Jadi Presidensi G20, Indonesia Bisa Rekomendasikan Strategi Pemulihan Ekonomi

G20 harus mendorong kerja sama pemulihan ekonomi guna mewujudkan tata kelola ekonomi dunia yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 01 Nov 2021, 16:30 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2021, 16:30 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidatonya pada sesi KTT G20 yang membahas soal ekonomi dan kesehatan global di La Nuvola, Roma, Italia, Sabtu (30/10/2021). (Foto: Sekretariat Negara)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia resmi menjadi presidensi G20 setelah sebelumnya dipegang oleh Italia. Indonesia akan menjadi ruan rumah berbagai gelaran G20 sepanjang 2022.

Presidensi G20 di 2022 mendatang dinilai akan menjadi sangat penting bagi Indonesia dan seluruh dunia. Sebab, fokus seluruh negara di dunia saat ini adalah pulih dari pandemi Covid-19.

G20 harus menjadi prime mover untuk membantu negara-negara di dunia keluar dari pandemi dengan menjadi bagian dari solusi mengatasi kesenjangan akses dan kecepatan vaksinasi.

Selain itu, G20 harus mendorong kerja sama pemulihan ekonomi guna mewujudkan tata kelola ekonomi dunia yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan.

Hal ini disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Roma, 30-31 Oktober 2021 topik I Ekonomi dan Kesehatan Global.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) sekaligus ekonom Bhima Yudhistira mengatakan, momen presidensi G20 perlu dioptimalkan agar posisi Indonesia dalam kerja sama perdagangan dan investasi bisa lebih memiliki daya tarik.

"Begitu juga dengan perencanaan kebijakan global pasca pandemi, Indonesia harusnya sudah siapkan beberapa proposal terobosan," kata Bhima kepada Liputan6.com, Senin (1/11/2021).

"Konteksnya kan pasca pandemi reda banyak negara yang ingin melakukan perombakan ulang mekanisme fiskal dan moneter. Misalnya soal dampak normalisasi kebijakan moneter di negara maju, jangan sampai menimbulkan gejolak besar seperti taper tantrum pada 2013," jelas Bhima.

Bhima juga menyebutkan, bahwa pada KTT G20, Indonesia bisa memberikan rekomendasi yang taktis agar efek normalisasi tidak merugikan ekonomi negara berkembang.

"Berikutnya tentu soal model stimulus yang diharapkan tidak mengarah pada austerity plan atau penghentian bantuan sosial secara drastis, karena banyak sektor usaha dan masyarakat yang masih perlu dibantu," tambahnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Isu Strategis

Presiden Jokowi menghadiri KTT G20 sesi II dengan topik perubahan iklim, energi dan lingkungan hidup, Roma, 31 Oktober 2021
Presiden Jokowi menghadiri KTT G20 sesi II dengan topik perubahan iklim, energi dan lingkungan hidup, Roma, 31 Oktober 2021. (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Bhima melanjutkan bahwa beberapa isu strategis juga sejalan dengan komitmen G20 seperti pengembangan investasi energi terbarukan, pengentasan kemiskinan, dan agenda peningkatan digitalisasi.

"Besar harapan dari main event maupun side event muncul ide besar bagi kerja sama perdagangan dengan basis digital yang adil antar negara G20," ujar Bhima.

Sejauh ini dalam G20, menurut Bhima, topik yang menguat adalah adanya pola perdagangan antar negara yang tidak adil, misalnya keberadaan e-commerce justru membuat banjir impor atau eksploitasi berlebihan terhadap pekerja kurir.

"Isu itu perlu diangkat dan indonesia sebagai presidensi G20, jadi tidak hanya sekedar tuan rumah tapi perlu siapkan proposal yang solid," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya