Liputan6.com, Jakarta Para tenaga honorer tengah harap-harap cemas. Hal ini menyusul rencana pemerintah untuk menghapuskan status tenaga honorer di 2023.
Wacana penghapusan tenaga honorer ini disampaikan langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo.
Baca Juga
Menurut Tjahjo, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan sebelumnya, status tenaga honorer di pemerintahan sudah tidak ada lagi pada 2 tahun mendatang.
Advertisement
"Terkait tenaga honorer, melalui PP (peraturan pemerintah), diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan 2023," kata Tjahjo Kumolo.
Dia menjelaskan, status pegawai pemerintah di 2023 nanti hanya ada dua saja yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua status tersebut disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Terkait beberapa pekerjaan di instansi pemerintahan, seperti petugas keamanan dan kebersihan, Tjahjo mengatakan hal itu akan dipenuhi melalui tenaga alihdaya melalui pihak ketiga atau pekerja outsourcing.
"Untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan-pekerjaan yang sangat basic, seperti cleaning service, security dan lainnya itu disarankan untuk dipenuhi melalui tenaga alih daya dengan beban biaya umum, dan bukan biaya gaji (payroll)," jelasnya.
Plt Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce mengatakan jumlah tenaga honorer di masing-masing instansi kini beragam. Bahkan, ada beberapa yang sudah tidak menggunakan jasanya.
"Ini beragam ya. Ada yang memang sudah menetapkan kebijakan honorernya enggak ada, di pemerintah daerah juga ada (yang sudah seperti itu). Juga ada yang (jumlah tenaga honorernya) menurun banyak," ungkapnya kepada Liputan6.com.
"Seperti di Kementerian PANRB sendiri kan kemarin bukaan untuk PPPK. Sehingga beberapa PPNPN bisa masuk," ujar Averrouce.
Kementerian PANRB bersama sejumlah instansi pusat seperti Kemendikbud dan Kementerian Kesehatan beberapa kali menghimbau pemerintah daerah (pemda), agar terus menghitung berapa kebutuhan PPPK sebagai pengganti tenaga honorer.
"Kemudian kita juga memberi keyakinan, bahwa sebetulnya ada dana transfer umum yang kemudian ditransfer oleh Kementerian Keuangan. Itu membantu di sisi gajinya," dia menambahkan.
Dari sisi Kementerian PANRB sendiri, Averrouce mengabarkan, keberadaan tenaga honorer sejak awal 2022 ini sudah hampir tidak terpakai.
"Kalau sampai akhir tahun lalu masih ada. Tapi sepertinya di tahun ini sudah sangat berkurang jauh, sudah sedikit sekali, dan barangkali sudah tidak ada," pungkas dia.
Alasan Dibalik Penghapusan
Kementerian PANRB pun memberikan alasan rencana penghapusan tenaga honorer 2 tahun mendatang.
Plt Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce, menjabarkan secara sederhana soal alasan Menteri Tjahjo yang ingin menghilangkan tenaga honorer.
Dia coba mengibaratkan suatu instansi sebagai sebuah perusahaan. Direktur atau pejabat yang berwenang atas perusahaan tersebut kemudian kerap membawa orang bawaannya masuk ke dalam, tanpa sepengetahuan HRD.
"Soalnya ada yang misal kayak gini. Manajemen di suatu perusahaan punya yang namanya biro HRD. Terus di bawahnya ada direktur-direktur. Direkturnya yang merekrut diri sendiri, enggak lapor ke HRD. Itu tuh yang namanya tenaga harian lepas," paparnya kepada Liputan6.com.
Oleh karenanya, Menteri Tjahjo kemudian menegaskan jika keberadaan tenaga honorer di pemerintah harus sudah selesai pada 2023.
Para eks tenaga honorer itu pun tetap diberi kesempatan masuk ke dalam pemerintahan, namun harus mengikuti seleksi dalam bentuk PPPK maupun CPNS.
"Supaya terintegrasi dalam sistem manajemen SDM kita, memastikan kita bisa melakukan proses-proses manajemen SDM yang baik," tegas Averrouce.
Melalui seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) ini, Averrouce meyakinkan eks tenaga honorer tetap memiliki hak yang sama.
Di sisi lain, kehadiran PNS kontrak tersebut bisa lebih memberikan kepastian bagi instansi tempatnya bekerja, baik secara pengeluaran anggaran untuk upah maupun hasil kinerjanya
"Karena kalau PPPK kan sama haknya, enggak ada yang beda. Honorer itu kan sebetulnya kebawa dari zaman dulu. Sebenarnya udah enggak ada, coba cari di UU ASN dan turunannya. Pasti udah enggak ada bunyi honorer itu," tuturnya.
Advertisement
Tuai Penolakan
Rencana penghapusan tersebut pun langsung menuai respons tenaga honorer. Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I), Titi Purwaningsih, menilai kebijakan penghapusan status tenaga honorer pada 2023 itu tidak manusiawi.
Lantaran, Pemerintah tidak memberikan solusi pasti bagaimana nasib tenaga honorer kategori 2 (K2) kedepannya.
“Kalau dihapus kemudian diselesaikan menjadi ASN semua tidak masalah. Namun apabila di hapus kemudian dibiarkan begitu saja itu yang jadi masalah. Karena itu namanya kejam dan enggak manusiawi,” kata Titi kepada Liputan6.com.
Apalagi bagi honorer K2 yang sudah mengabdi sampai hari ini paling sedikit 18 tahun lamanya. Terutama honorer dari teknis administrasi dan teknis lainya yang notabene sampai saat ini sejak tahun 2013 belum ada rekrutmen lagi.
Padahal menurut Titi perlu di ketahui honorer K2 itu memiliki payung hukum, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 48 juncto PP nomor 43 dan PP nomor 56 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil atau CPNS.
“Harusnya ini menjadi kewajiban dari pemerintah untuk menyelesaikan, bukan menghapuskan atau menghilangkan (tenaga honorer),” tegasnya.
Jika memang status tenaga honorer benar bakal dihapus, Titi mengusulkan kepada pemerintah agar dicari solusi sebelum memasuki 2023.
Sebab, seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sejauh ini belum menjamah seluruh profesi tenaga honorer. Titi menilai, kebanyakan pengangkatan tersebut lebih fokus pada posisi tertentu, seperti guru ataupun tenaga kesehatan.
"Minimal, tahun 2022 ini, khusus yang tenaga teknis lainnya yang belum ada pengangkatan dari sejak tahun 2013, ini harusnya tahun ini harus sudah mulai direkrut, khusus tenaga administrasi atau tenaga tenaga teknis lainnya," ungkapnya.
"Kan honorer K2 tuh satu kesatuan. Guru, kesehatan plus teknis lainnya," tegas Titi.
Titi juga mengkritik sistem perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang sejauh ini tidak banyak memberi kesempatan bagi tenaga honorer di instansi pemerintahan.
Terlebih pemerintah berencana menghapus keberadaan tenaga honorer di jajaran pemerintahan pada 2023 mendatang.
Dalam hal ini, Titi menyoroti banyaknya tenaga honorer pemerintah yang kalah saing dari pegawai kontrak swasta dalam seleksi PPPK. Selain itu, ketersediaan formasi pada perekrutan tersebut belum banyak menjangkau tenaga honorer di instansi pemerintahan.
"Formasinya adanya di negeri (pemerintah), buka untuk swasta dan lulusan PPG (pendidikan profesi guru). Yang di negeri ini yang tidak dapat formasi mau dikemanakan? Swasta juga kehabisan, kan pada lari, migrasi ke negeri," ungkapnya pada Liputan6.com, Rabu (19/1/2022).
Oleh karenanya, Titi memohon pemerintah mau memprioritaskan berbagai golongan tenaga honorer yang sudah lama mengabdi pada negara untuk diberi kesempatan jadi PPPK.
"Maksudnya, buat aturan itu ya mbok satu-satu. Jangan campur aduk begini. Pertama, kan K2 (kategori 2) dulu selesaikan. Setelah K2, non-kategori dulu. Setelah non-kategori, baru yang swasta. Jadi tidak lari ke mana-mana," pintanya.
Titi mencontohkan perekrutan PPPK untuk guru, dimana tenaga honorer pemerintah terpaksa mengalah dari swasta karena bidang keilmuannya tidak sesuai dengan formasi yang ditetapkan.
"Masalahnya guru yang kemarin loh. Mereka bukan enggak lulus, lulus passing grade tapi tidak ada formasi," ujar Titi.
"Ini yang swasta guru, terekrutnya di negeri karena mereka rata-rata sudah punya sertifikasi pendidik, mengalahkan guru yang di negeri. Terus kemudian (guru) swasta kurang, negerinya bingung mau ke mana karena formasinya diambil oleh swasta," tuturnya.
Tak Tepat dan Jadi Ironi
Kalangan pengamat memberikan pandangan soal rencana penghapusan tenaga honorer ini. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, kebijakan tersebut tidak tepat dilakukan dalam waktu dekat.
Selain itu, juga akan menimbulkan masalah jangka panjang. Sebab tidak ada solusi yang ditawarkan Pemerintah terkait nasib honorer kedepannya.
“Saya kira kebijakan yang tidak tepat dan ironi. Menurut saya kebijakan ini sekedar kebijakan tanpa solusi, saya anggap sebagai langkah yang jangka panjangnya akan menimbulkan masalah baru sehingga pelayanan publik tidak tertangani,” kata Trubus kepada Liputan6.com.
Menurutnya, tenaga honorer itu sangat dibutuhkan pada sektor-sektor tertentu bagi lembaga-lembaga swasta yang memiliki keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).
Lebih lanjut, jika Pemerintah mengganti honorer dengan PPPK maka tenaga kerja honorer di sektor swasta akan kehilangan tenaga kerjanya. Misalnya untuk sektor pendidikan swasta, banyak guru honorer yang telah dididik menjadi profesional oleh pihak lembaga swasta.
Namun, dengan adanya kebijakan Pemerintah tersebut. Membuat sektor swasta kehilangan tenaga kerja honorernya. Sebab, jika menjadi PPPK harus mengikuti peraturan ASN yakni bersedia ditugaskan di daerah mana saja.
“Kalau diganti PPPK semua yang kerja di sektor swasta jadi hilang, misalnya untuk sektor pendidikan banyak pendidikan yang dilaksanakan oleh sektor swasta dan banyak pendidik honorer. Kalau mereka menjadi PPPK maka sekolah-sekolah swasta seperti Muhammadiyah akan kehilangan tenaga didiknya,” jelasnya.
Solusinya, Pemerintah harus memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja honorer. Oleh karena itu Pemerintah tidak boleh menghapus status tenaga honorer pada 2023 mendatang.
Seharusnya tenaga honorer diberikan insentif payung hukum dari Pemerintah agar mereka tetap menerima gaji berdasarkan UMP, sehingga mereka mendapatkan penghasilan.
“Keberadaan honorer sangat dibutuhkan, bukan membebani justru membantu dalam percepatan layanan publik,” pungkas Trubus.
Trubus pun berharap rencana penghapusan tenaga honorer ini dulu hingga pemerintah mampu memberikan solusi bagi masyakarat yang menggantungkan hidupnya sebagai tenaga honorer ini.
Sebab, tenaga kerja honorer ini menyerap tenaga kerja, sementara Pemerintah tidak menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup, hal itulah yang menjadi masalah jika status honorer dihapus.
"Harus ditunda dulu, Pemerintah terlalu berlebih-lebihan. Pemerintah sendiri tidak memberikan solusi hanya memberikan aturan saja,” kata Trubus.
Sementara itu, Anggota Komisi IX Rahmad Handoyo menyatakan penghapusan tenaga honorer diperlukan untuk memperbaiki sistem kepegawaian instansi pemerintah.
“Berdasar amanah PP nomor 49 tahun 2018 pegawai negara hanya ASN dan PPPK, ini menjadi proses untuk menjadi penyelesaian panjang untuk menajemen yang lebih baik. Dengan mengecurut dua itu, maka akan lebih baik dan lebih terstruktur,” kata Rahmad.
Politikus PDI Perjuangan itu menyebut apabila ada tenaga honorer yang terdampak, maka masih ada opsi tenaga alih daya sebagai solusi.
“Terhadap yang tidak masuk PPPK dan PNS, saya kira pemerintah memberi ruang ya untuk pekerjaan yang basic seperti cleaning service, security diberi kesempatan pekerjaan alih daya,” kata dia.
Selain itu, Rahmad menyebut peraturan baru itu tidak berdampak besar terhadap Pemda.
“Saya kira dampak untuk Pemda ya silakan rekrut honorer (jadi PNS) sampai 2023. Silakan Pemda menyelesaikan. Pemerintah Pusat sampaikan sampai 2023 sudah minta semua instanssi menyelesaikannya, yang honoris diangkat jadi PNS diselesaikan tentu dengan seleksi. Ini PR seluruh instansi dan kepala daerah untuk menyelesaikan,” terang dia.
Rahmad mengingatkan, permasalahan tenaga honorer ini cukup pelik, dari gaji yang tidak sesuai hingga manajeman yang tidak teratur. Untuk itu, aturan penghapusan honorer ia dukung penuh.
“Kita kan ironis, sering dengar honoris gajinya tidak manusiawi, dengan adanya perbaikan managemen maka akan ada perbaikan. Sehingga struktur tenaga kerja terdata akurat sama,” pungkas dia.
Advertisement
Solusi Pemerintah
Sebagai solusi penghapusan tenaga honorer, pemerintah berencana menggantinya dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Menteri PANRB Tjahjo Kumolo menyatakan, Pemerintah di 2022 mengutamakan rekrutmen PPPK guna memenuhi kebutuhan ASN di sektor pendidikan dan kesehatan.
