Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) telah gencar membangun kawasan permukiman dengan konsep rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sejak bertahun-tahun. Namun, segala upaya tersebut malah membuat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menanggung rugi tak sedikit tiap tahun.
Perumnas mulai mendapat mandat membangun konsep hunian bertingkat sejak 1985. Mengutip laman resmi perumnas.co.id, Kamis (3/12/2020), perusahaan diberi tugas menciptakan kawasan dengan konsep gedung bertingkat rendah (lowrise) pada periode 1985-1995.
Baca Juga
Penugasan berlanjut pada kurun waktu 1995-2005, dimana Perumnas coba membangun hunian melalui konsep highrise lewat program Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS).
Advertisement
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Perumnas turut berpartisipasi dalam program 1.000 tower rusun sejak 2005 hingga 2015. Masalah keuangan mulai muncul pada akhir periode tersebut.
Selama satu dekade itu, Perumnas mengaku rugi hingga Rp 15 miliar per tahun dalam mengelola rusun. Penyebabnya, tarif sewa hunian untuk masyarakat menengah bawah yang terlalu rendah.
"Sewa rusunawa kami sangat murah, cuman Rp 30 ribu per bulan. Ada yang paling mahal Rp 55 ribu per bulan," kata Direktur Utama Perumnas Himawan Arief di Jakarta, Jumat 18 Juli 2014.
Kerugian tersebut tak membuat Perumnas jera dalam membangun rusun/rusunawa. Tercatat pada 2015-2020, Perumnas mengusung program National Housing and Urban Corporation dengan menyatukan hunian bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR) lewat konsep terintegrasi.
Perumnas kembali mendulang banyak kerugian hingga memiliki utang jatuh tempo dalam jumlah tak sedikit di 2019. Pada waktu tersebut, Perumnas tercatat merugi hingga Rp 1,82 triliun akibat angka penjualan dan pendapatan jasa bersih anjlok.
Nasib sial terus berlanjut pada 2020 ini. Pandemi Covid-19 membuat angka penjualan perumahan milik Perumnas jeblok hingga Rp 254 miliar pada kuartal I 2020 dibanding periode serupa tahun sebelumnya.
Kondisi ini membuat Perumnas harus mengajukan dana talangan sebesar Rp 650 miliar kepada pemerintah. Utang tersebut usul digunakan untuk membayar Medium Term Note (MTN) perusahaan yang akan jatuh tempo.
Tak ingin Perumnas selalu merugi, Menteri BUMN Erick Thohir akhirnya angkat suara. Dia tak ingin Perumnas senasib dengan perusahaan pelat merah lain seperti Jiwasraya yang banyak menanggung utang.
"Saya tidak mau Perumnas jadi Jiwasraya yang baru karena selalu nombok. Hanya andalkan utang," tegas Erick Thohir.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Profil Perumnas: BUMN Bentukan Soeharto yang Kini Terlilit Utang
Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) tengah jadi sorotan setelah mendapat teguran dari Menteri BUMN Erick Thohir. Perusahaan pelat merah ini dinilai berpotensi jadi Jiwasraya baru akibat terlilit masalah keuangan gara-gara banyak berutang.
Perumnas sendiri telah melalui perjalanan panjang sejak didirikan pertama kali oleh Presiden Soeharto sekitar 46 tahun silam. Mengutip laman resmi perumnas.co.id, Rabu (2/12/2020), BUMN ini didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1974.
Selanjutnya Perumnas telah beberapa kali bertranformasi, yakni melalui PP Nomor 12 Tahun 1988, dan disempurnakan melalui PP Nomor 15 Tahun 2005 tanggal 10 Mei 2004.
Adapun maksud pendirian Perumnas adalah sebagai solusi pemerintah dalam menyediakan perumahan yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Sebagai BUMN pengembang dengan jangkauan usaha nasional, Perumnas mempunyai 7 wilayah usaha hingga Regional Rusunawa (rumah susun sederhana sewa). Perumnas juga telah merintis beberapa pemukiman skala besar hingga menjadi kota baru. Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) jadi salah satu contoh, yang kini berkembang pesat sebagai kawasan strategis penyangga ibukota.
Perumnas memulai sejarahnya pada kurun waktu 1974-1985 dengan merintis pembangunan kota baru tersebut. Satu dasawarsa setelahnya pada 1985-1995, Perumnas menciptakan kawasan dengan konsep lowrise.
Sementara pada 1995-2005, Perumnas lanjut meningkatkan kapasitas hunian di kota besar Indonesia melalui konsep bangunan bertingkat (highrise). Pada rentang waktu 2005-2010, Perumnas turut mendukung program 1.000 tower yang dikeluarkan pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dukungan terhadap program 1.000 tower dilanjutkan hingga 2015 dengan memperkuat penyangga kota dan menyasar kawasan industri. Sedangkan 5 tahun berselang pada 2015-2020, Perumnas mengusung program National Housing and Urban Corporation dengan menyatukan hunian bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR) lewat konsep terintegrasi.
Advertisement