Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana menyiapkan website khusus mengenai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Melalui website ini, nantinya semua pihak bisa mengakses seluruh informasi terkait UU yang ketebalannya mencapai 812 halaman itu.
"Saya sudah usul ke presiden, semua itu kita masukan ke satu web di mana semua orang bisa akses," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan saat menjadi pembicara kunci di acara Kadin, Apindo dan Hipmi, Rabu (21/10).
Luhut menjelaskan, melalui website tersebut masyarakat bisa berkontribusi aktif dalam penyusunan aturan-aturan turunan atau pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Pemerintah ingin seluruh masyarat dapat mengawal dan melihat proses secara terbuka.
Advertisement
"Bisa masukan sehingga aturan turunan, peraturan pemerintah segala macam itu akan bisa dilihat, bisa dikoreksi," tegasnya.
Menurut dia, dengan adanya website itu maka aturan pelaksanan Omnibus Law Cipta Kerja dapat lebih efektif karena banyak mendapat masukan dari segala pihak. Meskipun langkah tersebut sudah dilakukan dari awal dalam penyusunan draf RUU Cipta Kerja.
"Walaupun konsultasi sesungguhnyaa waktu itu banyak. Tapi dengan kita buka web ini akan bisa lebih bagus saya kira," ungkap Luhut.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Luhut Ancam Pidanakan Perusahaan yang Tak Bayar Pesangon Sesuai UU Cipta Kerja
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, kembali memberikan perhatian khusus soal perkara pembayaran pesangon bagi karyawan atau buruh yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Luhut memastikan bahwa setiap pekerja yang terkena PHK tetap bakal mendapat uang pesangon.
"Sebenarnya pekerja dan buruh yang alami PHK tetap mendapatkan uang pesangon. Uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak sesuai peraturan perundang-undangan," ujarnya dalam sesi teleconference, Rabu (21/10/2020).
Lebih lanjut, Luhut juga memberi penjelasan seputar poin yang banyak mendapat kecaman. Yakni seputar pemotongan nilai pesangon dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah.
Dalam hal ini, ia coba menjawab keraguan dari sejumlah pihak soal ketidakpastian poin aturan tersebut. Sebelumnya, banyak yang menyangsikan UU Cipta Kerja dapat membuat pihak pemberi kerja patuh membayar uang pesangon sebesar 25 kali. Sebab, dengan nilai pesangon 32 kali saja perusahaan banyak yang tak membayarkannya.
Namun, Luhut menegaskan perusahaan nantinya wajib menaati UU Cipta Kerja terkait pembayaran pesangon. Jika tidak, ia mengancam akan membawanya ke ranah pidana.
"Mungkin kalau Anda lihat, (perusahaan) yang mampu memberikan kompensasi 32 (kali upah) itu enggak sampai 10 persen, 8 persen. Yang lain lari aja mereka," jelas dia.
"Sekarang kita bikin 19 kali plus 6 dari asuransi, tapi kami jamin kalau kamu (perusahaan) tidak bisa men-deliver, bisa dipidana nanti yang punya pekerjaan," tegas Luhut.
Pemerintah disebutnya telah mematangkan seluruh aturan dalam UU Cipta Kerja dengan cermat dan teliti termasuk aturan pesangon tersebut. Menurut dia, pemerintah berkomitmen untuk melayani masyarakat sepenuh hati dengan aturan baru tersebut.
"Jadi saya pikir, jangan kita terus buruk sangka bahwa ini seolah-olah merugikan buruh. Tidak sama sekali. Kita semua bekerja secara terukur dan dengan hati untuk Indonesia," pungkas Luhut.Â
Advertisement
DPR Akui Pesangon di UU Cipta Kerja Turun untuk Tarik Investor
Sebelumnya, DPR RI telah meresmikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). Salah satu poin yang banyak disoroti yakni terkait pengurangan nilai pesangon dari 32 kali menjadi 25 kali.
Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin mengatakan, UU Ketenagakerjaan telah mengatur besaran pesangon sebanyak 32 kali gaji. Namun pada pelaksanaannya, ia menambahkan, hanya 7 persen perusahaan yang patuh memberikan pesangon sesuai ketentuan tersebut.
Oleh karenanya, ia menilai, pekerja selama ini nyatanya tidak diberi kepastian mengenai besaran pesangon yang diterima. Selain itu, ia menyatakan, angka pesangon yang tinggi tersebut turut berdampak pada lemahnya minat investasi ke Indonesia.
"Jumlah besaran pesangon yang sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain menimbulkan keengganan investor untuk berinvestasi di Indonesia karena tingginya beban biaya perusahaan," jelasnya kepada Liputan6.com, Rabu (7/10/2020).
Aziz memaparkan, dalam RUUÂ Cipta Kerja, jumlah maksimal pesangon menjadi 25 kali, dengan pembagian 19 kali ditanggung oleh pemberi kerja/pelaku usaha. Sementara 6 kalinya (cash benefit) diberikan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dikelola pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.
Menurut dia, JKP merupakan skema baru terkait dengan jaminan ketenagakerjaan yang tidak mengurangi manfaat dari berbagai jaminan sosial lainnya. Seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun.
"JKP tidak menambah beban bagi pekerja/butuh. Program JKP selain memberikan manfaat cash benefit juga memberikan manfaat lainnya yaitu peningkatan skill dan keahlian melalui pelatihan serta akses informasi ketenagakerjaan," ujar dia.Â