Liputan6.com, Jakarta - Kota Yiwu, di provinsi timur Zhejiang, China yang menyediakan sebagian besar produk hiasan Natal di dunia mulai kembali beroperasi, menyusul dicabutnya lockdown Covid-19 selama 10 hari yang menghambat aktivitas ekonomi.
Sebagai informasi, Kota Yiwu, merupakan tempat bagi pasar komoditas kecil terbesar di dunia dan pusat utama untuk e-commerce dan pengadaan barang-barang murah.
Baca Juga
Dilansir dari South China Morning Post, Selasa (23/8/2022) Luo Xiaojun, wakil walikota Yiwu, mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa 805 perusahaan produk hiasan natal telah kembali beroperasi dan sebagian besar karyawan telah kembali bekerja.
Advertisement
Sebagian besar tempat umum, termasuk pasar, toko, dan fasilitas rekreasi juga telah kembali beroperasi, tetapi restoran masih dibatas.
Lockdown Covid-19 di Yiwu, yang sebelumnya diberlakukan pada 11 Agustus, terjadi di tengah musim produksi untuk banyak produsen dan eksportir dekorasi Natal lokal.
Diperkirakan sekitar dua pertiga produk Natal dunia dibuat di Yiwu.
Saat lockdown diberlakukan, banyak perusahaan lokal menyatakan keprihatinan bahwa lockdown akan menghambat pemesanan oleh klien dari luar negeri karena takut akan gangguan rantai pasokan.
Dalam menangani dampak Covid-19 pada bisnis lokalnya, Yiwu menawarkan potongan tunai hingga 200.000 yuan untuk bisnis dan 3.000 yuan untuk pengemudi taksi.
Sebelum pandemi Covid-19, produk hiasan natal yang dibuat di Yiwu diekspor ke lebih dari 200 negara dan lebih dari 560.000 pembeli asing dikunjungi setiap tahun, menurut data resmi. Lebih dari 15.000 pengusaha asing juga ditempatkan di kota itu.
Covid-19 Redam Permintaan, Penjualan Starbucks hingga Adidas di China Menurun
Merk-merk global yang menjual perhiasan hingga pakaian mengalami penurunan penjualan di China, karena lockdown Covid-19 meredam permintaan konsumen di negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Dilansir dari South China Morning Post, Starbuks menjadi franchise kopi yang paling terdampak lockdown Covid-19 di China. Franchise asal Amerika Serikat itu melaporkan penurunan penjualan lebih dari 40 persen pada kuartal ketiga 2022.
Seperempat gerai Starbucks di China pun ditutup karena terdampak kebijakan nol-Covid-19, dan 940 gerai lainnya.
Kemudian ada merk fashion mewah asal Inggris, Burberry hingga Richemont dan Adidas yang masing-masing melaporkan setidaknya penurunan 35 persen dalam kuartalan terbaru mereka.
Kering, perusahaan yang menaungi Gucci, juga mengalami penurunan lebih dari 30 persen di China. Namun Yum China Holdings dan Uniqlo bernasib sedikit lebih baik, dengan penurunan masing-masing sekitar 13 persen.
Sementara itu, Apple mencatat kemajuan terbaik di antara merk-merk asing di China, dengan penjualan tergelincir hanya 1,1 persen pada kuartal ketiga 2022, meskipun perusahaan memang menawarkan penjualan langka dari beberapa produk iPhone terbaru dan aksesori terkait bulan lalu.
Meski sudah ada beberapa peningkatan permintaan sejak melonggarnya pembatasan, gejolak ekonomi di wilayah China lainnya masih dirasakan, karena masih diberlakukan aturan ketat pada aktivitas luar ruangan yang menghambat penjualan ritel.
Pimpinan Starbucks China, yakni Belinda Wong menggambarkan kuartal saat ini sebagai situasi yang cukup sulit, dengan pembatasan mobilitas dan lockdown Covid-19 diterapkan lebih cepat.
Namun, raksasa kopi global itu bersikeras bahwa mereka memiliki kepercayaan jangka panjang di China, yang merupakan pasar konsumen terbesar di dunia.
Ms Wong mengatakan dia sangat percaya diri tentang potensi pasar di China, di mana pertumbuhan akan meningkat setelah semua pembatasan terkait Covid-19 dicabut.
Advertisement
Covid-19 Hambat Ekonomi China, Perusahaan Kakap Alibaba dan Tencent Perketat Pinggang
Perusahaan e-commerce terbesar di China, Alibaba dan media sosial Tencent merasakan efek dari perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh wabah terbaru Covid-19 di China, yang berdampak pada belanja konsumen hingga anggaran iklan.
Kedua perusahaan besar itu melaporkan perlambatan pendapatan untuk pertama kalinya di kuartal kedua 2022.
Dilansir dari CNBC International, Senin (22/8/2022) Tencent membukukan penurunan pendapatan kuartalan year-on-year untuk pertama kalinya.
Karena pendapatan tetap berada di bawah tekanan, baik Alibaba maupun Tencent disebut lebih disiplin saat ini dalam pendekatan mereka terhadap pengeluaran.
"Selama kuartal kedua, kami secara aktif keluar dari bisnis non-inti, memperketat pengeluaran pemasaran kami, dan memangkas biaya operasional," ungkap CEO Tencent Ma Huateng kepada analis.
"Ini memungkinkan kami untuk meningkatkan pendapatan secara berurutan meskipun dalam kondisi yang sulit," jelasnya.
Adapun Presiden Tencent Martin Lau yang mengatakan bahwa perusahaannya keluar dari bisnis non-inti seperti pendidikan online, e-commerce, dan game dari layanan streaming langsung.
Perusahaan juga memperketat pengeluaran pemasaran dan mengurangi area investasi yang rendah seperti akuisisi pengguna. Beban penjualan dan pemasaran Tencent turun 21 persen YoY di kuartal kedua.
Jumlah karyawan perusahaan yang berkantor pusat di Shenzhen juga turun hingga 5.000 personel dibandingkan kuartal pertama.
Sementara itu, Chief strategy officer di Tencent yakni James Mitchell meyakini bahwa dengan inisiatif ini ditambah investasi di area baru, perusahaan dapat "mengembalikan bisnis ke pertumbuhan pendapatan year-on-year, bahkan jika lingkungan makro tetap seperti sekarang ini dan bahkan jika pertumbuhan pendapatan tetap datar".
Alibaba Potong Biaya Pengeluaran
Sementara itu Alibaba juga melakukan pemotongan biaya pengeluaran awal tahun ini, ketika penyebaran Covid-19 masih menghantui China.
"Pada kuartal mendatang dan sisa tahun fiskal ini, kami akan terus mengejar strategi optimalisasi biaya dan pengendalian biaya," ungkap Toby Xu, chief financial officer di Alibaba, selama pembicaraan soal pendapatan perusahaan bulan ini.
Toby Xu juga mengatakan raksasa e-commerce China itu telah berupaya memperkecil kerugian di beberapa bisnis strategisnya.
Profesor hukum di New York University, Winston Ma mengatakan kepada CNBC melalui pesan email bahwa Alibaba dan Tencent perlu mengambil tindakan penyeimbangan yang rumit untuk meyakinkan investor bahwa meskipun biaya sedang dipotong, mereka masih berinvestasi di masa depan.
"Bagi mereka untuk kembali ke jalur pertumbuhan pendapatan, optimalisasi biaya saja tidak cukup. Mereka perlu menemukan pendorong pertumbuhan baru," ucap Winston Ma.
Alibaba telah berfokus untuk meningkatkan bisnis komputasi awannya, sebuah area yang diyakini oleh para eksekutif dan investor sebagai kunci untuk profitabilitas yang lebih baik di perusahaan di masa depan.
Cloud pun menjadi area dengan pertumbuhan pendapatan tercepat di Alibaba pada kuartal kedua 2022.
Sementara itu, Tencent berbicara tentang potensi iklan dalam fitur video pendek WeChat untuk menjadi sumber pendapatan "substansial" di masa depan. Diketahui bahwa Tencent menjalankan WeChat, aplikasi perpesanan terbesar di China dengan lebih dari satu miliar pengguna.
Advertisement