Organisasi Buruh Dunia Tekankan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pasca Covid-19

Organisasi Buruh Dunia atau ILO mendesak setiap negara untuk membentuk sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Apr 2021, 11:15 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2021, 11:15 WIB
Aksi Ratusan Buruh Tolak UU Cipta Kerja
Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Buruh Dunia atau ILO mendesak setiap negara untuk membentuk sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang baik dan tangguh guna meminimalisir risiko pekerja saat terjadi kondisi darurat kesehatan di masa mendatang.

ILO menilai, hal tersebut akan membutuhkan investasi dalam infrastruktur K3, untuk kemudian mengintegrasikannya pada seluruh rencana kesiapan dan respons krisis darurat nasional agar melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja, serta mendukung keberlanjutan dunia usaha.

Dalam sebuah laporan berjudul Anticipate, Prepare and Respond to Crises. Invest Now in Resilient OSH Systems, ILO mengkaji pencegahan dan pengelolaan risiko terkait dengan pandemi Covid-19, serta menganalisis risiko kesehatan dan keselamatan lainnya yang terkait dengan pengaturan kerja yang timbul dari langkah pengendalian virus.

Direktur Jenderal ILO Guy Ryder mengatakan, kajian tersebut memaparkan peran penting kerangka peraturan dan lembaga, mekanisme kepatuhan, layanan kesehatan dan saran, data, penelitian dan pelatihan terkait keselamatan dan kesehatan kerja selama pandemi.

"Ini sangat menggambarkan dengan jelas pentingnya lingkungan keselamatan dan kesehatan kerja yang kuat dan tangguh. Pemulihan dan pencegahan akan membutuhkan kebijakan, lembaga dan kerangka peraturan nasional yang lebih baik yang terpadu dengan baik ke dalam kerangka respons krisis," tuturnya dalam laporan tertulis, Rabu (28/4/2021). Sejak munculnya pandemi Covid-19, para pekerja di sektor-sektor tertentu seperti kondisi darurat, perawatan kesehatan dan sosial sangat rentan terhadap risiko terinfeksi.

Menurut data yang tertuang dalam laporan, sebanyak 7.000 pekerja kesehatan meninggal dunia akibat wabah ini. Sementara 136 juta pekerja perawatan kesehatan dan sosial berisiko terkena Covid-19 melalui pekerjaan.

Tekanan dan risiko yang dihadapi para pekerja kesehatan selama pandemi juga memperburuk kesehatan mental mereka. Satu dari lima pekerja kesehatan secara global dilaporkan mengalami gejala depresi dan kecemasan.

Seperti juga sektor kesehatan dan perawatan, banyak tempat kerja lainnya yang menjadi sumber dari wabah Covid-19, saat buruh berada di lingkungan tertutup atau bekerja dengan saling berdekatan, termasuk berbagi akomodasi atau transportasi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kerja Jarak Jauh

Diperpanjang Sampai 20 Mei, Siswa Belajar Online di Rumah
Siswa sekolah dasar belajar online menggunakan aplikasi Zoom Cloud Meetings di Pamulang Tangerang Selatan, Kamis (2/4/2020). Gelombang work from home (WFH) membuat kebutuhan terhadap aplikasi video conference meningkat saat pandemi Corona Covid-19. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

ILO dalam laporannya mengatakan, kendati bekerja jarak jauh berperan dalam menghambat penyebaran virus, mempertahankan pekerjaan dan usaha serta memberikan pekerja fleksibilitas yang lebih besar, hal ini mengaburkan batas antara kehidupan pekerjaan dan pribadi.

Sebanyak 65 persen perusahaanyang disurvei ILO dan Jejaring K3 G20 melaporkan, sulit mempertahankan semangat pekerja saat bekerja jarak jauh. Laporan juga menyebutkan usaha kecil dan mikro (UKM) kerap mengalami kesulitan memenuhi persyaratan K3 karena kekurangan sumber daya untuk dapat beradaptasi dengan ancaman yang diberikan pandemi.

Dalam perekonomian informal, sebanyak 1,6 miliar pekerja, terutama di negara-negara berkembang harus tetap bekerja di masa karantina, pembatasan pergerakan dan interaksi sosial.

"Ini menempatkan mereka dalam risiko tinggi untuk terkena virus. Sementara kebanyakan dari mereka tidak memiliki akses terhadap perlindungan sosial dasar seperti cuti sakit," ujar Guy Ryder.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya