Kementerian ESDM Targetkan Tambah Bauran Energi 3 Persen di 2025

Pemerintah tengah mengupayakan terobosan dalam pemanfaatan biomassa untuk mengurangi penggunaan energi fosil

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 18 Sep 2020, 12:45 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2020, 12:45 WIB
Pemerintah Bakal Cabut Izin Usaha Bila Tak Campur 15% BBN
Kementerian ESDM juga akan terus mengawasi proses pencampuran biodiesel sebesar 15 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah mengupayakan terobosan dalam pemanfaatan biomassa untuk mengurangi penggunaan energi fosil yakni batubara yang masih dominan, serta mendorong pencapaian target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025.

Salah satu yang didorong adalah pemanfaatan co-firing biomassa sebagai substitusi batubara pada pembangkit listrik.

"Kami mendorong co-firing biomassa pada pembangkit listrik tenaga batubara dengan harapan bisa memenuhi target tambahan bauran energi sebesar 1-3 persen pada tahun 2025. Serta berkomitmen melanjutkan penggunaan B30 dan akan terus megembangkan biodiesel pencampur yang lebih tinggi dalam waktu dekat yakni uji coba B40," ungkap Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna dikutip dalam keterangan resmi, Jumat (18/9/2020).

Dalam skema co-firing ini, lanjut Feby, pengembangan biomassa yang akan dioptimalkan potensi pemanfaatanya adalah pelet biomassa yang bersumber dari segala jenis sampah organik dengan harapan akan meningkatkan kemandirian energi nasional serta mengoptimalkan potensi pembangkit listrik tenaga biomassa yang sampai saat ini baru mencapai kurang dari 1,9 GW dari total potensi sekitar 32 GW.

"Sekitar 114 PLTU sudah melakukan co-firing test dengan menggunakan biomass pellet serta RDF hingga 10 persen, bergantung pada teknologi boiler. Kami berharap pada tahun 2021 kami dapat mulai menerapkan co-firing di PLTU batubara secara berkelanjutan," ujar Feby.

Adapun komitmen dan kajian uji penerapan B30 serta pengembangan B40, Feby menjelaskan, campuran biodiesel adalah cara yang efisien untuk mengembangkan solusi yang lebih ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan energi.

Konsumsi biodiesel di 2020 diproyeksikan akan turun sebesar 13 persen dari alokasi tahun 2020 (9,6 juta kL) akibat pandemi Covid-19. "Meskipun terpukul pandemi global, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk melanjutkan program wajib B30," tegasnya.

Lebih lanjut, Pemerintah juga tengah melakukan penyiapan uji coba B40. PT Pertamina bersama ITB (Institut Teknologi Bandung) dan pemangku kepentingan terkait lain pun mendukung dengan mengembangkan katalisator untuk menghasilkan green-fuel berbasis minyak sawit yang diharapkan siap berproduksi pada tahun 2023.

 

Target Buaran EBT 23 Persen di 2025 Diyakini Bakal Tercapai

FOTO: Melihat Sumber Energi Ramah Lingkungan di Weining China
Foto yang diabadikan dari udara menunjukkan instalasi tenaga angin di wilayah Weining, Provinsi Guizhou, China, 27 April 2020. (Xinhua/Tao Liang)

Situasi pandemi yang melanda Tanah Air, berimbas pada turunnya pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen, yang turut mempengaruhi proyeksi target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 mendatang.

Board of Director at International Geothermal, Abadi Poernomo mengungkapkan bahwa regulasi untuk proyek ini sudah jelas, dan hanya menunggu kemauan (political will dari pemerintah.

"Apabila political will itu ada, semuanya pasti bisa tercapai," ujaranya dalam webinar Menakar Kembali Transisi Energi di Indonesia, Rabu (3/6/2020).

Saat ini, kata Abadi, yang paling mudah dilakukan adalah pengembangan energi surya, apalagi jika bangunan-bangunan baru yang harganya di atas Rp 2 miliar diharuskan memakai panel surya atau rooftop. Begitu pula dengan gedung-gedung Pemerintah.

Abadi mengungkapkan bahwa Presiden sudah menyetujui hal ini, baik dalam rapat paripurna maupun ratas lainnya yang membahas hal ini, namun realisasinya terbentur pada anggaran yang ada di APBN.

"Jadi kalau bisa dilaksanakan, maka akan sangat membantu dalam pencapaian target 23 persen. Namun perlu diingat, bahwa energi surya ini adalah intermiten, jadi tidak bisa dipakai backbone sebagai energi PLN," jelas dia.

Selain itu, Abadi menyebutkan pemanfaatan dan pengembangan energi baseload, seperti sember energi panas bumi milik Indonesia yang cukup besar mencapai 23 GW, dengan proven resource sekitar 89 GW.

"Jadi apabila ini dikembangkan semuanya, maka ini akan sangat membantu terutama nanti pada daop daerah timur, dimana saat ini masih pakai PLTD, itu bisa juga diganti dengan tenaga EBT yang baru," kata dia.

Sehingga, sambung Abadi, capaian target 23 persen tidak mustahil tercapai. Namun juga dengan penyesuaian target energi primer yang bukan lagi 400 MTOE, melainkan pada kirsaran 300 MTOE atau 280 MTOE, sehingga pebangkitnaya juga akan mengalami oengurangan.

"Tapi yang perlu disepakati bahwa kita mesti merubah total energi primer kita, bukan lagi 400 MTOE karena perkembangan dari pertumbuhan ekonomi kita sudah turun drastis di bawah 5 persen," tutur Abadi.

Dengan adanya Covid-19 ini, Abadi mengatakan bahwa pembangkit di Jawa mulai kekurangan beban, akibat banyak industri yang tidak beroperasi. Hal ini menjadi perhatian untuk mempertahankan sustainable di tengah merosotnya permintaan (demand).

"Jadi 23 persen harus bisa dicapai asal kita semangat dan kita tidak boleh patah arang," tutupnya

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya