Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Lutfi mengaku, akhir-akhir ini kehidupannya tidak bisa lepas dari masalah minyak goreng. Selain langka, harga minyak goreng di pasar tradisional juga terlalu tinggi, hingga di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Karena terlalu sering berkutat di permasalahan tersebut, Mendag Lutfi kini sampai dapat julukan menteri urusan minyak goreng.
Baca Juga
"Saya sekarang ini dikenal dengan menteri urusan minyak goreng, karena permasalahan kita yang masih terlihat. Tetapi ini bagian daripada tantangan kita tahun 2022," ujar Mendag Lutfi saat membuka rapat kerja Kementerian Perdagangan 2022, Kamis (10/3/2022).
Advertisement
Menurut dia, fenomena kenaikan harga komoditas saat ini terhitung lebih tinggi dibanding saat periode supercycle ekonomi di 2011. Dalam konteks ini, ia mencontohkan harga minyak nabati yang sudah naik 201,7 poin, atau hampir 27 persen.
Mendag Lutfi menyatakan, gejolak harga minyak goreng ini tak bisa lepas dari apa yang terjadi di luar negeri. Dia lantas mengambil contoh harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Kuala Lumpur yang mencapai rekor.
Â
Kebijakan DMO
Menindaki lonjakan harga CPO global, Kementerian Perdagangan lantas memisahkan acuan harga lokal dan harga internasionalnya.
Ini untuk memastikan produsen CPO mau memenuhi kewajiban pemenuhan pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) terlebih dahulu.
Namun karena sudah terbiasa dengan mekanisme pasar, Mendag Lutfi juga melihat ulang distribusi dari barang ini terjadi.
"Setelah 24 hari terjadi domestic market obligation (DMO) untuk CPO, kita sudah mendapatkan setidaknya 570 ribu ton yang sudah mustinya bisa dibagikan kepada rakyat Indonesia," ungkapnya.
"Kalau rakyat Indonesia jumlahnya 270 juta, kasarnya hari ini kita dalam 24 hari terakhir dapat satu orang 2 liter daripada minyak goreng. Tetapi di market barangnya tidak ada," keluh dia.
Advertisement