Liputan6.com, Jakarta - Singapura resmi mengalami resesi secara teknis. Bagaimana tidak, pada kuartal ke-2 tahun 2020 ekonomi negara maju di kawasan Asia Tenggara tersebut terkontraksi hingga 41,2 persen akibat pandemi Covid-19.
Pada Januari hingga Maret, PDB Singapura juga minus 3,3 persen dibanding kuartal sebelumnya. Bahkan dibandingkan tahun sebelumnya, PDB Singapura anjlok 12,6 persen pada kuartal ke-2.
Baca Juga
Namun, Pengamat Ekonomi Piter Abdullah memberikan pernyataan mengejutkan terkait resesi. Menurut dia, resesi ekonomi ialah sebagai kenormalan baru ditengah pandemi ini. Sebab, hampir seluruh negara berada dalam bayang-bayang resesi.
Advertisement
"Kalau saya bilang resesi ini sebagai kenormalan baru di tengah pandemi Covid-19. Karena semua negara mengalami atau ada diancaman resesi. Jadi, resesi bukan sesuatu yang aneh lagi," ujar dia ketika dihubungi Merdeka.com, Senin (20/7/2020).
Pieter menyebut selama pandemi itu masih berlangsung atau tidak segera diakhiri, maka dipastikan akan lebih banyak negara yang mengalami resesi. Mengingat pandemi Covid-19 berdampak buruk bagi kegiatan aktivitas ekonomi secara global.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Ekspor Menurun
Imbasnya berbagai aktivitas perniagaan, investasi, ekspor, dan impor akan terganggu kinerjanya. Sehingga sulit bagi seluruh negara termasuk Indonesia untuk terhindar dari kejaran resesi ekonomi.
"Karena bisa dipastikan juga akan mengancam juga tingkat konsumsi masyarakat. Setelah adanya penurunan pendapatan ataupun PHK akibat berbagai aktivitas ekonomi terganggu," jelas dia.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia dan masyarakat diminta terlalu khawatir akan terjadinya resesi di Tanah Air. Justru fokus yabg harus dilakukan adalah menyelamatkan sebanyak mungkin pelaku usaha dan lembaga keuangan agar terhindar dari jurang krisis yang lebih dalam.
Salah satunya dengan mempercepat berbagai penyaluran progam penanganan pandemi Covid-19. Pun, pemerintah juga harus memperbanyak cakupan penerima manfaat bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat yang terdampak pandemi.
"Hal itu, karena sebenarnya pemerintah sebenernya sudah mempunyai berbagai program antisipasi yang baik. Hanya saja serapannya masih jauh dari maksimal. Seharusnya apa yang sudah di rencanakan harus sudah direalisasikan," tukasnya.
Merdeka.com
Advertisement