Ketua MPR: Pemerintah Harus Siap Hadapi Ancaman Krisis Pangan Dampak Covid-19

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan Pemerintah perlu memperhatikan dan mempersiapkan ancaman krisis pangan akibat pandemi covid-19.

oleh Tira Santia diperbarui 14 Agu 2020, 10:15 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2020, 10:15 WIB
Bamsoet
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjadi pembicara kunci dalam acara diskusi publik yang diselenggarakan Posbakum Golkar di Jakarta, Selasa (12/11/2019). Diskusi tersebut membahas mengangkat tema 'Golkar Mencari Nakhoda Baru'. (Liputan6.co/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengatakan Pemerintah perlu memperhatikan dan mempersiapkan ancaman krisis pangan akibat pandemi covid-19.

"Hal lain yang perlu mendapat perhatian kita semua adalah peringatan dari Food and Agricultural Organization (FAO), mengenai ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19," kata Bambang dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2020, di Gedung Nusantara, Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Menurutnya pertarungan dalam memenuhi dan mengawal ketersediaan pangan akan menjadi penentu gerak bandul geopolitik global.

Sehingga kondisi ini memaksa setiap negara merancang politik pangan, untuk kepentingan domestiknya. Oleh karena itu dirinya sebagai Pimpinan MPR perlu mengingatkan produksi dalam negeri akan menjadi tumpuan utama bagi kita saat ini.

Seperti fasilitas produksi, seperti mesin dan peralatan pertanian, subsidi pupuk dan benih, serta fasilitas pendukung produksi lainnya, perlu menjadi prioritas bagi peningkatan produksi dalam negeri.

"Mengingat 93 persen mayoritas petani Indonesia adalah petani kecil, maka fasilitas dan bantuan sangat dibutuhkan agar mereka terbantu untuk meningkatkan kinerja produksinya," ujarnta.

Kata Bambang, dalam situasi pandemi saat ini selain fasilitas atau bantuan, diperlukan juga protokol produksi yang dapat menjamin kualitas dan keamanan pangan yang terbebas dari Covid-19.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Jelang Pidato Kenegaraan, Jokowi Harus Sebar Optimisme Pertumbuhan Ekonomi RI

Jokowi Serahkan Nota Keuangan dan RUU APBN 2020 kepada DPR
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidatonya dalam Sidang Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/8/2019). Nantinya DPR akan membahas RAPBN 2020 untuk selanjutnya disahkan menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menyampaikan Pidato Kenegaraan, RUU Tentang APBN dan Nota Keuangan 2021 dalam sidang tahunan MPR di Jakarta, hari ini (14/8). Proyeksi atas pertumbuhan ekonomi di tahun depan pun menjadi menarik lantaran Indonesia masih berjuang memerangi pandemi Covid-19.

Ekonom Center of Reforms on Economic (CORE), Piter Abdullah menyatakan, bahwa dalam penyampaiannya pemerintah perlu optimis dalam menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional 2021. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7 persen di tahun depan dinilai tak sulit diraih, asalkan pandemi bisa segera diselesaikan pada tahun ini.

"Kalau kita lihat dari berita atas asumsi yang ada, untuk asumsi dasar ekonomi makro disepakati pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen pada 2021 relatif kecil. Padahahal potensi untuk tumbuh berkisar 6-7 persen bisa dicapai asalkan pandemi bisa cepat diselesaikan tahun ini," kata Pieter kepada Merdeka.com, Jumat (14/8).

Terlebih, sambung Pieter, pada kuartal II 2020 kontraksi ekonomi sebesar -5,32 persen secara year on year (yoy) dianggap relatif tidak terlalu dalam. Sehingga beban kerja yang dipikul pemerintah tidak terlalu berat agar ekonomi nasional dapat tumbuh lebih tinggi dari apa yang diasumsikan saat ini.

Untuk itu, Pieter mengimbau pemerintah sebaiknya harus lebih all out dalam meningkatkan serapan program PEN yang sejauh ini masih dibawah target. Program dengan pagu anggaran sebesar Rp695,2 triliun diyakini mampu untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi andaikata dapat segera terserap sepenuhnya di era kebiasaan baru ini.

Kendati demikian, ia juga meminta pemerintah untuk memastikan kondisi APBN 2020 tetap dalam keadaan sehat. Semisal menjaga defisit agar tidak semakin melebar. Sebab lebarnya defisit menandakan kondisi APBN dalam keadaan tidak sehat.

"Balik lagi, pertumbuhan ekonomi 6 sampai 7 persen sebenarnya mampu kok. Yaitu asal di support oleh pandemi yang harus usai tahun ini dan APBN yang kuat. Jadi harus optimis ya," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya