliki keterlibatan dengan Apex bank. Sehingga, dalam hal ini OJK lebih banyak mengarahkan bank untuk melakukan merger dan konsolidasi.

"Demikian juga OJK mendorong langkah merger dan konsolidasi," kata Halim mengakhiri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dirut BCA: Krisis Akibat Corona Mirip Sakit Stroke, Pulihnya Lama

20160303-Jahja Setiaatmadja-Presiden Direktur BCA-AY
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja saat memberi paparan kinerja kerja Bank BCA di Jakarta, (3/3). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja bercerita soal krisis ekonomi yang telah dan tengah dihadapi oleh Indonesia dari waktu ke waktu. Ia menjabarkan kondisi yang terjadi pada krisis moneter 1998, krisis keuangan global 2008 dan krisis akibat pandemi Corona di 2020. 

Jahja mengibaratkan krisis ini dengan penyakit yang biasa diidap manusia. "Mudahnya, saya bandingkan dengan orang yang kena penyakit. Tahun 1998 itu orang yang kena serangan jantung, lalu ditolong, ada program recovery, dan dia bisa back to normal," jelas Jahja dalam diskusi online, Rabu (10/6/2020).

Kemudian, krisis keuangan 2008 dianalogikan seperti orang yang terkena migrain. Dia hanya perlu beberapa obat untuk bisa segera sembuh. Terakhir, krisis ekonomi di 2020 diibaratkannya seperti orang yang terkena troke.

"Recovery akan jauh lebih lama. Stroke memang enggak mematikan langsung, tapi pemulihannya akan lama," katanya.


BCA Kena Rush

Bank BCA akan turunkan bunga deposito
(Foto: Liputan6.com)

Jahja juga bercerita, saat krisis moneter 1998 mulai mencuat, IMF memberi saran untuk menutup 16 bank, tepatnya pada November 1997. Saat itu, program penjaminan belum ada.

Akhirnya, penutupan 16 bank ini menimbulkan kepanikan di masyarakat. Mereka kemudian memindahkan dana mereka ke bank-bank besar yang dianggap lebih aman.

"Tapi di awal 1998, ada gejolak politik dan bank swasta kena rumor politik, begitu juga BCA. Orang-orang yang tadinya pindahkan dana ke bank besar langsung panik. Kita rush, lebih dari 35 persen DPK kita ditarik mereka yang panik," kenangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya