Liputan6.com, Jakarta - Industri kedirgantaraan nasional kini semakin berkembang pesat, salah satunya pesawat N219 yang terus dikembangkan demi menunjang kebutuhan transportasi dalam negeri.
Terkait hal tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Ayodhia G L Kalake melaksanakan kunjungan lapangan ke PT. Dirgantara Indonesia pada Jumat, (12/11/2021) kemarin.
PT Dirgantara Indonesia selama ini aktif memproduksi alat kedirgantaraan khususnya pesawat terbang. Pesawat N219 merupakan pesawat komersial yang sedang dikembangkan yaitu dengan diproduksinya pesawat N219 jenis amphibi (N219A).
Advertisement
Pesawat ini dapat melakukan lepas landas dan pendaratan di permukaan air. Tentunya, pesawat ini begitu sesuai dengan karakteristik Nusantara sebagai negara kepulauan. Kemenko Marves sangat mendorong pengembangan pesawat N219 Amphibi ini karena kegunaaan sangat diperlukan bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
“Pesawat ini telah diproduksi dengan mengedepankan TKDN, sehingga hasil karya dalam negeri ini tentu mendukung pengembangan konektivitas darat dan laut di indonesia,” kata Deputi Ayodhia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (13/11/2021).
Fleksibilitas yang dimiliki pesawat ini mampu mencakup darat, danau dan sungai besar, hingga teluk dan laut. Selain itu, amphiport (airport untuk pesawat amphibi) dapat dibangun dengan lebih mudah dan murah dibandingkan dengan airport pada umumnya.
“Pesawat ini mampu dimanfaatkan untuk berbagai sektor, seperti layanan pariwisata, layanan perjalanan dinas pemerintahan, oil and gas company, layanan kesehatan masyarakat, SAR dan penanggulangan bencana, dan pengawasan wilayah Maritim,” ungkap Direktur Produksi PTDI Batara Silaban.
Di Indonesia, potensi market terbesar berada di bidang pariwisata. Pesawat ini tentunya juga mampu mengakomodir Pulau-Pulau 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) yang tersebar di Indonesia.
Berbagai wilayah di Indonesia pun cukup berpotensi untuk menggunakan pesawat ini, seperti Danau Toba, Pulau Bawah Kepri, Pulau Derawan Kaltim, Raja Ampat, Wakatobi, dan Pulau Moyo.
Potensi pasar yang besar juga terlihat khususnya di Asia Pasifik. Kini, ada 150 unit pesawat aktif dan 45 persen dari total populasi tersebut telah memasuki masa aging.
“Jika sesuai dengan linimasa yang ada, pesawat ini diperkirakan dapat melaksanakan penerbangan pertamanya di tahun 2023,” ungkap Dirpro Batara.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Masalah Anggaran
Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan pesawat N219 Amphibi ini khususnya dalam hal penganggaran. Dalam perencanaan pengembangan sampai tahun 2024, anggaran tersebut dialokasikan melalui LAPAN dan BPPT.
Tetapi dengan adanya perubahan organisasi, LAPAN dan BPPT masuk kedalam organisasi BRIN, mempengaruhi perencanaan pengembangan yang sudah ditetapkan sampai tahun 2024 tersebut.
Selain itu permasalahan lain seperti tingkat korosif yang tinggi karena mendarat di laut. Kemenko Marves meminta PT. DI menginventarisasikan berbagai problematika yang ada, “Kami harap nantinya ada pertemuan lanjut antara PT. DI dan berbagai pihak, baik dengan BRIN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN,” ungkap Firdausi Manti, Asdep Industri Maritim dan Transportasi.
“Diharapkan industri kedirgantaraan Indonesia terus berkembang pesat dan mampu memperkuat industri dalam negeri demi masa depan bangsa,” tutup Deputi Ayodhia.
Advertisement