Pengusaha Klaim UU Cipta Kerja Bisa Bawa Ekonomi Indonesia Tumbuh 6 Persen

karyawan yang terkena PHK sebanyak 3 juta orang dan ratusan ribu yang dirumahkan, ini menjadi tantangan yang harus diatasi dengan UU Cipta Kerja.

oleh Tira Santia diperbarui 07 Okt 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2020, 08:00 WIB
FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal III 2020 Masih Minus
Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Meski membaik, namun pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 masih tetap minus. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Dunia usaha menyambut dengan optimisme pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) pada Sidang Paripurna DPR pada Senin 5 Oktober 2020.

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja ini memiliki harapan besar akan masa depan ekonomi pasca pandemi covid-19.

“Target pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah di kisaran 5,7 persen hingga 6 persen dan penciptaan lapangan kerja sebanyak 2,7 juta orang per tahun hingga 3 juta orang per tahun diharapkan dapat tercapai. Mengingat angka pengangguran kita yang yang semakin bertambah akibat dampak pandemi covid-19,” kata Sarman kepada Liputan6.com, Selasa (6/10/2020).

Saat ini jumlah pengangguran mencapai 7,05 juta orang, ditambah dengan angkatan kerja baru sekitar 2,5 juta orang per tahun, belum termasuk yang terkena PHK sebanyak 3 juta orang dan ratusan ribu yang dirumahkan, ini menjadi tantangan yang harus diatasi dengan UU Cipta Kerja.

Ia meyakini dengan sinergitas dan saling mendukung antara pemerintah, dunia usaha serta Serikat Pekerja atau buruh akan dapat diselesaikan secara bertahap.

Termasuk bagaimana meningkatkan SDM tenaga kerja Indonesia agar memiliki kompetensi, skill dan keahlian, yang mumpuni sejalan dengan perkembangan teknologi yang ada sehingga lebih kompetitif dan berdaya saing.

“Sehingga ke depan isu upah tidak lagi menjadi polemik, karena jika kita memiliki tenaga kerja yang berkualitas tentu upahnya sudah memiliki standar kesejahteraan yang mumpuni,” ujarnya.

Maka efektivitas Undang-Undang ini dapat segera diterapkan di lapangan maka Pemerintah agar segera menyusun aturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen) dan aturan pendukung lainnya.

“Kami juga berharap agar pemerintah segera melakukan sosialisasi UU Cipta Kerja ke berbagai pemangku kepentingan agar semua jelas dan pasti. Karena banyak beredar di medsos draf UU tersebut yang seolah-olah terkesan lebih berpihak kepada pengusaha, padahal Undang Undang ini untuk kepentingan Bersama,” ujarnya.

Demikian ia menegaskan RUU Cipta kerja disahkan, bertujuan untuk masa depan pekerja atau buruh bagaimana agar memiliki kesejahteraan yang lebih baik melalui peningkatan produktivitas dan kompetensi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menaker: UU Cipta Kerja untuk Perluas Lapangan Kerja, Bukan PHK

Menaker Ida:  Jawa Barat, Provinsi Paling Banyak Pekerjanya yang Terdampak Covid-19
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, meyakini disahkan RUU Cipta Kerja bertujuan untuk memperluas penyediaan lapangan kerja, bukan memperluas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Sangat prematur apabila secara tergesa-gesa kita menyimpulkan bahwa RUU Cipta Kerja akan rentan terhadap PHK pekerja/buruh. Padahal semangat yang dibangun dalam RUU Cipta Kerja ini justru untuk memperluas penyediaan lapangan kerja,” kata Ida dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (6/10/2020).

 

Selain itu, dengan disahkannya RUU Cipta Kerja ini diklaim bisa meningkatkan kualitas perlindungan bagi pekerja/buruh, utamanya perlindungan bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Untuk meyakinkan para pekerja/buruh untuk menerima RUU Cipta Kerja agar tujuan utama RUU memulihkan ekonomi tercapai, Pemerintah melakukan dua hal penting.

Pertama, mengintensifkan dialog dengan pemangku kepentingan, utamanya unsur pekerja/buruh dan pengusaha dengan dibantu jejaring kementerian/lembaga terkait serta pemerintah daerah, khususnya dinas-dinas yang membidangi urusan ketenagakerjaan di daerah.

Kedua, segera menyusun peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan peraturan lain dibawahnya untuk meyakinkan kepada pekerja/buruh bahwa amanat pelindungan terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja dapat segera dijalankan.

Selanjutnya, Ida menegaskan poin-poin positif yang terangkum dalam Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Diantaranya dalam rangka perlindungan kepada pekerja/buruh yang menghadapi proses pemutusan hubungan kerja (PHK), RUU Cipta Kerja tetap mengatur ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara PHK.

“RUU Cipta Kerja tetap memberikan ruang bagi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya yang sedang mengalami proses PHK,” jelasnya.

Demikian poin lainnya, dalam rangka memberikan jaminan sosial bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK, RUU Cipta Kerja mengatur ketentuan mengenai program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang manfaatnya berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja.    

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya