Jadi Obat Covid-19 di Indonesia, Bahan Baku Favipiravir Nyaris 100 Persen Impor

PT Kimia Farma mulai memproduksi Favipiravir, obat pasien Covid-19 yang pertama kali dipakai di China.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Jul 2021, 13:00 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2021, 13:00 WIB
Avigan atau Favipiravir, obat yang disebut bisa menyembuhkan pasien Virus Corona COVID-19. (Xinhua)
Avigan atau Favipiravir, obat yang disebut bisa menyembuhkan pasien Virus Corona COVID-19. (Xinhua)

Liputan6.com, Jakarta - PT Kimia Farma mulai memproduksi Favipiravir, obat pasien Covid-19 yang pertama kali dipakai di China. Meski mulai diproduksi di dalam negeri, bahan baku obat ini hampir seluruhnya menggunakan bahan baku impor.

"Favipiravir, bahan baku impor, hampir semua impor," ujar Direktur Utama Kimia Farma Verdi Budidarmo dalam rapat bersama DPR, Jakarta, Rabu (7/7).

Kimia Farma sendiri merupakan satu-satunya perusahaan dalam negeri yang bisa mengembangkan obat Covid-19 ini. Secara bertahap, uji terus dilakukan untuk menghasilkan produk yang sama dengan China.

"Salah satu produk Kimia Farma related Covid-19 adalah pengembangan produk baru Favipiravir. Favipiravir merupakan produksi pertama di Indonesia yang diproduksi sendiri oleh holding BUMN Farmasi," katanya.

Obat ini, kata Verdi, sudah didistribusikan ke berbagai rumah sakit di Indonesia. Sebab, telah mengantongi izin edar serta izin pakai dari Badan POM.

"Ini sudah didistribusikan ke rumah sakit-rumah sakit. Kimia Farma sudah memperoleh Emergency Used Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," katanya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

BPOM Izinkan Penggunaan Darurat Remdesivir dan Favipiravir untuk Pengobatan Pasien COVID-19

Ilustrasi obat Covid-19
Ilustrasi obat Covid-19 (Foto:Shutterstock)

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia menyatakan bahwa mereka telah mengeluarkan izin dua obat untuk digunakan dalam penanganan pasien COVID-19.

Kedua obat tersebut adalah Favipiravir untuk pasien COVID-19 derajat ringan dan sedang yang dirawat di rumah sakit, serta Remdesivir untuk pasien derajat berat yang dirawat di rumah sakit.

Dikutip dari siaran pers di laman resminya pada Selasa (6/10/2020), BPOM telah menerbitkan izin penggunaan dalam kondisi darurat (Emergency Use Authorization/EUA) Favipiravir sejak 3 September 2020 dan untuk Remdesivir sejak 19 September yang lalu.

"Penerbitan EUA diiharapkan dapat memberikan percepatan akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan COVID-19 oleh para dokter sehingga mempunyai pilihan pengobatan yang sudah terbukti khasiat dan keamanannya dari uji klinik," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito.

"Dengan tersedianya obat-obat tersebut diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien COVID-19 yang menjadi target pemerintah dalam percepatan penanganan COVID-19," tambahnya.

BPOM Lakukan Pengawasan

Ilustrasi obat kanker/dok. Unsplash Myriam
Ilustrasi obat kanker/dok. Unsplash Myriam

BPOM menjelaskan bahwa EUA merupakan persetujuan penggunaan obat atau vaksin dalam kondisi darurat kesehatan masyarakat.

Bagi produk yang telah mendapatkan EUA, BPOM mengatakan bahwa mereka terus melakukan pengawasan penyaluran dan peredaran sejak dari industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana layanan kefarmasian.

Mereka juga mewajibkan industri farmasi pemilik EUA untuk menjamin mutu obat, melakukan uji klinik di Indonesia untuk memastikan khasiat dan keamanan obat, serta melakukan farmakovigilans melalui pemantauan dan pelaporan efek samping obat yang harus disampaikan kepada BPOM.

Farmakovigilans merupakan kegiatan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan dan/atau efek samping obat pada pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan lain di fasilitas layanan kesehatan.

Apabila terdapat peningkatan frekuensi efek samping, maka BPOM dapat melakukan tindak lanjut dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA untuk meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan dan perlindungan kesehatan masyarakat.

"Semoga para dokter dan tenaga kesehatan lain bekerja sama untuk berpartisipasi aktif dalam pemantauan terhadap khasiat dan keamanan melalui kegiatan Farmakovigilans," kata Penny. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya