Liputan6.com, Jakarta - Orang terkaya di Ukraina, yakni Rinat Akhmetov mengatakan dia berencana untuk menuntut Rusia atas kerugian yang disebabkan oleh pemboman pabrik baja miliknya di kota Mariupol, Ukraina - dalam perang Rusia-Ukraina.
Dilansir dari Channel News Asia, Sabtu (28/5/2022) pabrik baja Azovstal mengalami kerusakan parah akibat pemboman dalam perang Rusia-Ukraina, setelah pabrik yang luas itu menjadi benteng pertahanan terakhir di kota pelabuhan selatan.
Baca Juga
Pabrik Baja dan Besi Illich, yang juga dimiliki oleh Akhmetov, juga rusak parah selama penembakan Rusia di Mariupol.
Advertisement
"Kami pasti akan menuntut Rusia dan menuntut kompensasi yang layak untuk semua kerugian dan bisnis yang hilang," ujar Akhmetov, yang memiliki produsen baja terbesar Ukraina, Metinvest, kepada portal berita Ukraina mrpl.city dalam sebuah wawancara.
"Biaya penggantian ... karena agresi Rusia adalah dari USD 17 hingga USD 20 miliar. Jumlah akhir akan ditentukan dalam gugatan terhadap Rusia,” bebernya, ketika ditanya jumlah kerugian yang ditanggung Metinvest karena kerusakan pabrik baja Azovstal dan Illich.
Sebagai informasi, Akhmetov telah melihat bisnisnya anjlok sebelum perang karena pertempuran delapan tahun di timur Ukraina setelah separatis pro-Rusia mengambil alih petak-petak wilayah di sana.
Sejak perang Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari 2022, Metinvest telah mengumumkan tidak dapat memberikan kontrak pasokannya.
Sementara Grup SCM keuangan dan industri Akhmetov berusaha melunasi kewajiban utangnya, produsen listrik swastanya DTEK telah merestrukturisasi portofolio utangnya, katanya.
Akhmetov mengatakan dia kini masih berada di Ukraina sejak perang terjadi, menambahkan: "Kami percaya pada negara kami dan percaya pada kemenangan kami."
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Imbas Perang Rusia-Ukraina, PBB Minta Miliarder Bantu Atasi Krisis Pangan
Kepala Program Pangan Dunia PBB (WFP) menyerukan kepada para miliarder di seluruh dunia bahwa saatnya untuk mengambil tindakan ketika ancaman global tentang kerawanan pangan meningkat seiring perang Rusia-Ukraina dan dampak pandemi Covid-19.
Dilansir AlJazeera, Selasa (24/5/2022) Direktur Eksekutif WFP David Beasley mengatakan dia melihat tanda-tanda menggembirakan dari beberapa orang terkaya di dunia, seperti Elon Musk dan Jeff Bezos.
Tahun lalu, Direktur Eksekutif WFP David Beasley telah menyuarakan di media sosial tentang pentingnya peran miliarder dalam menyumbang dana USD 6 miliar untuk mengatasi kelaparan dunia.
Sejak itu, "Musk memasukkan dana USD 6 miliar ke sebuah yayasan. Tetapi semua orang mengira dana itu datang kepada kami, tetapi kami belum mendapatkannya. Jadi saya sudah ada harapan," kata Beasley kepada The Associated Press di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.
"Saya tidak tahu apa yang akan terjadi," katanya tentang Musk.
"Kami mencoba setiap sudut, Anda tahu: Elon, kami membutuhkan bantuan Anda, saudara," ungkap Beasley.
Beasley pun menegaskan bahwa seruannya tidak hanya untuk dua pakar teknologi terkenal itu, tetapi juga miliarder lainnya.
"Dunia berada dalam masalah yang sangat serius. Ini bukan hanya retorika. Maju sekarang, karena dunia membutuhkan Anda,” katanya.
Advertisement
Miliarder yang Justru Dulang Cuan dari Perang Rusia Ukraina
Ternyata beberapa orang meraih keuntungan dari keberadaan perang Rusia Ukraina. Salah satu yang bisa menikmati hal ini adalah miliarder asal India Mukesh Ambani.
Perang Rusia Ukraina telah membuka peluang arbitrase yang begitu menarik sehingga Reliance Industries Ltd. menunda pekerjaan pemeliharaan di kompleks penyulingan minyak terbesar di dunia untuk menghasilkan lebih banyak solar dan nafta setelah harga melonjak.
Dilansir dari Bloomberg, kilang yang dimiliki Mukesh Ambani, membeli kargo minyak mentah yang didiskon setelah sanksi Uni Eropa atas bahan bakar Rusia, mendorong margin pada beberapa produk minyak ke level tertinggi dalam tiga tahun.
Sebagai informasi, kilang raksasa Reliance dapat memproses sekitar 1,4 juta barel setiap harinya dari hampir semua jenis minyak mentah.
Perusahaan yang dipimpin Mukesh Ambani ini juga dikenal karena kelincahannya dalam perdagangan minyak, yang membantunya mendapatkan keuntungan dari perubahan harga.
"Kami telah meminimalkan biaya bahan baku dengan mengambil barel arbitrase," kata Chief Financial Officer Reliance Industries, V. Srikanth.
Penyulingan India telah menyerap barel diskon yang dijauhi oleh Amerika Serikat dan sekutunya yang berusaha mengisolasi pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin - respons atas perang di Ukraina.
Aliran minyak Rusia ke India tidak dikenai sanksi, dan sementara pembelian tetap sangat kecil dibandingkan dengan total konsumsi India.
Aliran minyak ini membantu menahan laju inflasi yang cepat yang memicu protes di beberapa wilayah anak benua itu.
Perusahaan penyulingan milik negara dan swasta di importir minyak terbesar ketiga di dunia telah membeli lebih dari 40 juta barel minyak mentah Rusia sejak perang Rusia-Ukraina pecah pada akhir Februari 2022, menurut laporan Bloomberg.