Liputan6.com, Jakarta - Terlilit utang sebesar Rp 70 triliun, ditambah badai pandemi Covid-19, belum lagi masalah korupsi, membuat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tak lagi segagah dulu dan terancam gulung tikar alias bangkrut.
Sebenarnya, berbagai upaya tengah dilakukan agar maskapai yang berdiri sejak 1949 tersebut dapat bangkit dari keterpurukan, salah satunya lewat restrukturisasi. Namun upaya tersebut seakan tidak cukup.
Anggota DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera menilai, Garuda Indonesia layak untuk diselamatkan. Alasannya, Garuda Indonesia bukan hanya sekedar entitas bisnis melainkan juga kebanggaan negara.
Advertisement
“Ini perkara besar. Karena Garuda bukan hanya entitas bisnis. Tapi juga etalase negara,” kata Mardani kepada Liputan6.com, Rabu (10/11/2021).
Menurutnya, perlu dilakukan audit untuk membongkar penyebab kehancuran maskapai first class andalan Indonesia ini. Masyarakat berhak tahu siapa dalangnya di balik kasus ini dan Mardani berpendapat dalangnya layak mendapatkan sanksi hukum.
“Perlu diaudit dan dibongkar apa penyebab kehancuran Garuda. Rakyat perlu tahu dan siapa yang kriminal perlu dihukum. Bantu dg kejelasan anatomi masalah dan siapa penanggung jawabnya,” ujarnya.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Secara Teknis, Garuda Indonesia Sudah Bangkrut
Garuda Indonesia sudah masuk dalam kategori bangkrut secara teknis (technically bankrupt). Hal ini ditunjukkan bahwa kewajiban jangka Garuda Indonesia sudah tak dibayar.
Per September 2021, neraca keuangan Garuda Indonesia berada pada posisi negatif USD 2,8 miliar. Hal ini yang jadi salah satu dasar secara teknis, maskapai pelat merah itu telah mengalami kebangkrutan.
"jadi ini rekor kalau dulu dipegang Jiwasraya sekarang sudah disalip Garuda," jelas Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021).
Ia mengatakan, drop-nya tingkat neraca keuangan Garuda Indonesia disebabkan juga oleh adanya PSAK 73 yang dilakukan perusahaan pada 2020-2021 ini yang menyebabkan dampak penurunan ekuitas semakin dalam, karena pengakuan utang masa depan lessor.
"Dalam kondisi ini dalam istilah perbankan sudah technically bankrupt, tapi legally belum, ini yang sekarang saat ini kita sedang upayakan gimana keluar dari posisi ini," kata Tiko.
Anggapan bangkrut tersebut, kata dia karena secara praktik sebagian kewajiban Garuda Indonesia sudah tak dibayar, bahkan ia menyebut gaji pun sudah sebagian ditahan.
Advertisement