Pemerintah juga akan mengkaji secara menyeluruh terkait dampak dari transformasi Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) yang akan diterapkan di seluruh instansi pemerintah.
Saat ini, lebih dari sepertiga ASN menempati jabatan pelaksana, di mana posisi tersebut akan berkurang 30-40 persen seiring dengan transformasi digital.
Sehingga, katanya, Pemerintah mempersiapkan strategi alih tugas melalui upskilling dan reskilling agar ASN mampu melaksanakan pekerjaan yang masih dibutuhkan.
"Oleh karena itu, untuk sementara rekrutmen Tahun Anggaran 2022 difokuskan pada PPPK terlebih dahulu, khususnya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dasar kependidikan (guru) dan tenaga pelayanan kesehatan," ujar Tjahjo.
Pada September tahun lalu, Tjahjo juga telah membeberkan rencana kebijakan khusus terhadap Tenaga Honorer Kategori II (THK-II) pada Pengadaan Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja (PPPK) Guru Tahun 2022. Sebab, formasi PPPK Guru pada tahun 2021 masih terkendala sumber daya manusia.
"Sebenarnya telah disediakan 1 juta formasi, namun jumlah formasi diajukan oleh Pemda dan kemudian dilakukan seleksi hanya 507.848 (pelamar). Oleh karenanya pada tahun 2022, sisa formasinya akan dibuka kembali untuk diusulkan oleh Pemda," kata Tjahjo dalam keterangan tertulis, Senin (20/9/2021).
Dia menambahkan, khusus untuk guru agama di sekolah negeri, Pemda juga akan mengalokasikan formasi tersebut. Hal ini mengingat pada tahun 2021 hanya sekitar 22 ribu tenaga pengajar yang dialokasikan.
"Jadi formasi untuk guru tersebut juga berpotensi untuk dapat dialokasikan bagi THK-II yang memenuhi persyaratan sebagai guru yakni minimal pendidikan S-1 dengan kebijakan afirmasi yang lebih berpihak kepada Guru THK-II dibandingkan dengan guru honorer lainnya," jelas Tjahjo.
Dia merinci, maksud lebih berpihak adalah dengan tidak mensyaratkan seleksi kompetensi teknis, namun cukup dengan seleksi kompetensi manajerial, sosio kultural dan wawancara. Tujuannya, agar peluang kelulusannya bisa lebih terbuka lebar.
"Sebagai gambaran, dari data sementara hasil seleksi PPPK Guru tahun 2021 ini hampir lebih dari 98 persen guru peserta seleksi dapat melampaui nilai ambang batas seleksi kompetensi manajerial, sosio kultural dan wawancara," ungkap Tjahjo.
Namun, kebijakan tersebut dikeluhkan tenaga honorer, yang menyebut seleksi PPPK sejauh ini belum bisa menarik seluruh golongan karena keterbatasan formasi.
Plt Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce tidak membantah dugaan tersebut. Sebab, masih banyak instansi pemerintah yang belum maksimal mengajukan usulan formasi PPPK.
Averrouce menduga, sejumlah kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah (pemda) enggan menghitung analisis jabatan (Anjab) dan analisis beban kerja (ABK) sesuai kebutuhan sebenarnya.
"Memang itu. Usulan formasi belum optimal. Karena gini, K/L dan pemda ini enggak maksimal ngusulinnya. Karena dia malas kali ngitung Anjab/ABK-nya yang baik sebenarnya kebutuhannya seperti apa," ujarnya kepada Liputan6.com, Jumat (21/1/2022).
Averrouce pun meminta setiap instansi benar-benar menghitung kebutuhan formasi PPPK sesuai kebutuhan, dengan tidak lupa terhadap tenaga honorer yang sudah lama bekerja di tempatnya.
"Kita akan dorong misal kepada instansi pemerintah, kepada K/L, kepada pemda untuk mengusulkan kebutuhan-kebutuhan itu," kata dia.
Secara general, Kementerian PANRB ingin menorong kementerian/lembaga untuk secara objektif, proporsional dan komprehensif melakukan langkah-langkah penghitungan analisis perbaikan, analisis jabatan, analisis beban kerja, dan mengoptimalisasi usulan formasinya. Supaya bisa mengakomodasi teman-teman tenaga honorer yang secara status belum jelas.
"Kita punya perspektif sama dalam konteks perbaikan kita. Kalau ASN-nya baik, pelayanan kepada masyarakatnya jadi makin lebih baik," pungkas Averrouce.