Erick Thohir: Pertamina dan Petronas Tak Bisa Dibandingkan

Kinerja PT Pertamina (Persero) tidak bisa dibandingkan dengan perusahaan minyak milik Malaysia yakni Petronas.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Agu 2022, 18:10 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2022, 18:10 WIB
Pertamina Beri Diskon Khusus Pemudik
Pemotor mengisi BBM di SPBU Pertamina, Jakarta, Kamis (15/6). Mulai tanggal 18 Juni-24 Juli, harga Pertamax menjadi Rp.8000 8000 yang berlaku di SPBU bertanda khusus yang tersebar di jalur mudik. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, kinerja PT Pertamina (Persero) tidak bisa dibandingkan dengan perusahaan minyak milik Malaysia yakni Petronas. Khususnya terkait perolehan laba lebih besar yang dibukukan Petronas ketimbang Pertamina.

Erick menerangkan, Petronas merupakan perusahaan yang memproduksi minyak mentah. Sementara, Pertamina masih mengandalkan impor minyak mentah dan produk olahannya seperti BBM.

"Artinya tidak bisa dibandingkan misalnya (laba) Pertamina dengan Petronas ya beda, karena petronas masih produksi, kalau kita negara mengimpor, kondisinya beda," kata Erick dalam seminar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bertajuk "Menuju Masyarakat Cashless" di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (3/8).

Meski begitu, Erick memastikan pemerintah tetap berkomitmen untuk melindungi daya beli masyarakat di tengah mahalnya harga minyak mentah dunia. Antara lain dengan tetap mempertahankan subsidi BBM dan listrik bagi masyarakat yang tidak mampu.

"Itu membuktikan kembali bahwa pemerintah hadir dari hal bagaimana bahwa kita tahu daya beli masyarakat lagi tertekan," ucapnya.

Lebih lanjut, Erick meminta Pertamina untuk memperketat pengawasan distribusi BBM bersubsidi di tengah mahalnya harga minyak mentah dunia. Hal ini demi memastikan program Subsidi BBM bisa tepat sasaran.

"Itu yang tentu Pertamina harus jaga, bagaimana mendukung program pemerintah yang namanya sekarang BBM subsidi, tetapi bukan berarti pertamina tak melakukan efisiensi di mana-mana," pungkas Erick Thohir.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Cegah Harga Pertalite dan Solar Naik, Pertamina Butuh Tambahan Subsidi Rp 64,5 Triliun

Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) secara berkala melakukan penyesuaian harga BBM di 3 produk.
Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) secara berkala melakukan penyesuaian harga BBM di 3 produk.

Subsidi BBM pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) terus membengkak di tengah kenaikan harga minyak mentah saat ini. Agar penyaluran BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar sesuai harga terkini bisa terus bertahan hingga akhir 2022, Pertamina setidaknya butuh tambahan subsidi hingga mencapai Rp 64,5 triliun.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, pemerintah memang telah membayar kompensasi BBM dan LPG 3 kg kepada Pertamina sebesar Rp 93,5 triliun di 2022. Dengan rincian, sekitar Rp 29 triliun di April 2022 dan Rp 64,5 triliun pada Juli 2022.

"Melalui pembayaran ini, maka pemerintah hadir dan ini sangat membantu keuangan Pertamina untuk menyalurkan JBT (Jenis BBM Tertentu) dan JBKP (Jenis BBM Khusus Penugasan) sesuai dengan kouta yang ditetapkan," ujar Mamit kepada Liputan6.com, Selasa (2/8/2022).

Yang jadi permasalahan, jika tidak ada penambahan kouta untuk JBT dan JBKP, menurut perhitungannya, kuota subsidi untuk Pertalite, Solar dan sejenisnya akan habis per Oktober 2022 nanti.

Bila itu terjadi, maka Pertamina akan mengatur distribusi sesuai dengan stok yang ada. Alhasil, itu bakal menimbulkan kelangkaan Pertalite dan Solar di seluruh wilayah Indonesia.

"Untuk Pertalite paling tidak harus ditambah 5 juta KL sedangkan solar subsidi harus 1,5 juta KL untuk aman sampai akhir tahun. Tinggal bagaimana kesiapan pemerintah jika tidak ada penambahan kouta apakah mampu membendung isu sosial yang akan timbul," bebernya.

Adapun subsidi BBM saat ini telah menembus angka Rp 502 triliun. Namun, Mamit menilai jumlah tersebut masih kurang untuk bisa meng-cover pasokan hingga akhir tahun.

Setidaknya, ia menyebut pemerintah harus menambah kompensasi hingga mencapai Rp 64,5 triliun agar stok dan harga Pertalite maupun Solar bisa terjaga sampai tutup tahun.

"Penambahan 5 juta (KL) Pertalite dengan selisih keekonomian, taruhlah Rp 9.000 per liter, maka penambahan kompensasi sebesar Rp 45 triliun. Sedangkan solar dengan penambahan Rp 1,5 juta (KL) selisih Rp 13.000 (per liter) maka di butuhkan dana sebesar Rp 19,5 triliun," paparnya.

Jokowi: Subsidi BBM Indonesia Sudah Rp502 Triliun

Pertamina Turunkan Harga BBM
Pengendara mengisi BBM di SPBU Jakarta, Minggu (10/2). Hari ini BBM kembali diturunkan Pertamina adapun penurunan harga BBM ini, untuk wilayah Jabodetabek, harga Pertamax Turbo diturunkan dari Rp 12.000 jadi Rp 11.200 per liter.(Liputan6.com/AnggaYuniar)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diberikan pemerintah sudah sangat besar yakni, mencapai Rp 502 triliun. Menurut dia, tidak ada negara mana pun yang kuat memberikan subsidi sebesar itu.

"Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp170 (triliun) sekarang sudah Rp502 triliun. Negara manapun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu," kata Jokowi dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan di halaman Istana Merdeka Jakarta, Senin 1 Agustus 2022.

"Tapi alhamdulilah kita sampai saat ini masih kuat. Ini yang perlu kita syukuri," sambungnya.

Dia menyampaikan bahwa harga bensin di negara lain mencapai Rp31.000 sampai Rp32.000 per liter. Sedangkan, harga Pertalite di Indonesia Rp7.650 per liter.

"Kita patut bersyukur, Alhamdulilah kalau bensin di negara lain harganya sudah Rp31.000, Rp32.000. Di Indonesia Pertalilte masih harganya Rp7.650," ucapnya.

Jokowi menuturkan bahwa dunia saat ini sedang dalam kondisi yang tak baik-baik saja. Setelah dihantam pandemi Covid-19 hampir 2,5 tahun, dunia kini dihadapi dengan munculnya perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan krisis.

"Muncul sesuatu yang dadakan yang tidak kita perkirakan sebelumnya. Sakitnya belum sembuh, muncul yang namanya perang di Ukraina sehingga semuanya menjadi bertubi-tubi, menyulitkan hampir semua negara. Semua negara berada dalam posisi yang sangat sulit," jelas Jokowi.

Menurut dia, negara-negara di Asia, Afrika, dan Eropa yang menjadikan gandum sebagai makanan harian, saat ini berada dalam posisi yang sulit. Pasalnya, 77 juta ton gandum dari Ukraina tidak bisa keluar atau di ekspor akibat perang. 

 

Infografis Subsidi BBM Bengkak hingga Rp 502 Triliun, Jokowi Harus Bagaimana? (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Subsidi BBM Bengkak hingga Rp 502 Triliun, Jokowi Harus Bagaimana? (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya