Liputan6.com, Jakarta - Vaksin Covid 19 Zifivax dipastikan akan segera diproduksi di Indonesia. Hal ini setelah berhasil mendapatkan ijin Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan POM RI pada 7 Oktober 2021 dan Sertifikat Halal dan Bersih dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 9 Oktober 2021.
Berdasarkan hasil uji klinis, penggunaan Vaksin Covid 19 Zifivax aman dengan efek samping yang ringan, imunogenisitas tinggi dan efektif melawan mutasi virus COVID-19 termasuk varian Delta (efikasi untuk varian Alpha = 93 persen, Varian Beta = 82 persen, dan Varian Delta = 77 persen).
Baca Juga
Vaksin Covid 19 dengan platform protein sub unit atau Rekombinan ini dapat diproduksi di Indonesia setelah 2 perusahaan swasta nasional Indonesia yakni, PT Biotis Pharmaceutical Indonesia (Biotis) dan PT. Jakarta Biophamaceutical Industry (JBIO), berhasil melakukan kesepakatan dengan Anhui Zhifei Loncom Biopharmaceutical Co., Ltd., salah satu perusahaan Vaksin terbesar di China yang menjadi sponsor pengembangan Vaksin Covid-19 Zifivax.
Advertisement
Kerjasama Toll Manufacturing Vaksin Zifivac ini akan berlangsung 2 tahun. Dimulai pada awal November 2021 di Pabrik PT. Biotis Pharmaceutical Indonesia, yang berlokasi di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pabrik ini telah mendapatkan ijin cara produksi obat yang benar (CPOB) fill and finished produk vaksin Covid-19 dari Badan POM RI pada tanggal 18 Agustus 2021.
Direktur Utama PT Biotis Menurut FX Sudirman mengatakan, kapasitas produksi pabrik PT Biotis untuk fill and finished mampu menghasilkan 20 juta dosis vaksin per bulan. Vaksin Zifivax akan diproduksi di pabrik Biotis sebanyak 10 juta dosis per bulan dan sampai akhir tahun 2021 minimal sebanyak 20 juta dosis.
“Sebenarnya pabrik kami mampu memproduksi vaksin Covid-19 dalam bentuk fill and finished sebanyak 20 juta per bulan, namun kami dalam waktu dekat juga merencanakan untuk memproduksi Vaksin Merah Putih sehingga kami hanya menggunakan 50% dari kapasitas pabrik yang ada,” tutur Sudirman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (12/10/2021).
Kerjasama dengan Anhui Zhifei Loncom akan berdampak sangat bagus kepada Biotis dan JBIO. Menurut Sudirman, Anhui Zhifei Loncom akan memberikan pengalaman berharga dalam bentuk asistensi langsung pada proses produksi dan quality control kepada Biotis/JBIO selaku pemain baru di industri vaksin.
Kerjasama ini juga akan menggunakan tenaga kerja putra-putri Indonesia. Dengan diproduksi di Indonesia dan oleh anak-anak Indonesia, diharapkan akan memberikan banyak keuntungan bagi masa depan industri farmasi, karena selain membuka kesempatan kerja baru juga dapat meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Transfer Teknologi
Hal yang senada juga disampaikan Direktur Utama JBIO Mahendra Suhardono, bahwa kerjasama toll manufacturing fill and finished antara PT Biotis/JBIO dan Anhui Zhifei akan berdampak besar terhadap pengembangan industri farmasi di Indonesia.
Anhui Zhifei memberikan komitmen untuk melakukan transtech (transfer teknologi) kepada Biotis dan JBIO secara bertahap mulai dari upstream hingga downstream. Untuk tahap pertama, Anhui akan memberikan transtech di bidang downstream fill and finished.
Dalam hal ini bahan baku vaksin Covid-19 (bulk vaccine) akan dikirim dari China untuk diproduksi di pabrik PT. Biotis menjadi produk jadi. Menurut Mahendra, kerjasama toll manufacturing Anhui dengan Biotis akan berlangsung sampai dengan tahun 2022, atau sampai pabrik vaksin JBIO, yang saat ini dibangun di Serang, Banten, dapat beroperasi, yang diperkirakan pada akhir tahun 2022 yang akan datang.
Komisaris Utama PT. Biotis Pharmaceutical Indonesia, Dr. Ir. Osbal Rumahorbo, MM, mengatakan bahwa kondisi pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia telah menyadarkan semua komponen bangsa untuk mengerahkan energi terbaiknya dan dituntut kreatif berkolaborasi dengan negara lain yang sudah lebih dahulu maju di sektor farmasi.
“Kita harus berani jujur untuk mengakui bahwa kita sangat tertinggal dari negara-negara besar lainnya seperti China dan India. Kolaborasi dengan perusahaan di negara lain dimaksudkan untuk menjawab kelangkaan kebutuhan vaksin Covid 19 di dunia dan mendorong transfer teknologi (transtech) di bidang farmasi. Kita berharap dengan transtech, Indonesia segera memiliki kemampuan yang sejajar dengan negara lain dalam hal upstream, formulasi, dan downstream," ungkapnya.
"Keterlibatan perusahaan swasta harus terus didorong untuk berani masuk ke dalam industri farmasi ini. Apalagi kalau disinergikan dengan Perguruan Tinggi di Indonesia. Banyak hasil penelitian dari para peneliti kita di Perguruan Tinggi yang bagus namun hanya sedikit yang berhasil dihilirisasi, karena terbatasnya investor dalam negeri yang masuk kesektor yang industri yang kategori high risk dan long invesment,” tutup dia.
Advertisement